Mentari dijodohkan oleh ayahnya dengan pria lumpuh. ia terpaksa menerimanya karena ekonomi keluarga dan bakti dia kepada orangtuanya.
apa yang terjadi setelah mentari menikah?
apa akan tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya?
apakah mentari bahagia? atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebohongan
"Kamu mau kemana, Mbak?" tanya Narti saat melihat Laras lewat depan rumahnya.
Kakak iparnya itu membawa keranjang entah apa isinya, dan Narti sangat penasaran isinya.
sejujurnya Narti Sanga kesal dengan Laras dan keluarganya, sebab karena Mentari... Reza sampai mengancam Gendis dengan kata cerai.
Pertengkaran anak dan menantunya itu kemarin bisa selesai karena Reza kembali pergi dari rumah, dan setelah itu Gendis menangis meraung-raung ditenangkan olehnya dan Denok.
Narti sangat murka sekali, tapi dia merasa bukan Reza yang harus dimarahi. Melainkan Mentari.
Entah mengapa Narti merasa kalau Mentari lah yang menggoda Reza, tidak mungkin kalau Reza yang menggoda keponakannya itu. Denok juga mengatakan hal sama. Toh, memang Reza yang memutuskan Mentari dan Gendis dulu.
Masak sih laki-laki dengan titel seorang polisi itu plin-plan? Tidak mungkin!.
Jadilah Narti dan Denok membujuk Gendis untuk meminta maaf, dan berbicara lagi dengan Reza dengan kepala dingin. Mereka yakin ada kesalahpahaman disini, untung saja Gendis menurut, dan mau meminta maaf pada Reza.
Tadi malam Reza pulang lewat tengah malam, sampai sekarang dia belum keluar dari kamar. Semoga berhasil meminta maaf padanya, sebab Narti tidak mau menantunya yang polisi itu marah.
Narti mendapatkan kehormatan dan pengakuan dari warga desa karena menjadi mertua seorang abdi negara. Jadi sebisa mungkin dia tidak mau apa yang sudah terjadi malah hancur lebur.
Narti menggeleng, mengingat hali itu membuatnya kembali kesal. Makanya dia menatap Laras dengan tatapan tajam.
Laras sendiri langsung heran, dia tidak tahu apa sebabnya hingga adik iparnya bersikap seperti sekarang ini. Tatapan tajamnya itu seakan mengajaknya berkelahi , padahal seingatnya ... Laras tidak pernah berbuat salah padanya.
"Ada apa, Nar?" tanya Laras heran. "Kok ngelihatin aku begitu ?" tanyanya lagi.
"Aku itu tanya, kamu mau kemana?" Narti mendekat ke arah Laras yang ada di pinggir jalan. "Emangnya aku ngelihatin Mbak, gimana? Biasa saja kayaknya, deh".
"Aku mau kerumahnya Mbak Surti", sahut Laras pada akhirnya.
Laras tidak mau membahas tatapannya Narti,
Takutnya nanti jadi lama. Sedangkan dia sedang buru-buru, dia tidak mau meladeni Narti yang keponya semakin menjadi-jadi.
"Surti? Ngapain kamu kesana?" tanya Narti heran.
Surti adalah saudaranya Laras, dan dia dulu sering membantu Laras saat masih susah. Sebenarnya keluarga Laras sering membantu, baik memberi pekerjaan atau sekadar memberi uang jajan untuk Mira dan Bara.
sangat berbeda dengan keluarga bagas, adik-adik dari lelaki itu malah bersikap sebaliknya . Jangankan membantu, bertanya juga tidak pernah.
"Ada urusan sedikit, Nar", balas Laras cepat.
"Urusan apa?" tanya Narti tidak mau menyerah.
Laras menghela nafas panjang, dia sudah menduga bahwa pembicaraan ini akan menjadi panjang. Karena Narti akan kepo dengan urusannya.
"Adalah, kamu gak perlu tahu ", jawa Laras sambil mengalihkan perhatian.
"Halah! Sombong banget kamu Mbak, sok misterius!" cibir Narti kesal. "Apa keperluan kamu?" tanya Narti maksa.
"Mau tanya sesuatu , Bu Dita nyuruh aku Untu mastiin sesuatu ke Surti", sahut Laras.
"Mau mastiin apa , Mbak?" Narti makin kepo.
"Bu Dita menyuruh aku untuk bertanya pada Mbak Surti, Mbak Surti bersedia atau tidak diajak kerja sama dengan perusahaan",
"Hah? kerja sama apaan?" Narti terkejut bukan main, firasatnya entah kenapa tidak enak jadinya. "Surti kan usahanya...."
"Iya, Bu Dita mau catering nya Mbak Surti kerja sama dengan perusahaannya", sambar Laras cepat.
