Arav Hayes Callahan, seorang CEO yang selalu dikelilingi wanita berkelas, terjebak dalam situasi yang tak terduga ketika hatinya tertambat pada Kayla Pradipta, seorang wanita yang statusnya jauh di bawahnya.
Sementara banyak pria mulai menyukai Kayla, termasuk kakaknya sendiri, Arav harus menahan rasa cemburu yang terpendam dalam bayang-bayang sikap dinginnya. Bisakah Arav menyatukan perasaannya dengan Kayla di tengah intrik, cemburu, dan perbedaan status yang menghalangi mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setengah Hidup Baru
Bab 28
Acara pertunangan yang berlangsung dengan khidmat, meskipun sederhana. Semua berjalan sesuai rencana hingga suasana tiba-tiba berubah saat beberapa pria bertubuh besar tiba-tiba muncul di pintu rumah Bu Santi. Mereka terlihat menakutkan dan tidak bersahabat, membuat para tamu undangan terdiam dan menatap dengan penasaran.
Bu Santi, yang merasa cemas, mencoba menyembunyikan kepanikan di wajahnya. Dia segera mendekati para tamu, meminta mereka untuk kembali ke rumah masing-masing dengan penuh hormat. “Terima kasih atas kehadiran Bapak-ibu sekalian. Mohon maaf, acara harus diakhiri lebih cepat. Silakan sebelum pulang, di depan ada sedikit bingkisan. Sekali lagi mohon maaf jika acara menjadi tidak nyaman,” katanya dengan nada yang tenang namun penuh tekanan.
Sementara itu, Moe, yang mengetahui situasi mendesak ini, dengan cepat menghalangi para debt collector tersebut. Dengan postur tubuh yang kekar dan wajah penuh kewaspadaan, dia berdiri tegak di depan pintu, memblokir jalan mereka. “Apa yang bisa aku bantu?” tanyanya dengan nada tegas namun tidak agresif.
Salah satu dari para debt collector itu, seorang pria berbadan besar dengan tatapan tajam, menatap Moe dengan sinis. “Kami di sini untuk menagih utang dari seseorang yang tinggal di sini. Kami butuh bicara dengan pemilik rumah,” jawabnya dengan nada kasar.
Arav, yang selama ini diam, akhirnya bergerak mendekat. “Biarkan mereka masuk,” perintahnya dengan suara dingin. “Kita selesaikan masalah ini dengan cara yang benar.”
Setelah semua tamu meninggalkan rumah dan situasi menjadi lebih tenang, Arav dan para debt collector mulai berbicara. Mereka duduk di ruang tamu yang masih tersisa beberapa kursi, sementara Moe berdiri di dekat pintu, siap jika ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
“Jadi, siapa yang berhutang?” tanya Arav tanpa basa-basi. Dia menatap para debt collector dengan tatapan tajam dan serius, menunggu penjelasan.
Salah satu dari mereka mengeluarkan daftar dari dalam tasnya dan menunjukkannya kepada Arav. “Utangnya atas nama Akbar, suaminya Cantika,” ujarnya sambil menunjukkan dokumen yang ada di tangannya.
Arav mengangguk, mencoba memahami situasinya. “Berapa jumlah utangnya dan bagaimana cara pelunasannya?” tanyanya dengan nada tegas.
"Maaf, tunggu dulu Nak Arav. Itu atas nama Akbar." Bu Santi menyela obrolan mereka.
"Tidak apa-apa. Yang penting mereka tidak mengganggu keluarga ini lagi."
Salah satu Dept collektor tersenyum senang mendengar pernyataan Arav.
"Bukan begitu, Nak. Ibu hargai kepedulian, Nak Arav. Tapi, Akbar juga harus bertanggung jawab. Ibu tidak menyangka Akbar bisa melakukan ini. Untuk apa uang sebesar ini olehnya?"
Arav melirik pada Moe. Sang asisten mengerti maksud tuannya. Dia yang kini menghadapi Dept collektor dan Bu Santi.
"Tidak apa-apa, Bu. Masalah keluarga bisa kita selesaikan belakangan. Anggap aja, kali ini kita bantu Akbar. Namun, jika lain kali mengulang kesalahan dan tidak bertanggung jawab, kita bisa abaikan," jelas Moe pada Bu Santi.
"Kalau begitu, Ibu terserah Nak Arav aja." Bu Santi menahan kekesalan di hatinya. Tidak menyangka menantunya bisa berhutang puluhan juta.
Sementara Cantika yang ada di sana tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan bicara pun tidak. Dia duduk di samping Kayla. Bahkan Kayla pun tidak bisa ikut andil apa pun. Jika Arav sudah memutuskan, berarti itu yang terbaik.
"Tika, nanti kamu bisa jelaskan tentang ini," bisik Kayla pada Cantika.
