Jihan yang polos dan baik hati perlu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk membayar tagihan medis ibunya yang sakit parah. Terpaksa oleh situasi, dia menandatangani kontrak pernikahan dengan CEO perusahaan, Shaka. Mereka menjadi suami istri kontrak.
Menghadapi ibu mertua yang tulus dan ramah, Jihan merasa bersalah, sedangkan hubungannya dengan Shaka juga semakin asmara.
Disaat dia bingung harus bagaimana mempertahankan pernikahan palsu ini, mantan pacar yang membuat Shaka terluka tiba-tiba muncul...
Bagaimana kisah perjalanan Jihan selama menjalani pernikahan kontrak tersebut.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Sesekali Shaka melirik Jihan yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya. Sepanjang perjalanan hanya diisi keheningan. Shaka juga tidak berniat menyalakan musik untuk mengisi keheningan. Sebab pria sedang sibuk dengan pikirannya akibat perkataan Jihan. Perkataan itu sebenarnya biasa saja, tapi cukup mengusik harga diri dan kepercayaan dirinya yang selama ini di junjung tinggi.
Sejak dulu selalu digandrungi banyak wanita. Menjadi idola kaum hawa di sekolah maupun kampus, bahkan sampai di perusahaan sekalipun. Tentu membuat Shaka percaya diri bahwa dia adalah tipe pria sejuta umat. Tapi baru kali ini ada wanita yang terang-terangan mengakui kalau Shaka bukan tipenya. Jelas menjadi tanda tanya dan masalah bagi Shaka. Apalagi perkataan itu bukan berasal dari mulut model terkenal ataupun putri dari Kerajaan. Melainkan dari wanita biasa seperti Jihan.
Sampai mobil mewah itu terparkir di perusahaan, mulut keduanya terkunci rapat. Jihan bergegas turun lebih dulu, wanita itu sedikit keras membanting pintu. Bukan karna kesal pada si pemilik mobil, melainkan kesal pada seseorang yang mengiriminya pesan hinaan menggunakan nomor tidak di kenal.
Melihat aksi arogan Jihan, Shaka buru-buru turun dan berniat menegur istrinya itu. Namun belum sempat membuka mulut, Jihan lebih dulu bersuara.
"Maaf Pak Shaka, saya duluan." Pamit Jihan membungkuk sopan dan menghilang begitu saja dari hadapan Shaka.
Pria itu mematung di tempat. Lagi-lagi dibuat heran oleh sikap dan tingkah Jihan. Tadi Jihan masih punya nyali untuk berdebat, bahkan tidak takut menunjukan wajah kesalnya di depan Shaka. Sekarang malah kembali bersikap normal dan formal, walaupun wajahnya terlihat menahan amarah dan kesedihan.
"Sebenarnya dia itu makhluk apa.?".Gumam Shaka sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. Bingung sendiri dengan sikap Jihan. Sudah seperti bunglon yang bisa berubah-ubah warna.
...******...
Di dalam perusahaan, Diana menahan langkah Jihan saat melihat wajah sahabatnya tampak kacau. Bersahabat sejak lama, membuat Diana tau apa yang dirasakan oleh Jihan hanya dengan melihat raut wajah dan tatapan matanya.
"Muka kamu kenapa kusut begitu.? Belum dapat jatah dari Pak Shaka.?" Ujar Diana pelan. Bibir Jihan mengerucut sembari menyikut Diana.
"Mba Diana jangan suka ngomong yang aneh-aneh. Kalau ada yang denger gimana." Protesnya.
Diana hanya terkekeh, keduanya kemudian melanjutkan langkah memasuki lift karyawan.
"Ya ampun, perempuan itu minta di hajar sepertinya.!" Geram Diana selesai membaca chat di ponsel Jihan.
Seseorang mengirim chat berisi hinaan pada Jihan. Kata-katanya cukup pedas dan tidak masuk akal, jelas Diana langsung geram. Siapapun pasti tidak akan terima kalau sahabatnya di hina dengan kata-kata kejam seperti itu.
"Apa dia lupa kalau hubungan ku sama Mas Rafka sudah lama selesai." Gerutu Jihan sembari mengambil ponselnya dari tangan Diana. Wanita itu tak habis pikir dengan calon tunangan Rafka yang masih suka mengirim pesan teror dan ancaman.
Bukan salah Jihan kalau Rafka masih berusaha menghubunginya walaupun berkali-kali nomornya sudah di blokir. Tapi Rafka tidak pernah lelah menghubungi Jihan dengan nomor baru. Padahal sudah tau kalau chatnya tidak akan di balas dan endingnya akan diblokir.
"Bukan itu masalahnya. Tapi karna dia tau kalau Rafka belum bisa move on dari kamu." Sahut Diana sedikit sewot. Tak habis pikir dengan perbuatan Alisha.
"Ck.! Alih-alih menegur Mas Rafka supaya move on, wanita itu malah meneror ku." Ujarnya menahan kekesalan.
"Coba sekali-kali turuti kemauan Rafka. Mungkin ada hal penting yang ingin dia bicarakan. Siapa tau setelah kalian bertemu, Rafka berhenti menganggu kamu lagi." Saran Diana untuk mengakhiri permasalahan yang tak kunjung usai.
