Ketika Akbar tiba-tiba terbangun dalam tubuh Niko, ia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Meskipun bingung, Akbar melihat kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih baik sambil berusaha mempertahankan identitasnya sendiri. Dalam prosesnya, ia berjuang meniru perilaku Niko dan memenuhi harapan keluarganya yang mendalam akan sosok Niko yang hilang.
Di sisi lain, keluarga Trioka Adiguna tidak ada yang tau kalau tubuh Niko sekarang bertukar dengan Akbar. Akbar, dalam upayanya untuk mengenal Niko lebih dalam, menemukan momen-momen nostalgia yang mengajarinya tentang kehidupan Niko, mengungkapkan sisi-sisi yang belum pernah ia ketahui.
Seiring berjalannya waktu, Akbar terjebak dalam konflik emosional. Ia merasakan kesedihan dan penyesalan karena mengambil tempat Niko, sambil berjuang dengan tanggung jawab untuk memenuhi ekspektasi keluarga. Dengan tekad untuk menghormati jiwa Niko yang hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Farhan Akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2 Sahabat Karib yang Menonjol
Mia dan Clara duduk di sebuah meja di teras cafe sekolah, dikelilingi tanaman hijau yang memberi suasana sejuk. Di atas meja, piring berisi berbagai hidangan lezat: pasta, salad segar, dan smoothies berwarna cerah. Suara musik lembut mengalun dari dalam cafe, sementara aroma kopi dan makanan menggoda hidung mereka.
Mia, dengan kemeja biru cerah dengan renda-renda, mengambil segelas smoothie mangga dan menyeruputnya dengan ceria. "Kamu harus coba ini, Clara! Rasa mangga ini segar banget!" ujarnya sambil mengulurkan gelasnya.
Clara, tersenyum sambil mengambil sendok dari piring pasta yang dipilihnya. "Oke, tapi aku lebih suka pasta ini. Rasanya creamy dan enak!" balasnya, lalu menyuap pasta dengan penuh semangat.
Mia memandangi Clara yang duduk di sebelahnya, merasakan rasa bangga sekaligus cemas. "Dia memang selalu menonjol," pikirnya dalam hati, memperhatikan penampilan Clara yang stylish dan karisma alaminya. "Apakah setiap harinya itu selalu bertumbuh?"
Sambil melihat sekeliling, Mia menyadari bahwa banyak mata tertuju pada mereka, terutama pada Clara. Mereka berdua menjadi pusat perhatian di teras cafe, dan meskipun Mia senang sahabatnya menarik perhatian, dia tidak ingin menyinggung perasaan Clara.
"Semoga dia tidak merasa terbebani," pikir Mia, mengingat betapa pentingnya persahabatan mereka. Dia tidak ingin Clara merasa bahwa dia harus selalu bersinar lebih terang dari yang lain.
Menikmati hidangan sambil mendengarkan musik yang lembut. Suasana hangat membuat mereka merasa nyaman, meskipun di sekitar mereka, banyak siswa yang berlalu-lalang.
"Eh, kamu tahu nggak sih tentang Niko? Dia baru masuk lagi ke sekolah," kata Mia sambil mengambil sendok pasta.
Clara mengangguk. "Iya, aku dengar. Katanya dia anak nakal di kelas 2 Grade F. Banyak rumor beredar tentang dia."
Mia mengerutkan dahi, penasaran. "Sama sekali belum pernah ngobrol panjang dengan dia. Kita cuma pernah lihat dia seringkali di koridor dan ruangan VIP."
Clara mengangguk. "Iya, dia kelihatannya selalu dikelilingi teman-teman, tapi belum ada yang benar-benar mendekati. Mungkin karena reputasinya."
Sebelum mereka melanjutkan obrolan, Clara menoleh ke arah Mia dengan ekspresi serius. "Mia, aku mau minta maaf. Aku ngerasa ada yang berubah antara kita, terutama setelah kejadian dengan Sofia. Aku nggak tahu pasti apa yang bikin kita menjauh," katanya pelan.
Mia terkejut, tapi segera memberikan senyuman lembut. "Nggak apa-apa, Clara. Aku juga ngerasain hal yang sama. Sofia memang bikin suasana jadi rumit, dan kadang aku merasa kita terjebak di situ."
