Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia sangat berbeda
Setegar-tegarnya manusia, ada titik lemah yang tidak bisa dikuasai oleh diri sendiri tanpa disadarinya inilah yang sekarang dialami oleh Deandra.
Rumah Sakit
“Bagiamana dia sangat berbeda, dia—” batin Aidan bertanya-tanya, dan jelas tidak akan mengakui atas apa yang dia lihat sekarang.
Selang oksigen terpasang di hidung wanita yang kini tidak menggunakan kacamata lagi, baju kerja yang sudah basah kini sudah berganti dengan baju berwarna biru bermotif putih yang digantikan oleh pihak rumah sakit.
Pipi putih itu masih terlihat pucat seakan tidak ada darah yang mengalir di bagian wajah wanita itu. Aidan si pria lumpuh itu kini berada di samping ranjang wanita itu, sejak dia tiba di rumah sakit hingga sekarang tidak sedikit pun keluar dari ruang rawat wanita itu hampir dua jam berada di sana. Kenapa? Ada sesuatukah? Atau ingin kembali mencaci makinya ketika wanita itu sudah mulai tersadar? Entahlah ... tidak bisa dibaca pikiran pria itu. Yang jelas melihat kondisi Deandra sejak awal datang, pria lumpuh itu selalu menatap wajah wanita itu, dan jarang memalingkan tatapannya. Terpesonakah?
Jemari Deandra mulai bergerak, begitu pula dengan kepalanya yang mulai terlihat miring ke kanan, Aidan memperhatikan itu dan dia masih setia menunggu wanita itu tersadar dari pingsannya hanya seorang diri. Lucky dan Karno saja yang sempat ikut masuk ke dalam ruang rawat segera diusir oleh Aidan setelah melihat wajah Deandra.
Bola mata di dalam pelupuk Deandra mulai terlihat bergerak, pelan-pelan terbukalah kelopak mata itu, dan orang yang pertama kali dia lihat adalah wajah tampan Aidan, seketika itu juga Deandra menutup kedua netranya sembari menarik napasnya dalam-dalam, tanpa ada rasa ingin tahu dia ada dimana.
“Kenapa kamu tutup kembali matamu? Menyesal karena ternyata masih hidup di dunia ini!” tegur Aidan, tidak berperasaan mulutnya kembali kasar.
Bola mata indah yang selama ini tertutupi oleh kacamata bulat itu, mulai kembali terbuka. Mata itu terlihat jernih, iris mata hazel brown di tambah bulu mata yang panjang nan lentik, sangat memikat setiap orang yang melihatnya. Sejenak Aidan tertegun melihatnya dalam beberapa detik, namun secepat kilat dia mengalihkan rasa terpesonanya itu.
“Kalau mau bunuh diri itu tidak usah nanggung-nanggung, kenapa tidak loncat dari gedung saja biar sekalian mati. Tidak seperti sekarang nyusahin orang saja, yang kesusahan harus menolong kamu!” sindir Aidan yang masih saja tidak melihat sikon jika keadaan Deandra baru tersadar dari pingsannya.
Tangan Deandra meremas selimut yang dia kenakan itu, kesal atas tuduhan Aidan jika dirinya ingin bunuh diri, dia tidak ada niatan untuk mengakhiri hidupnya, dia hanya bersentuhan dengan air laut dan membiarkan dirinya berada di sana, lagi pula dia tidak berteriak minta tolong. Dan kenapa juga Aidan ada di sini jika dirinya tidak pernah dianggap istri!
Deandra bergeming dan kembali memejamkan kedua netranya. Aidan menatapnya dengan tarikan napasnya yang kasar.
“Baiklah besok aku akan melakukan saran darimu, aku akan loncat dari gedung biar hati Tuan senang, ternyata hari ini aku gagal lenyap dari dunia ini ya,” jawab Deandra agak menertawakan dirinya sendiri. “Sorry jika tadi aku tidak berhasil mati, mungkin besok akan aku jalan kan saran dari Tuan,” lanjut kata Deandra dalam tawanya.
