Dunia tak bisa di tebak. Tidak ada yang tau isi alam semesta.
Layak kehidupan unik seorang gadis. Dia hanyalah insan biasa, dengan ekonomi di bawah standar, dan wajah yg manis.
Kendati suatu hari, kehidupan gadis itu mendadak berubah. Ketika dia menghirup udara di alam lain, dan masuk ke dunia yang tidak pernah terbayangkan.
Detik-detik nafasnya mendadak berbeda, menjalani kehidupan aneh, dalam jiwa yang tak pernah terbayangkan.
Celaka, di tengah hiruk pikuk rasa bingung, benih-benih cinta muncul pada kehadiran insan lain. Yakni pemeran utama dari kisah dalam novel.
Gadis itu bergelimpangan kebingungan, atas rasa suka yang tidak seharusnya. Memunculkan tindakan-tindakan yang meruncing seperti tokoh antagonis dalam novel.
Di tengah kekacauan, kebenaran lain ikut mencuak ke atas kenyataan. Yang merubah drastis nasib hidup sang gadis, dan nasib cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.L.I, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taukah Seberapa Besar Pengaruh Kancing? [2]
✨AGAR MEMUDAHKAN MEMAHAMI ALUR, BACA
SETIAP TANGGAL, HARI, DAN WAKTU DENGAN
BAIK
✨PAHAMI POTONGAN-POTONGAN CERITA
✨BERTYPE ALUR CAMPURAN (MAJU DAN
MUNDUR)
^^^Senin, 02 Oktober 2023 (16.51)^^^
Sang mentari sudah berpindah ke sisi timur, semakin turun dan kebawah, hendak sembunyi agar malam tiba. Pelan-pelan kaki seorang gadis melangkah, menjaga setiap dataran yang dia pijak.
Agar tidak menimbulkan suara dan kecurigaan. Gadis itu melintas dengan tenang layaknya siswa-siswi yang kebetulan pulang ke arah yang sama. Rautnya santai, bahkan berjalan sambil mendengarkan music di telinga.
Jam ini sudah menunjukan waktu pulang sekolah, ada beberapa siswa lain juga yang berjalan pulang, di rute dan arah yang sama. Kembali ke rumah atau tujuan masing-masing. Tapi Natha sekarang tidak sedang berjalan menuju rumahnya.
Ada suatu hal yang terus mengganjal di benak gadis tersebut, jadi dia memutuskan untuk mengikuti Sekar dan kedua temannya, guna meyakinkan pikirannya sendiri.
Setau Natha dia sempat mendengar desas-desus pengeluaran ketiga anak sekolahan itu dari Sekolah, karena di rasa sangat mengancam keselamatan anak lainnya, bersama demo para orang tua yang takut anak mereka ikut di celakai.
Ada cctv yang menjadi bukti kuat, saksi tindak kejahatan yang ketiganya pernah perbuat.
Sekaligus menjadi kasus pertama di keluarkannya siswa dari Sekolah Menengah Atas Jaya Pura, di bawah naungan pak Fredrik sebagai kepala sekolah langsung.
Kasus ini sangat booming di media sosial, viral di semua masa, mereka mulai mempertanyakan bagaimana kemampuan pak Fredrik dalam menangani murid-muridnya, termasuk menjadi skandal pertama dari sekolah tersohor itu yang tercium kanca media.
Tentu akan menjadi permasalah besar kelak di sekolah, tapi kini Natha tidak memikirkan kesibukan di bangunan ternama tersebut. Dia fokus untuk mengikuti Sekar, surat merah muda yang tertata dalam kotak make up nya menjadi tanda tanya besar dalam pikiran Natha, terlebih gadis itu ingat jika tulisan di novel sudah habis.
Jadi sedikit banyak kemungkinan tidak akan ada adegan lagi, yang dapat mengancam Olivia atau mempersulit Natha untuk berbicara langsung dengan Sekar.
Beberapa gadis di depan rupanya tidak mudah tertipu, mereka tahu sedang di buntuti, jadi cepat menghilang di balik gang setelah berbelok. Natha yang melihat lekas berlari, masuk ke dalam gang, takut jika dia akan kehilangan jejak ketiga gadis yang di buntutinya.