Clara mengangguk, tampak lega bisa berbicara tentang perasaannya. "Aku hanya ingin kita tetap dekat. You're my BESTie, dan aku nggak mau ada yang mengganggu hubungan kita."
Mia menggenggam tangan Clara. "Me too! Kita harus saling mendukung, apapun yang terjadi. Kita bisa melewati semua ini bersama."
Mia memandang Clara dengan penuh pengertian. "Ini bukan salahmu, Clara. Lagian, "I don't want to be Sofia's doll."(aku tidak ingin jadi bonekanya Sofia) ujarnya dengan tegas.
Clara mengangguk, merasakan dukungan dari sahabatnya. "Aku juga merasa seperti itu. Kadang aku merasa terjebak dalam drama yang dia buat."
Mia melanjutkan, "Kita punya hidup kita sendiri, dan kita tidak perlu mengikuti apa yang dia inginkan. Kita bisa tetap jadi diri kita sendiri tanpa terpengaruh."
Clara tersenyum, merasa lega. "You Right. Kita harus fokus pada diri kita sendiri dan hubungan kita. Kita bisa menghadapi semua ini bersama."
Saat Mia dan Clara asyik menikmati hidangan mereka di teras cafe sekolah, suasana ceria dan hangat menyelimuti mereka. Mia mengaduk smoothie mangga sambil tertawa mendengar lelucon Clara, dan keduanya tampak sangat nyaman dalam kebersamaan mereka.
...****************...
Tiba-tiba, geng Niko yang terdiri dari beberapa siswa populer menghampiri meja mereka, menarik perhatian semua orang di sekitarnya. Mereka duduk di meja terdekat, berbincang dan tertawa dengan suara yang cukup keras. Niko, yang duduk di tengah, terlihat santai dengan gaya kasualnya.
Clara melirik ke arah geng Niko yang lagi nongkrong di teras cafe. "Tumben banget ya, geng Niko makan di luar? Biasanya mereka selalu di VIP Room," katanya dengan nada penasaran.
Mia mengangguk, ikut memperhatikan. "Iya, bener. Kayaknya mereka pengen suasana baru atau mungkin lagi butuh refresh dari rutinitas."
Clara tersenyum, merasa sedikit excited. "Mungkin mereka lagi pengen berbaur sama kita. Who know, kan?"
Mia tertawa. "Atau mungkin Niko cuma lagi cari alasan buat melirik kita," ujarnya sambil mengedipkan mata.
Clara ngangguk, berusaha tetep cool. "Iya, bener. Tapi kayaknya Niko gak terlalu fokus sama kita, deh."
Tapi saat Mia ngeliatin lebih seksama, dia nyadar Niko sesekali curi pandang ke arah mereka. "Eh, Clara, dia melirik kita, lho! Serious!" serunya, gak bisa nahan rasa excited.
Clara ngerasa jantungnya berdegup kencang. "Apa? Are you serious? Mungkin dia cuma curious," jawabnya sambil nyoba buat tetep chill.
Mia senyum nakal. "Yuk, kita tunjukkin kalo kita juga seru! Ayo, lebih ekspresif dikit!"
Clara menatap Mia dengan sedikit ragu. "Tapi, gimana caranya kita dekati mereka? Aku agak nervous, lho."
Mia tersenyum lebar. "Ya udah, langsung aja kita samperin geng mereka! Nggak perlu overthinking. Cukup percaya diri dan santai."
Clara menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Oke, kamu bener. Kita harus berani. Lagipula, mereka juga manusia biasa."
Mia mengangguk semangat. "Exactly! Ayo, kita tunjukkan kalo kita juga asyik. Siapa tahu mereka mau ngobrol."
Dengan tekad yang baru, mereka berdua berdiri dan melangkah ke arah geng Niko, siap untuk menjalin pertemanan baru dan merasakan momen seru di hari itu.
Clara dan Mia saling bertukar tatapan penuh semangat sebelum melangkah menuju meja geng Niko. Suasana teras cafe yang cerah menambah keberanian mereka. Saat mereka mendekat, tawa Roni dan Vin terdengar jelas, membuat Clara merasa sedikit lebih percaya diri.