Batin Aidan mengeram, pria itu justru tidak suka atas jawaban Deandra, dengan menunjukkan tatapan marahnya dia kembali meneriaki nama wanita itu, dan hal itu membuat wanita yang masih berada di atas ranjang semakin tertawa, namun di balik tawanya ada buliran bening yang jatuh membasahi pipinya. Aidan tidak terima jawab Deandra yang ingin kembali menghilangkan nyawanya sendiri!
“LUCKY!” Pria lumpuh itu memanggil nama asistennya yang sekarang berada di luar ruang rawat.
Pria yang di panggil namanya masuk ke dalam ruangan. “Ya Tuan,” jawab Lucky, dia tak sengaja melihat wajah Deandra.
“Jaga matamu Lucky!” tegur Aidan, tidak suka dengan tatapan asistennya yang terlihat terpukau pada Deandra.
“Eeh iya Tuan,” jawab Lucky, langsung mengalihkan tatapannya.
“Panggilkan Dokter, dia sudah sadar, suruh Dokter cepat memeriksanya,” perintah Aidan dengan nada tingginya.
“Baik Tuan.”
“Itu beneran Dea kah? Kok beda ya?” batin Lucky.
“Kenapa Tuan harus panggil Dokter bukankan lebih baik aku tidak diperiksa,” celetuk Deandra, dia berusaha kembali menegarkan dirinya sendiri.
Tanpa menjawab, Aidan hanya menunjukkan tatapan tajamnya pada Deandra.
Deandra tidak mau lama-lama ditatap Aidan, dia lebih memilih memiringkan tubuhnya hingga memunggungi pria itu, tak peduli kalau dibilang tidak hormat dengan majikannya. Aidan yang melihat hal itu mendengus kesal merasa tidak dihargai oleh Deandra.
Selang berapa lama Dokter pun tiba dan langsung mengecek keadaan Deandra.
“Jadi malam ini bisa pulang, Dokter?” tanya Aidan.
“Sudah bisa Pak, karena kondisinya sudah membaik, tapi jika dirawat juga bisa ... agar cepat pemulihannya,” jawab sang Dokter.
“Kalau begitu malam ini saya memilih pulang, tidak usah menunggu besok pagi,” pinta Aidan. Pria lumpuh itu menatap Lucky yang ada di hadapannya. “Lucky, urus administrasinya,” titah Aidan.
Lucky menganggukkan kepalanya, lalu keluar dari ruang rawat, selanjutnya disusul oleh Dokter. Kembalilah mereka berdua di kamar. “Tidak perlu kamu berlama-lama di rawat di rumah sakit, menghabiskan uangku saja!” ucap Aidan dengan tatapan dinginnya. Bohong sekali bilang uangnya akan habis, bilang saja tidak mau jauh dari Deandra setelah lihat wajah asli istri keduanya. Munafik sekali jika tidak terpikat sama istri sendiri!
Deandra bangkit dari pembaringannya, rambutnya yang panjang sedikit bergelombang, dan biasanya selalu dikuncir kuda atau kuncir rendah, sekarang tergerai dengan indahnya, kembali lagi Aidan tertegun melihatnya, kali ini dia melihat sosok Deandra yang sangat berbeda, semuanya tampak sempurna tidak ada kesan culunnya. Sangat cantik ketimbang Poppy, Deandra tanpa makeup di wajahnya sudah kelihatan aura wajah jelitanya, imut dan menggemaskan.
Namun lagi-lagi hati Aidan menepis rasa kagumnya justru dia mengalihkan pikirannya tersebut. Deandra diam saja, tangannya bergerak ke atas nakas untuk mengambil kacamata bulatnya lalu memakainya, sedangkan rambutnya terpaksa dia gerai karena tidak ada ikat rambutnya. Deandra lupa jika saat ini wajah flek hitamnya sudah tidak ada, dia juga tidak sadar sedang menunjukkan wajah aslinya di hadapan Aidan.