Tapi naas dugaan Natha salah, sekejap sebuah balok kayu melayang ke arah Natha, menyerangnya dengan cepat. Alhasil earphone di telinga sebelah kiri Natha terjatuh, terlepas ketika Natha mencoba menghindar cekatan.
Ternyata ketiga gadis itu sengaja berbelok masuk ke lorong, memang berniat untuk menjebak dan menghajar Natha setelah masuk.
Tapi Natha yang sekarang lebih cekatan, dia mendapatkan kuasa penuh atas tubuhnya, bukan Natha yang sama seperti di adegan dalam novel. Dia tidak akan diam begitu saja setelah di serang oleh gadis-gadis itu lagi.
Disela Natha sempat melepas earphone sebelah kanan yang tersisa, manik matanya naik membidik ketiga gadis sarkas yang sudah bersiap untuk mengeroyoknya.
Mereka menyerang Natha secara bersamaan, bergulat memukuli menggunakan perabotan yang tersisa di gang buntu itu. Siapa sangka Natha tidak mudah untuk di kalahkan, dia menghindar tapi tidak menyerang. Mempertahankan kondisi tubuhnya sebisa mungkin.
Semampunya Natha mencoba mempertahankan diri, tapi tidak menyerang atau mencoba kabur, walau sedikit kesulitan dengan kaki yang cedera. Hanya mereka bertiga yang menyerang Natha, jadi mereka juga yang akhirnya kewalahan dan kehabisan lebih banyak tenaga.
Mereka berempat sama-sama babak belur, energi mereka mulai habis, usai saling melempar dan menjambak satu sama lain. Akhirnya di penghujung ketiga gadis itu menyerah, kekuatan mereka tak sebesar di waktu adegan.
Sekarang mereka hanya siswi pada umumnya yang mencoba melindungi diri. Mengira jika Natha bermaksud jahat terhadap mereka.
Sania terengah-engah, dia kewalahan. Akhirnya mencoba buka suara. “ Lu mau apa dari kita. Ngapain lu ngikutin kita! “ Dia lemas, mendudukkan diri di jalan begitu saja. Padahal biasanya di novel, gadis itu yang paling kuat dan gesit.
Alis Natha terangkat, dia melirik sebelah earphone nya yang rusak di jalan. “ Kalian- “ Natha jeda untuk menarik nafas. Dia juga tampak kelelahan melawan ketiga orang.
“ -Ngga ngenalin gue? “ Lagi Natha hanya hendak menyakinkan apakah ketiga gadis itu sungguh tidak mengenal dirinya di luar adegan.
“ Gila! Lu pikir lu siapa, sampai kita harus kenal sama lu. “ Sania kesal.
Tapi Ruby mencoba memegangi tangan Sania agar gadis itu menahan emosinya. Tampak sikap penakut dan lugu dari wajah Ruby yang sebenarnya di luar adegan, memancar pada tangkapan penglihatan Natha. Gadis itu menelisik setiap perbedaan sifat yang tiga insan depannya lakukan di luar adegan novel.
Natha diam mendengarkan, dia mulai menyakini perkataan Sania, wajah mereka memang menunjukan jika ketiganya tidak mengenal Natha. Buktinya selama perkelahian tadi mereka tidak berniat untuk membully dan sengaja menyakiti, hanya mencoba untuk membela diri.
Bahkan menyerang bermodalkan barang-barang seadanya di sana dan secara asal.
Sekar juga diam di sudut kiri Natha, dia memerhatikan gerak mata gadis manis yang membuntuti mereka.
Matanya tajam menelusuri setiap inci wajah gadis itu. “ Lu cewek yang masuk ke wc bersamaan dengan kita waktu itu,kan? “ Nafasnya tersengal, tapi raut wajah Sekar tampak datar memandangi Natha.
Kedua teman Sekar juga lekas memandangi dia, mereka perlahan mulai sadar. Ingat dengan kejadian di tempo hari dalam toilet.
“ Hakk!! Aku juga ingat. “ Ruby menimpali, dia berbicara dengan dirinya sendiri.