"Apa? Kok bisa?" tanya Narti dengan mata melotot. "Bukannya catering buat makan siang karyawan dan acara-acara lainnya di pabrik selalu pakai catering punya besanku, ya? Kamu jangan Ngada-ngada ya, Mbak!" lanjut Narti kesal.
Narti amat terkejut dengan apa yang Laras katakan, bisa-bisanya usaha catering besannya akan di gantikan dengan catering nya Surti saudara dari Laras. Ini pasti konspirasi!.
"Ngada-ngada gimana, Nar? Kamu belum tahu, ya? Beberapa hari yang lalu perusahaan Dirga sudah putus kerja sama dengan Bu Mega", jawab Laras cepat.
"Hah? Kamu bilang apa?" Narti kembali terkejut. "Kamu bohong kan, Mbak?" tanyanya lagi.
"Bohong gimana? Kalau kamu gak percaya, kamu tanya sendiri sama Bu Mega. Udahlah, aku mau ke rumah Mbak Surti dulu. Besok Bu Dita mau kesini bareng sama Dirga dan Tari, aku harus dapat jawaban dari mbak Surti secepatnya ", Laras pamit pergi, dan bergegas berjalan menjauh.
Laras tidak mau di tanya-tanya lagi, apalagi dia bisa melihat keterkejutan yang hebat di mata adik iparnya. Laras jadi yakin, kalau Mega sama sekali belum memberi tahu Gendis maupun Narti tentang hal ini.
Disisi lain, Narti yang ditinggalkan oleh Laras masih terdiam. Dia bingung harus melakukan apa, dan sedetik kemudian dia berlari kedalam rumah. Narti menghembuskan nafas lega saat melihat Gendis dan Reza berada di meja makan, sepertinya mereka sudah baikan.
"Za, ibu mau tanya sama kamu", ujar Narti begitu dia mendudukkan dirinya di kursi.
"Mau tanya apa, Bu? Aku sama Mas Reza sudah baikan, kok", balas Gendis cepat.
"Bukan, bukan masalah itu ...", Narti gegas mengibaskan tangannya.
Reza dan Gendis sontak saling berpandangan, mereka mengira Narti akan membahas tentang pertengkaran mereka kemarin. Tapi sepertinya Narti tidak ingin bahas, lalu apa?.
Laki-laki berprofesi sebagai polisi itu meletakkan sendoknya dan memfokuskan pandangannya pada mertuanya itu, walau Narti bilang bukan tentang masalah kemarin. Tetapi, Reza tetap bersiap.
Untung saja dia sudah menjelaskan pada Gendis, walau tentunya penjelasannya itu isinya semua kebohongan. Karena tidak mau bertengkar, Mega menyarankan Reza untuk berbohong dan mengatakan kalau Mentari lah yang menggoda Reza .
Reza awalnya tidak mau, tapi pada akhirnya ia menyerah ketimbang harus bertengkar dengan Gendis yang tengah hamil. Gendis percaya saja, dan Reza bersyukur sekali.
"Ibu mau tanya apa?" tanya Reza ingin tahu.
"Ini loh... ibu dapat kabar burung, dan kabar itu tidak sangat mengenakkan ", ujar Narti cemas. "Kayanya... Perusahaan Dirga memutus kerja sama dengan catering Mamamu, apa benar?" tanya Narti hati-hati.
Wajah Reza langsung memucat, sebenarnya dia tidak mau tentang hal ini di ketahui oleh orang-orang. Apalagi keluarga istrinya. tapi kenapa gosip cepat sekali menyebar, sih?
"Mas, benar apa yang ibu katakan ? terus kaldu cateringan mamamu sudah tidak lagi bekerja sama dengan perusahaan suaminya Mentari, gimana dong? Kitakan tahu banget kalau pemasukan terbesar dari sana", Keluh Gendis ikut cemas.
Wajahnya berkeringat, dan menatap Reza dengan penuh kekhawatiran.
"Iya, benar. Entah kenapa kerja sama itu tiba-tiba di putus, padahal awalnya mau diperpanjang ", jawab Reza lesu, ia tidak bisa berbohong lebih baik berkata jujur saja.
"Apa jangan-jangan, ada konspirasi, Mas? Tari kembali menggoda kamu karena masih suka sama kamu, dan bayarannya kerjasama catering Mama bakal lanjut? Iya?" Gendis memberikan kesimpulan yang sangat salah.
Tapi karena kebohongan Reza di awal, semua seolah menjadi masuk akal. Narti dan Gendis menatap Reza dengan tatapan tajam, dan Reza terpaksa mengangguk.
"Iya, kalau aku mau balikan sama dia... dia gak bakal mutus kerja sama itu", sahut Reza sambil menelan ludah, ia gugup karena melihat istri dan mertuanya seperti psikopat.
...****************...
lanjut thor
ines bukan rasa cinta itu..