...----------------...
Untuk pertama kalinya Aidan mengizinkan Deandra menaiki mobilnya, dan sama-sama menuju mansion Ricardo. Sepanjang perjalanan menuju mansion, Deandra lebih banyak diam dan selalu menatap ke arah jendela, tak sekalipun dia melirik ke samping di mana tempat Aidan duduk.
Pria yang berstatus suaminya juga sama-sama terdiam, tidak mengeluarkan suaranya tapi ujung ekor netranya kadang melirik wanita itu, seperti sudah candu melihat wajah Deandra.
Sekitar satu jam lebih perjalanan, sampailah mereka berdua di mansion Ricardo, Deandra keluar terlebih dahulu dari mobil, sedangkan Aidan harus dibantu dulu oleh Lucky dan sopirnya untuk keluar dari mobil.
Mama Amber yang kebetulan ada di ruang utama, menatap heran ke arah mobil Aidan saat melihat Deandra keluar dari mobil tersebut.
“Apa apaan ini! Kenapa kamu bisa satu mobil dengan anak saya! Dan kamu tidak lihat sekarang sudah jam 10 malam kamu baru pulang!” tegur Mama Amber, yang sudah melangkah maju ke sisi pintu utama dengan tatapannya sangat menyelidik.
Deandra mendesah panjang, lalu menghentikan langkah kakinya kemudian menoleh ke belakang untuk melihat keberadaan Aidan. Siapa yang harus menjelaskannya Deandra'kah atau Aidan' kah?
Kursi roda pria itu semakin mendekati mereka berdua. “Aidan kenapa kamu bisa kasih tumpangan wanita itu semobil denganmu! Memangnya tidak bisa dia pulang sendiri?” tanya Mama Amber agak kesal.
Aidan memutar malas kedua bola matanya. “Terpaksa Mah, tapi ada urusan sebentar. Kalau enggak aku juga suruh dia naik kendaraan yang lain,” balas Aidan dengan tatapan datarnya ke Deandra.
“Sudah dari awal aku bilang akan pulang dengan taxi, tapi dia sendiri yang memaksa aku masuk ke mobilnya. Sekarang bilangnya sangat berbeda, terserah deh ... badanku masih gak karuan rasanya!” batin Deandra. Ya mana relalah istrinya cantik naik taxi sendirian!
“Pemisi Nyonya, aku mau ke kamar,” pamit Deandra yang keberadaannya masih dihalangi oleh Mama Amber.
“Dea, langsung ke kamarku, ada yang ingin aku bicarakan denganmu,” titah Aidan tiba-tiba saja, dengan nada dinginnya.
Mama Amber mengerutkan keningnya mendengar perintah Aidan, lalu menatap Deandra. Ada apa ini?
Sesampainya mobil Aidan di mansion, tak selang berapa lama mobil milik Papa Ricardo tiba dari dalam mobilnya pria tua itu menyeringai tipis.
"Bagiamana Aidan ... kamu sudah tahu bukan wajah asli istri keduamu, Deandra jelas jauh lebih cantik dari istri yang kamu cintai. Apakah masih tega kamu menyiksanya! Atau kamu sudah siap akan kehilangan istrimu untuk selamanya jika kamu terus menyiksanya!" gumam Papa Ricardo sendiri, sembari melihat anak dan menantunya masih di depan pintu masuk.
Mendapat kabar jika Deandra tenggelam dan melihat Aidan begitu khawatir, hati Papa Ricardo rasanya ingin menertawakan anaknya. Mulut bisa berkata dendam, namun raga tidak bisa dibohongi, jika ada rasa yang melingkupi perasaan Aidan untuk Deandra, namun masih tertutupi dengan dendamnya.
Bersambung ...
Mau ngapain Dea disuruh ke kamar, jangan bilang sekarang suruh tidur di kamar Aidan ya?
...----------------...