Natha masih diam. Raut Sekar yang sekarang tak jauh berbeda dengan di adegan, hanya saja sifatnya yang jauh dingin dan tak gegabah. “ Hanya itu yang kalian ingat? “
“ Sialan! Mau lu apa! Kenapa juga kita harus ingat dengan hal tentang lu. Kita ngga kenal lu dan ngga punya urusan sama lu. “ Sania memuncak. Dia menunjuk Natha dengan kesal.
“ Atau… lu yang emang punya urusan sama kita. “ Raut Sania berubah curiga, dia menelisik wajah Natha. Seakan mencoba mengenali apakah Natha memang pernah mereka jumpai di lain waktu selain di toilet.
Perlahan Sekar yang kini mendekat ke arah Natha, dia mengambil sebelah earphone Natha yang telah rusak di permukaan jalan. Dan melemparkan kembali benda itu di dekat kaki Natha.
“ Gue ngga tau apa mau lu, dan siapa yang nyuruh lu untuk ngikutin gue dan temen-temen gue. Tapi gue tekanin, kalau apa yang lu mau ngga sama gue! Surat yang seharusnya gue kasi ke Aslan udah ilang di kantin, harapan gue ke dia udah ngga ada lagi. Kita juga udah di keluarin dari sekolah, jadi apapun masalah lu sama kita udah ngga ada. Berhenti untuk menganggu kita lagi. “
Mata Sekar menatap lurus, dia berbicara dengan serius. Tapi seakan tidak menuju ke Natha, melainkan mengeluarkan isi hatinya yang memang harus tersampaikan. “ Peran lu akan berakhir juga pada waktunya. “
Tanpa keempat insan itu sadari, ada seseorang lagi yang mengikuti mereka sejak awal. Tampaknya memang membuntuti Natha, ada hal yang dia inginkan dari gadis itu.
Petir bergemuruh di awan hitam sisi timur, bergelayut dengan sapuan angin, dan tampaknya sebentar lagi akan sampai di wilayah mereka. Memang musimnya bulan ini untuk memperoleh hujan, tidak di pungkiri di belahan dataran Indonesia umumnya bulan-bulan akhir tahun sering hujan.
Cuaca tersebut seperti melodi ketegangan tatapan antara Natha dan Sekar sore itu. Ada suatu hal yang memang di takdirkan dalam perkataan mereka. Tapi saling tidak memahami dan belum mengerti.
Natha perlahan bangun, dengan sedikit sakit menahan kakinya, dia mengambil sebelah earphone rusaknya yang terbengkalai di jalan. Menatapi benda itu untuk beberapa waktu.
“ Earphone ini udah rusak. Dia ngga bisa di benahi atau dicoba untuk di betulkan. Begitu juga dengan surat atau rencana yang kalian buat. Gue harap masalah kita hanya sampai di sini, jangan pernah lu coba buat ngedeketin orang-orang yang pernah coba lu sakitin waktu lalu. Seperti apa yang lu bilang, kita udah ngga ada urusan sama sekali. “
Bola mata Natha yang tadinya menatap earphone berpindah, memutar naik menatap Sekar di depannya.
Mereka saling memandangi untuk beberapa waktu, tapi setelahnya Natha memilih pergi, surat yang dia pertanyakan sudah hilang seperti apa yang dikatakan Sekar.
Walaupun itu adalah kebohongan, tapi tampilan ketiga gadis itu sekarang cukup memberi Natha ketenangan. Mereka hanya menjadi tokoh antagonis di novel, tidak memiliki niat lain atau pikiran jahat untuk terus menyerang Olivia.
Terbukti mereka yang tidak menyakiti Natha sore ini, tampak berbeda seperti di sekolah saat adegan sebelumnya yang, seolah mereka memang memiliki dendam kesumat kepada Natha.
Rintik-rintik gerimis mulai berjatuhan, beberapa orang sudah berlari menghindari terpaan air. Tapi tidak dengan Natha yang hanya berjalan pelan di bawah derasnya hujan, dia mengepal erat earphone yang rusak, diam dengan seribu pikirannya.
Seluruh pakaian dan rambut Natha basah kuyup, hujan menderasi langkah gadis itu. Di pandangi oleh Sekar dari kejauhan, ikut memandangi buntut punggung Natha yang menjauh, sampai Sania dan Ruby menyadarkan gadis itu serta mencoba mengajaknya untuk segera pergi. Karena hari semakin marah menumpahkan gejolak air.
