Aku tidak tahu bahwa cinta adalah sebuah kepalsuan semata. Kupikir kebebasan adalah kesenangan yang abadi. Faktanya, aku justru terjebak di sebuah lobang gelap gulita tanpa arah yang disebut cinta.
Aku gadis belia yang berusia 17 tahun dan harus menikah dengan orang dewasa berusia 23 tahun beralasan cinta. Cita-cita itu kukubur dalam-dalam hanya demi sebuah kehidupan fiksi yang kuimpikan namun tidak pernah terwujud.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ela W., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 16
Semua membaik? Tentu saja, aku ibu dan ayah merajut kehidupan yang baru tanpa bayang-bayang keluarga Trio yang menakutkan. Kak Antoni masih bekerja sama dengan ayah. Ia diminta ikut terus dengan kerja sama di perusahaan yang ayah kelola. Lia semakin hari bertambah baik, juga perhatian. Hampir setiap hari saat di sekolah waktunya habis hanya untuk memperhatikanku. Lia terlihat sangat tulus.
Tidak terasa, tahun ini sudah kelulusan sekolah dan aku usai mengikuti ujian di sebuah Universitas besar, aku lolos tanpa bantuan orang dalam atau pun uang. Privilege itu memang benar adanya, tapi bukan hanya soal dana dan bantuan orang dalam, kecerdasan juga sangat dibutuhkan. Tidak berbeda, Lia juga lolos di Universitas yang sama denganku, ternyata Lia memiliki IQ yang jauh lebih baik dari pada aku. Nilai ya bahkan lebih tinggi dan lebih bagus dari pada aku saat kutengok di papan pengumuman. Lia memang multitalenta, selain memiliki pola pikir matang dan dewasa, ternyata ia cukup kreatif, Lia menguasai beberapa pelajaran rumus sehingga mudah baginya menembus elemen pendidikan di mana pun yang ia inginkan. Aku kagum padanya.
Aku hampir melupakan semua momen dengan kehidupan di masa lampau semasa aku berseteru dengan keluarga Trio. Aku sudah sampai ke titik menikmati hidup, ibu menitipkan bahwa tidak perlu ada laki-laki dalam perjalanan proses tujuan dan cita-citaku. Jika aku memaksa, maka semua akan kembali hancur seperti sebelumnya. Ibu mau aku fokus pada tujuan hidup di masa mendatang bukan hanya urusan cinta. Katanya cinta akan datang saat aku telah siap bukan ketika aku mau.
Kak Antoni masih setia bersama ayah, ia sering diam-diam memperhatikanku kala aku sedang sendiri di halaman belakang. Senyumnya cukup membekas, tatap mata tajam miliknya juga sering bertabrakan denganku. Getaran yang tidak kuinginkan kerap terasa begitu spontan, ia sering membuatku salah tingkah meski sebetulnya ia tidak melakukan apa pun di hadapanku. Apakah aku jatuh cinta? Sekali pun iya, bukan kah aku tidak boleh jatuh cinta, aku sudah melontarkan janji pada ibu waktu itu. Jika pun aku suka pada kak Antoni, aku harus menahannya hingga perasaan ini hilang dengan sendirinya.
*****
Dengan sengaja aku pergi ke tahanan tempat Trio di bui. Sudah lama tidak berjumpa, aku juga ingin tahu kabarnya. Apakah ia semakin baik atau sebaliknya. ingin kuberitahukan di mana aku kuliah. Ia pasti ikut senang mendengarnya.
"Maaf mba, tahanan 1375 atas nama saudara Trio sudah dibebaskan. Bahkan sudah lama, mungkin tahun lalu."
"Loh secepat itu?"
"Iya, bebas bersyarat mba. Tapi sepertinya saudara Trio menitipkan sesuatu, katanya suruh h berikan pada gadis yang bernama Devani, apa mba-nya yang bernama Devani?"
"Iya, saya. Masih adakah titipannya, bu Pol?"
"Ada, kami simpan dengan baik. Tunggu ya," perempuan berseragam coklat dan bertubuh tinggi kurus juga berwajah cantik glow up meninggalkan bangku guna mengambilkan sesuatu untukku.
"Secarik surat?" ucapku sambil mengernyitkan dahi setelah menerima titipan yang disodorkan ibu polwan.
Surat tersebut menjelaskan bahwa Trio memang dibebaskan secara bersyarat. Sejauh ini dia sudah menyesali perbuatannya dan akan berusaha semaksimal mungkin agar berubah. Keluarganya juga sudah sepakat untuk tidak lagi melakukan penipuan atau tindak kejahatan apa pun.
