Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.
Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.
Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama Churros dan Obrolan Tengah Malam
Hari ini, Zoe dan Ethan akhirnya memutuskan untuk bertemu lagi di kafe, tapi kali ini bukan karena kebetulan. Zoe yang mengatur semuanya dan, tentu saja, dia punya agenda rahasia yang baru diungkap saat mereka sudah duduk dengan minuman masing-masing di tangan.
"Jadi, kamu ingat festival kemarin?" Zoe memulai, sambil menyeruput es kopinya dengan gaya sok dramatis.
Ethan, yang sudah menduga akan ada sesuatu, mengangguk pelan. "Ya, kenapa?"
"Churros-nya!" Zoe berseru sambil menunjuk ke arah Ethan, yang tampak kebingungan. "Aku nggak bisa berhenti mikirin churros itu! Dan aku dapat ide cemerlang. Gimana kalau kita bikin churros sendiri?"
Ethan berkedip. Bikin churros? Ini serius?
"Aku nggak ahli masak," jawab Ethan sambil mengangkat bahu. "Lagipula, churros itu kan digoreng, harus pake teknik. Nggak bisa sembarangan."
Zoe menyipitkan mata ke arah Ethan. "Oh, jadi kamu underestimate kemampuan masakku, ya? Aku ini ratu dapur, tahu nggak?"
Ethan menatapnya dengan ekspresi datar. "Ratu dapur, ya? Terus, kenapa kamu pernah cerita kalau kamu hampir bakar apartemen cuma karena goreng telur?"
Zoe tertawa terbahak-bahak. "Itu karena wajan yang salah! Aku salah pilih wajan, bukan salahku sepenuhnya!" Zoe mengelak, meski jelas dia nggak mau mengakui kalau skill masaknya masih jauh dari harapan.
Ethan menghela napas, tapi senyuman tipis muncul di wajahnya. Dia nggak bisa bohong, ide Zoe selalu terdengar gila, tapi dia mulai terbiasa dengan ritme kacau Zoe yang, entah gimana, selalu bikin hidupnya lebih berwarna.
"Oke, kalau gitu, kapan kita bikin churros ini?" tanya Ethan akhirnya. Dia sudah bisa menebak, apapun yang bakal terjadi nanti, pasti ada kekacauan yang menyertainya.
Zoe langsung bersorak, seperti baru memenangkan lomba. "Yay! Gimana kalau hari Sabtu? Di apartemenku, jangan khawatir, aku punya semua bahan!"
Ethan mengangguk setuju. "Baiklah, tapi jangan salahin aku kalau churros-nya gagal total."
Zoe menepuk meja dengan semangat. "Jangan khawatir! Aku janji kali ini semuanya bakal lancar. Kita bakal jadi master churros dalam sehari!"
---
Sabtu tiba, dan seperti yang sudah Ethan prediksi, apartemen Zoe adalah definisi dari ‘organisasi dalam kekacauan.’ Di dapur, Zoe sudah menyiapkan bahan-bahan buat churros, tapi ruangannya berantakan. Ada tepung di lantai, gula tersebar di meja, dan adonan churros yang seharusnya rapi malah mirip bubur.
Ethan menatap dapur Zoe dengan ekspresi yang tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. "Ini... aman, kan?"
Zoe menatap Ethan dengan penuh keyakinan. "Jelas aman! Gini lho, aku baru aja belajar dari video tutorial di YouTube. Kelihatan gampang, kok!" Zoe menepuk panci berisi minyak yang mulai panas. "Minyaknya udah siap. Kita tinggal masukin adonan ini ke piping bag dan bentuk churros-nya!"
Ethan memperhatikan Zoe yang berusaha menuang adonan churros ke piping bag dengan tangan yang penuh tepung. Sepertinya, dia sangat percaya diri, padahal situasinya nggak sepenuhnya terkendali.
Saat Zoe akhirnya berhasil memeras adonan keluar dari piping bag ke dalam minyak panas, churros itu... agak aneh bentuknya. Bukan lingkaran, bukan juga tongkat. Lebih mirip sesuatu yang, kalau dilihat dari kejauhan, bakal dikira hewan laut yang aneh.
“Em, churros-nya kayak…” Ethan berusaha mencari kata yang tepat, “…unik?”
Zoe tertawa. “Lihat, nggak masalah bentuknya kayak gimana, yang penting rasanya, kan?”
Ethan mengangguk, meskipun dalam hati dia nggak yakin churros itu bakal enak. Setelah beberapa saat, churros pertama selesai digoreng, Zoe buru-buru mencelupkannya ke dalam saus cokelat dan menyerahkannya ke Ethan dengan antusias.
“Coba duluan!” Zoe berkata dengan mata berbinar-binar.