^^^Minggu, 03 September 2023 (18.01)^^^
“ Hah! “
Deruan nafas berpacu cepat silih berganti, bergejolak dengan untaian keringat yang mengucur, angin menabrak kuat dua raga insan yang tengah berlari.
Berlewatan dari sebalik koridor kelas, sore terus sembunyi dan menenggelamkan sinar terangnya. Tidak ada lagi yang tersisa, hanya petang hari yang semakin redup di makan pucuk malam.
Kala itu Aslan bergegas menarik tangan Natha, mereka masuk dalam ruangan khusus penyimpanan barang-barang dan alat olahraga. Hampir seperti gudang, tapi lebih rapi dan tertata, dengan rak-rak yang menjulang tinggi di sekeliling isi tempat.
Aslan dan Natha memojokkan diri di celah rak, mereka berdiri di ujung tempat, dan saling berderetan sebaris menyamping.
Mencoba menetralkan gejolak jantung, yang berpacu kencang akibat berlari. Tapi netra Aslan rupanya cukup jeli melihat kesialan dalam kepanikan waktu, dari warna baju yang gadis itu gunakan, tampak terlukis cerah di gelapnya ruangan tersebut.
Tidak berpikir lebih, Aslan bergegas menarik raga mungil Natha untuk tegap mendirikan tubuh di depan posisinya, lalu mengulum tubuh kecil sang gadis.
Dengan upaya agar kemeja hitam terbukanya, dapat menyamarkan warna cerah baju Natha, di balik rona gelap suasana.
“ Dimana mereka! Bukankah aku liat mereka berada di dekat sekitaran tempat ini tadi. “ Ribut suara seorang pria memenuhi keadaan luar, tampak berpakaian seragam khusus satpam. Dia celingak-celinguk mencari di sekeliling.
Tidak lama teman yang sejenis juga menyusul, mereka terengah-engah habis mengejar. Juga seorang satpam milik gedung Sekolah Menengah Atas Jaya Pura. “ Kau yakin? Aku tidak terlalu memperhatikan karena suasana gelap. “
Pria semula tidak mau di ragukan argumennya, akhirnya berinisiatif dengan curiga untuk menelusur ruangan khusus penyimpanan yang kebetulan tidak terkunci samping mereka.
Pelan sang satpam pertama membuka daun pintu, dia melangkahkan hati-hati kaki untuk lebih masuk, sekeliling tampak gelap tanpa cahaya lampu dan pesona malam yang tiba. Juga tidak berpenghuni suara tubuh manusia, sangat sunyi seolah tidak ada siapapun.
“ Kau bercanda? Mereka tidak akan masuk ke sini. Tempat itu terlalu gelap, aku pikir mungkin mereka sudah sembunyi di dala kelas. Tempat itu yang paling etis dan memiliki pelung terbuka saat ini. “
Teman satu pekerjaannya memberi nasehat, pria itu tidak terlalu masuk ke dalam. Hanya berbicara di ambang pintu karena takut harus masuk ke tumpahan kegelapan ruangan.
“ Huh… “ Satpam di awal menghela kasar. Dia tidak punya pilihan karena perkataan sang partner ada benarnya.
Menghadiahkan pilihan sang penjaga untuk keluar kembali, lagipun setelah di teliti dangkal dia tidak menemukan tanda-tanda. Tertipu di balik kecermatan diam dua siswa Sekolah Menengah Ats.
Mereka telah pergi untuk menyusuri ruang kelas terdekat sekarang. Tampak raga tegang dua manusia, silih bernafas dengan lega. Natha termenung di dekapan Aslan, aroma dari tubuh hangat sang lelaki begitu menganggu konsentrasinya, bau bercampur antara keringat dan parfum yang lembut khas milik Aslan.
Memikat dan maskulin di dalam pelukan yang bahkan mencapai pucuk atas kepala Natha untuk menenggelamkan raga sang gadis, karena Natha hanya sebatas tinggi dada Aslan. Jadi dia benar-benar tersembunyi saat Aslan memeluknya dan membenamkan di sebalik kemeja baju.