Permasalahan yang berawal dari penolakan Jihan untuk bertemu. Mungkin Rafka masih penasaran alasan Jihan mengakhiri hubungan mereka. Atau belum puas dengan penjelasan Jihan.
"Ntahlah. Nanti aku pikirkan lagi." Sahut Jihan lesu.
Keduanya berpisah setelah keluar dari lift.
...******...
"Astaga Jihan, kamu mau kabur ke Swiss cuma gara-gara kita minta party.?" Seloroh salah satu rekan kerja Jihan saat tau kalau partynya di undur bulan depan. Sebab lusa Jihan akan pergi ke Swiss.
Jihan menggeleng cepat. Kalau bisa, dia ingin batal saja pergi ke Swiss. Karna acara bulan madu itu sama sekali tidak cocok untuk pasangan nikah kontrak.
"Bukan begitu, aku juga nggak tau kalau akan pergi mendadak."
"Sebagai gantinya, bagaimana kalau siang ini kita makan di kafe depan perusahaan.?" Tawaran Jihan di sambut teriakan heboh satu ruangan.
Kini Jihan bingung bagaimana caranya mengajak Shaka untuk ikut makan siang dengannya. Karna tidak mungkin dia pergi tanpa Shaka. Sedangkan acara makan siang itu untuk merayakan pernikahan mereka. Apa yang akan dikatakan teman-temannya kalau Shaka tidak ikut.
Wanita itu akhirnya mengirimkan pesan pada Shaka, mengatakan kalau dia akan datang ke ruangannya karna ada hal yang ingin dibicarakan.
...*******...
Jihan membuka pintu ruangan Shaka setelah di ijinkan masuk. Senyum di wajah Jihan terlihat kaku karna di paksakan. Dia berusaha bersikap ramah demi meluluhkan hati Shaka supaya mau menyetujui permintaannya kali ini.
"Maaf kalau mengganggu." Ucap Jihan sambil mendekat ke meja kerja Shaka dan duduk di depannya tanpa di suruh.
"Ada apa.?" Tanya Shaka dengan sebelah alis yang terangkat. Lalu kembali fokus membaca berkas di tangannya.
"Pak Shaka ada agenda apa siang ini.?"
"Saya mau minta tolong." Ucap Jihan sedikit ragu. Dia tidak yakin Shaka mau ikut dengannya, mengingat pria itu sangat sibuk dan cuek. Apalagi kalau harus menemaninya makan siang bersama anak-anak divisi umum.
"To the point saja Jihan, saya sedang banyak kerjaan." Balas Shaka tanpa menatapnya.
Seketika Jihan menghela nafas lesu. Dia bahkan belum minta tolong, tapi sudah tau jawabannya.
Jihan kemudian menjelaskan pada Shaka alasan ingin mentraktir rekaan kerjanya makan siang. Shaka hanya menjadi pendengar tanpa menginterupsi hingga Jihan selesai bercerita.
"Bagaimana Pak.? Bisa kan.? Nanti apa kata mereka kalau Pak Saya nggak ikut." Pinta Jihan sedikit memohon.
"Kamu tau sendiri kalau aku sibuk. Kenapa membuat acara dadakan seperti ini." Sahut Shaka dengan nada mengomel.
"30 menit lagi saya ada janji temu dengan rekan bisnis. Kamu sendiri saja, atau ajak Diana untuk menemani kamu." Di akhir kalimat, Shaka menatap Jihan sambil menutup berkas di tangannya.
Jihan menghela nafas berat. Salahnya juga tidak konfirmasi dulu dengan Shaka.
"Ya sudah, saya ajak Mba Diana saja." Jihan beranjak lesu dari duduknya. Pasti dia akan dicecar banyak pertanyaan oleh rekan-rekannya karna Shaka tidak ikut menemaninya.
"Di restoran mana.?" Suara datar Shaka menghentikan langkah Jihan yang hampir sampai depan pintu.
"Nanti saya datang setelah ini, tapi nggak janji." Lanjutnya.
Jihan berbalik badan dan menatap Shaka antusias.
"Cuma di kafe depan perusahaan Pak." Jawabnya.
Kening Shaka langsung mengkerut dan menunjukkan wajah tak suka.
"Kamu ingin mempermalukan saya.?" Tanya Shaka dingin. Kafe itu sangat sederhana, jelas Shaka akan malu kalau dia mentraktir karyawannya di kafe itu.
"Makan di restoran belakang perusahaan saja.!" Tegasnya dengan nada bicara tak mau dibantah.
"Isi kartu atm di tangan kamu itu lebih dari cukup untuk mentraktir semua orang." Lanjutnya.
Jihan berdecak lirih, dia tau kalau harga diri suaminya sangat tinggi.
"Bukannya kartu itu untuk kompensasi karna Pak Shaka sudah cium saya." Seloroh Jihan tak mau rugi. Sebab mentraktir rekan kerjanya di restoran itu sudah pasti akan menguras banyak uang.
"Astaga. Kamu perhitungan sekali. Nanti saya ganti.!" Balas Shaka sewot.
"Begitu lebih baik." Jihan tersenyum lebar dan buru-buru keluar dari ruangan Shaka.
"Wanita itu benar-benar." Gumamnya heran. Tapi anehnya Shaka tidak fikir buruk tentang Jihan, walaupun terkesan matre.