"Iya, Kak," jawab Cantika, dengan kepala tak berani tegak.
Setelah memeriksa dokumen, Arav mengonfirmasi jumlah utang dan meminta bukti pembayaran yang sah jika ada. “Jika utangnya benar, saya butuh bukti pembayaran yang valid untuk memastikan tidak ada masalah lebih lanjut,” kata Arav dengan nada dingin namun penuh perhatian.
Para debt collector tidak bisa menolak, dan setelah perbincangan singkat, mereka akhirnya pergi dengan janji untuk menghubungi Arav kembali setelah mengumpulkan bukti yang diperlukan.
"Jadi gimana, Nak Arav? Belum dibayar hari ini?" Bu Santi menanyakan, karena kurang paham.
"Iya, Bu. Pembayaran harus disertai bukti transaksi yang sah. Apalagi ini menyangkut uang yang tidak sedikit."
"Aduh ... Untungnya ada Nak Arav dan Nak Moe. Kalau tidak, entah gimana jadinya. Makasih banyak ya, Nak."
"Tenanglah Bu Santi. Ini bisa jadi pelajaran buat kita. Mereka, para depkolektor bisa jadi memanfaatkan ketidak tahuan kita untuk memeras dan menipu. Makanya kita harus hati-hati jika berurusan dengan uang, harus ada hitam di atas putih. Jangan terlalu percaya pada orang lain." Mama Lauren yang duduk di samping Bu Santi, menambahkan.
Setelah kepergian para debt collector, suasana di rumah Bu Santi terasa lebih tenang. Cantika, yang baru saja mengetahui masalah ini, mendekati Ibunya dengan wajah pucat.
“Ibu, maafkan Mas Akbar ya. Dan aku juga tidak tahu apa-apa. Aku baru tahu kemarin malam dari Mas Akbar tentang utangnya. Dia terpaksa berhutang karena masalah angkot yang sering dia bawa, ternyata mengalami kecelakaan. Dia harus mengganti rugi bengkel karena kerusakan yang cukup parah. Mas Akbar tidak memberitahuku lebih awal karena takut masalah ini menjadi besar,” katanya dengan suara bergetar, mengungkapkan kebingungannya dan kesedihan.
Kayla, yang mendengar penjelasan Cantika, merasakan beban di hatinya semakin berat. “Cantika, aku tidak tahu harus bagaimana. Tapi terima kasih sudah memberi penjelasan. Jadi kami tahu harus bagaimana menyelesaikan ini dengan baik,” jawab Kayla dengan nada penuh keprihatinan.
"Tapi, Tika. Kenapa begitu besar? Memangnya rusak parah? Kecelakaan seperti apa memang? Ibu lihat suami mu baik-baik aja." Bu Santi terus menelisik, tidak puas dengan penjelasan Cantika.
Cantika diam, dia tidak tahu harus bagaimana merespons ibunya. Cerita akan panjang dan tidak enak jika disampaikan sekarang. Ada orang lain di sana. Meski sebentar lagi menjadi keluarga.
"Sudahlah Bu, hal itu bisa dibahas nanti lagi. Mungkin saat ini momennya belum tepat," ucap Kayla. Dia sebenarnya mengerti kegelisahan ibunya. Namun, Kayla juga melihat Arav di sana. Dia tahu, Arav tidak bisa meninggalkan pekerjaan terlalu lama.
Arav, yang sudah siap untuk pulang, menghampiri Kayla. “Ayo, kita harus kembali ke kantor. Pekerjaan akan terganggu jika kita terus tinggal di sini. Bagaimana jika kita pergi sekarang?” tanyanya dengan nada yang datar namun penuh kepedulian.
Kayla mengangguk, merasakan keputusannya untuk melanjutkan hidup bersama Arav dan menyelesaikan semua masalah yang ada. Dia berpaling kepada ibunya. “Bu, aku harus pergi sekarang. Maafin udah ngerepotin ibu dengan semua ini. Aku janji akan kembali dan liburan lebih lama di rumah,” ucapnya dengan lembut, sebelum akhirnya meninggalkan rumah bersama Arav.
"Tidak apa-apa, Nak. Ibu justru senang melihat perkembanganmu. Hati-hati di sana, selalu jaga diri ya, Nak, ya."
Kayla memiliki sedikit waktu untuk mengemas barangnya. Setelah selesai, mereka semua pamitan. Mama Lauren, Arav juga Moe.
Sebelum pergi, Kayla melirik sekali lagi ke arah rumahnya yang telah dipenuhi dengan kekacauan dan ketegangan.
Bersambung...
Ini enggak loh. Kayla tidak ada sangkut paut tanggung jawab apa pun pada CEO/Arav atau pun keluarga. Namun, dia tetap harus nikah dengan Arav.
Kira-kira alasannya apa ya? Yang gak baca novelnya, pasti gak bakal tahu alasannya.