“ Lu ngga papa? “ Aslan yang telah tenang, mencoba mengecek keadaan gadis yang berada di Kungkungan tubuhnya. Mengintip di cela tangan yang belum terlalu turun.
Natha menaikan pandangan untuk membalas respon panggilan Aslan, wajah mereka saling bertemu, dengan jarak hidung yang sudah terkikis sebatas satu ruas jari.
Siluet dua hamparan muka saling mengarah, dengan rona hidung tajam milik Aslan, dan garis rambut yang menjuntai panjang sebatas pipi pada sekitaran rahang Natha. Mereka menjeda di keadaan waktu, larut dari gelapnya ruangan penyimpanan milik Sekolah Menengah Atas Jaya Pura.
“ Gu-gue ngga papa! “ Natha salah tingkah, kelabakan melepaskan dirinya dari lingkaran tangan Aslan. Rona memanas terlihat di sekitaran pipi Natha, tapi tidak begitu tertangkap dari mata Aslan. Akibat akses suasana mereka yang sangat gulita.
Aslan menyeringai gemas dengan respon sang gadis, meski tidak terlalu tampak tapi dia mengerti pergerakan salah tingkah Natha. Lalu kembali ke pintu masuk utama setelah memastikan satpam yang mengejar mereka tidak ada lagi di sekitaran tempat.
Naas, akses keluar keduanya telah terkunci, sang satpam dengan sengaja memblokade pintu, dia telah teledor sampai membiarkan ruangan yang cukup penting itu terbuka. Padahal tidak tahu, jika dua siswa yang di cari tengah ada di dalam sana.
“ Pintunya ke kunci? “ Natha bertanya cemas, dia memahami pergerakan tubuh Aslan yang terus mencoba menarik benda penghalang tersebut.
Aslan mau tidak mau mengangguk untuk mengakui, memang inilah kenyataannya.
“ Trus gimana? “
“ Gue telpon Iefan. “ Aslan bergerak kembali ke salah satu sisi rak, guna mendudukkan diri dan mengeluarkan handphone yang dibawa. Beruntung dia tidak meninggalkan benda tersebut.
Natha tidak banyak bertindak, walaupun dia panik, tapi keadaan juga tidak bisa di paksakan. Berharap pada rencana Aslan untuk meminta Iefan datang guna membukakan akses bagi mereka.
Pintu itu tak mudah untuk di dobrak, sudah dirancang sedemikian rupa agar kokoh, sekalipun tubuh tinggi Aslan mampu untuk melakukannya, dia tetap memilih untuk meminta bantuan di banding membobol.
Sebab jika dipaksakan, selain akan rusak, alarm yang terpasang di pintu pasti akan menyambung ke sirine utama, guna memberi tahukan jika benda tersebut telah di buka secara paksa dan diperkirakan telah terjadi hal yang berbahaya.
Tentunya akan membuat masalah bertambah, mereka tidak mungkin dibiarkan saja oleh Kepala Sekolah jika benar-benar ketahuan telah merusak fasilitas Sekolah Menengah Atas Jaya Pura termasuk pintu sekalipun.
Kesudahannya memberi tampilan pada raga Natha yang perlahan-lahan mendekat untuk mendudukkan diri samping Aslan. Kondisi di sekitar terlalu gelap, jelas sedikit memberi rasa takut bagi sang gadis, dari pada memilih menjejakkan bokong di area lain jauh dari Aslan.
Suasana sunyi sejenak, Natha masih kalut dengan kondisi jantungnya, begitu juga Aslan yang entah kenapa hanya diam sejak tadi. Menunggu Iefan membuka pintu tentu memerlukan waktu, supaya satpam yang telah waspada tadi berangsur lengah kembali, dan memberi peluang guna Iefan masuk ke sekolah di celahnya.
Tubuh Natha bertekuk, antara lutut dan perut, yang di lilit oleh lingkaran tangan. Sementara Aslan yang duduk di sayap kanan Natha berselunjur pada sebelah kaki kiri, dan sisa kaki kanan di tekuk sama untuk menyangga bentangan lengan.
“ Lu… ada suka seseorang kah? “ Natha membuka pembicaraan, topik yang dipilih memang cukup sensitif, tapi dia terlalu gemas untuk menanyakan perihal tersebut, karena dukungan gejolak hati yang juga menginginkan demikian.