"Aku mungkin tidak akan tinggal di kota ini, rumah kami akan di jual, kami pindah De. Maaf ya sudah mengganggu kehidupanmu kemarin. Semoga kita dipertemukan lagi, terimakasih karena kamu tetap baik padaku." tulisan akhirnya kubaca cukup menyesakkan, secara tidak sadar aku kehilangan. Sosok Trio memang orang pertama yang membuat hatiku berbunga-bunga. Meski ini disebut cinta monyet, tapi justru cinta pertama lah yang memberikan kesan terbaik dalam perjalanan hidup selanjutnya.
Seperti biasa, sepulangnya dari tahanan, aku langsung menghubungi Lia untuk bercerita. Responnya tidak seperti yang diharapkan.
"Ngapain juga kamu ke sana, De?" tegur Lia.
"Cuma ingin bertemu dan kasih tahu bahwa aku sudah berhasil masuk ke Universitas yang kuimpikan dulu yang pernah kuceritakan ke dia." jelasku terbata-bata. Aku sudah tahu Lia akan kontra dengan pembelaanku, tapi sebagai teman, aku selalu membutuhkan telinga dan responnya dalam cerita yang kulalui.
"Terus menurutmu apa itu penting buat dia?" aku berpikir sejenak. "Aku tidak tau kamu terlalu baik atau terlalu bodoh, De. Keluarga mereka hampir menghancurkan masa depanmu dan kamu masih bisa mempunyai pikiran untuk berbaik hati dan percaya pada semua alibinya." sambung Lia agak keras.
"Aku yakin dia benar, Li." kilahku mempertahankan.
"Ini memang terdengar menyakitkan, tapi maaf kamu harus sadar, De." Lia menarik napas panjang dan melepasnya kencang. Setengah marah namun tertahan, aku bisa meraba bagaimana perasaannya dalam menilaiku. Kutelan ludah getir karena bimbang. Tatapanku mulai kosong, terlalu banyak yang kupikirkan yang sebetulnya tidak pantas memenuhi ruang kepalaku.
"Udah, tidak perlu ada yang kamu pikirkan, kamu hanya cukup pacu perjalanan ke masa depan. Masih terlalu banyak yang harus kita susun hingga sukses kelak. Ada orang tua yang harus kita bahagiakan agar bangga pada kita. Buang semua pikiranmu tentang Trio. sekarang hanya ada kamu dan masa depan." Lia me-motivasi membuat aku tertegun. Dia benar-benar terdengar dewasa.
Pijakan kaki yang keluar dari mobil ini sangat ringan. Lia benar aku tarts bahagia dan fokus. Bunga mekar yang segar telah layu terbawa cinta, aku memang menyesal, tapi semua sudah kadung terjadi. Aku hanya perlu memperbaiki diri sehingga mungkin di masa mendatang mendapatkan cinta yang pantas dan mau menerima bagaimana buruknya aku di masa lalu.
Pintu rumah bak istana terbuka lebar, aku masuk lega, rumah orang tuaku memang nyaman pantas untuk apa aku membubuhi pikiran dengan energi negative, aku tahu semua drama dalam hidup ini akan berakhir, setiap season akan bergulir memainkan perannya. Jadi apa yang perlu dikhawatirkan lagi. Satu demi satu anak tangga kutakluk, corak dan tema rumah nuansa kerajaan dengan warna putih bersih yang di-mix dengan warna emas. Adalah tempat aku dilahirkan dan dibesarkan dengan segenap cinta dari ibu dan ayah. Aku anak tunggal dan pewaris tahta, warisan hanya akan jatuh ke tanganku. Ini bukan tentang keserakahan, tapi semestinya aku berpikir lebih realistis. Jika semua kemewahan dan jaminan masa depan sudah kukantongi. Lantas untuk apa kesenangan sesaat yang dulu kusebut sebagai kebebasan. Kebebasan macam apa yang kubicarakan? Hanya penderitaan yang kuterima, apa itu yang dimaksud sebagai kebebasan. persetan!
"Tadi mbak udah masak, masakan kesukaan non. Langsung turun ya, icip." asisten rumah sudah seperti teman bagiku. Ia bekerja di sini sejak belia, putus sekolah karena tidak ada biaya. Itu sebabnya mba Hana tidak hanya bekerja karena upah, tapi ia seperti telah jatuh cinta pada keluargaku. Kami adalah keluarga.