Alhasil memupuk pilihan Natha guna membuka omongan menggunakan kalimat tanya itu. Lagi pula tidak ada ide basa-basi lain yang terpikir dalam kolam otak sepintas Natha.
Aslan sedikit kaget atas pertanyaan gadis di sebelah, dia menoleh spontan. Handphone yang digunakan untuk menghubungi Iefan telah tersembunyi di sebalik kocek celana bagian kiri. Mereka tinggal menunggu kedatangan sang teman laki-laki. “ Kenapa? Lu menyukai gue? “
Kalimat itu sukses menyentakan jantung Natha, meski dia tahu Aslan tengah bercanda, tapi perkataan yang pria itu berikan terlalu frontal untuk di dengar.
Apalagi tengah kondisi Natha saat ini, otaknya terus berkelahi antara kesadaran normal dan keinginan lubuk hati. Terpupuk dari sikap-sikap Aslan yang terus memberi noda lain dalam hati Natha. “ Ha! Cih-cih! Haha, gila lu. Ya kali gue suka sama lu. “ Dia berbohong.
“ Nah, trus kenapa lu bertanya kaya gitu? “ Aslan masih santai menanggapi Natha, sengaja menjahili gadis mungil di sisinya. maniknya tetap lekat dan setia, untuk menontoni wajah Natha dalam keadaan remang.
“ Ya… gue cuma penasaran. Lagian banyak cewek-cewek cantik di sekolah, yang selalu ngejar-ngejar lu. Masa iya, ngga ada satupun yang lu suka. “ Natha bertutur acak, sebenarnya hanya pengalihan, sekaligus sedikit terbumbu dari rasa penasaran jika Aslan menyukai Olivia atau tidak.
Deretan gigi rapi Aslan terkulai ketika dia senyum, saat ini sudah mengilir arahan kepala pada bentangan hampa di depan. “ Entahlah. Gue cuma punya cinta pertama. “
“ Cinta pertama? “
“ Dia teman masa kecil gue. “ Laki-laki itu terlihat serius kali ini, walah kata-katanya mungkin sepintas seperti sedang berguyon. Menjawab ujaran Natha tanpa menghunus padangan pada gadis tersebut.
“ Walau kedekatan kami singkat, tapi gue tetap ingat. Dia orang yang ada di hati gue, dan menjadi insan pertama yang memberikan gue makanan secara tulus. “
Sedikit ada rasa kecewa di hati Natha, entah dia sadari atau tidak. Pasalnya raut gadis itu telah berpindah bungkam di samping, sudah memindahkan arah pandangan untuk tidak mengamati muka Aslan lagi.
Keduanya kembali diam dalam zona gelap, larut di pikiran dan benak sendiri-sendiri. Menghabiskan beberapa waktu yang telah menjadi malam di langit luar, sembari menunggu kedatangan Iefan.
^^^Rabu, 04 Oktober 2023 (19.17)^^^
Wusss…
“ Aaaaaaaa!!!!! “
“ Apakah… aku yang sebenarnya menjadi tokoh antagonis di sini? “
Kedua penglihatan Natha melebar, dia terduduk bersimpuh di lantai panggung. Seiring keributan dan keberadaan orang lain kocar-kacir. Netra Natha terparah, ke sorot Olivia di tengah kepungan dua lelaki, antara Aslan sisi kanan, dan Iefan sebelah kiri.
Beruntung mereka cepat datang dan menarik Olivia, agar tidak terkena timpaan lampu panggung secara langsung.
Saat itu Natha terdiam bisu, dia berada di area gelap dan tidak terpancar lampu, sementara Aslan dan Iefan di area yang penuh sorotan cahaya. Sehingga semua orang bisa melihat hal tersebut, pertolongan antara Aslan dan Iefan untuk Olivia. Masa itu Natha merasa, jika dia adalah pengganggu di tengah kisah antara tiga sosok di depan.
...~Bersambung~...
✨MOHON SARAN DAN KOMENNYA YA
✨SATU MASUKAN DARI KAMU ADALAH SEJUTA
ILMU BAGI AKU