Ethan memandang churros itu dengan penuh curiga. Bentuknya bener-bener nggak menarik, tapi karena dia nggak mau merusak suasana, dia mengambil gigitan kecil. Saat rasanya mulai tercium di lidahnya, dia terdiam.
“Gimana? Enak kan?” tanya Zoe dengan penuh harap.
Ethan menelan dengan hati-hati. “Kalau aku jujur…” dia mulai, membuat Zoe menahan napas, “…rasanya nggak seburuk yang aku kira.”
Zoe langsung bersorak dengan keras. “Yay! Aku tahu aku bisa! Aku bakal jadi chef terkenal sebentar lagi.”
Ethan tertawa kecil. “Iya, tapi mungkin kita harus bekerja sedikit lebih keras buat bentuknya, biar nggak kelihatan kayak... makhluk asing.”
Zoe hanya tertawa. “Bentuk churros-nya itu seni, Ethan! Jangan terlalu terjebak dalam standar! Lihat ini sebagai karya seni abstrak!”
“Ya, seni abstrak yang bisa bikin orang ngeri,” sahut Ethan sambil tertawa kecil.
Setelah beberapa kali percobaan, churros-churros yang mereka hasilkan mulai terlihat sedikit lebih baik. Bukan sempurna, tapi setidaknya sekarang bentuknya lebih menyerupai churros, dan rasanya juga mulai membaik. Zoe dengan bangga memamerkan churros buatan mereka di Instagram Story-nya, sambil menyisipkan caption, “Master churros dalam sehari! Jangan kaget kalau kita buka kafe sebentar lagi!”
Ethan hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihat betapa percaya dirinya Zoe. Tapi diam-diam, dia merasa senang. Meski penuh kekacauan, kegiatan masak bareng Zoe memberikan warna baru dalam hidupnya. Sesuatu yang nggak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dan entah kenapa, hari-harinya terasa lebih seru.
---
Malamnya, setelah seharian kacau dengan churros, mereka duduk di balkon apartemen Zoe. Zoe membuka sekotak pizza, karena, jujur saja, setelah makan churros buatan sendiri, mereka masih merasa lapar. Ethan memandang langit malam yang berhiaskan bintang, merasa aneh karena bisa merasa begitu santai di tempat yang biasanya dia hindari di luar, di tengah keramaian kota.
“Kamu tahu nggak,” Zoe tiba-tiba bicara, “aku nggak nyangka kita bakal jadi teman kayak gini. Maksudku, kamu dan aku tuh beda banget.”
Ethan menatap Zoe dan mengangkat bahu. “Ya, mungkin justru karena kita beda, makanya bisa nyambung. Kalau kita sama, mungkin kita malah bosen sama satu sama lain.”
Zoe tersenyum tipis. “Iya juga sih. Tapi serius deh, aku senang banget bisa kenal sama kamu, Ethan. Kamu itu orang yang… beda dari cowok-cowok yang aku kenal.”
Ethan merasakan pipinya sedikit memanas, meskipun dia mencoba tetap tenang. “Maksudmu, cowok-cowok yang kamu kenal itu terlalu ramai?”
Zoe tertawa. “Bukan cuma itu. Kamu tuh nggak basa-basi, nggak sok keren. Dan... kamu dengerin. Seriusan, aku jarang banget ketemu orang yang beneran dengerin aku kayak kamu.”
Ethan nggak tahu harus bilang apa. Mendengar Zoe bicara kayak gitu membuatnya merasa aneh, tapi juga senang. Mungkin Zoe benar, dia nggak terlalu banyak ngomong, tapi dia selalu berusaha mendengarkan. Dan entah kenapa, mendengarkan Zoe bicara nggak pernah terasa membosankan.
“Thanks,” kata Ethan singkat, sambil tersenyum tipis.
Zoe menatapnya sejenak, lalu tiba-tiba mengubah topik dengan nada lebih ringan. “Eh, ngomong-ngomong, kamu tau nggak, churros yang kita bikin tadi kayaknya bisa masuk Guinness World Records. Rekor churros dengan bentuk paling... unik!”
Ethan tertawa lagi. “Ya, tapi nggak yakin ada orang yang mau makan churros kita selain kita.”
Zoe mengangkat bahu. “Siapa peduli! Yang penting, kita punya cerita buat diingat.”
Dan di malam yang tenang itu, dengan Zoe di sebelahnya, Ethan menyadari kalau mungkin hidup memang lebih menarik dengan Zoe di dalamnya. Semua kekacauan, kelucuan, dan energi liar yang dibawa Zoe selalu berhasil membuat Ethan merasa hidup lebih dari yang pernah dia rasakan sebelumnya.
Malam itu berakhir dengan tawa dan cerita, dan untuk pertama kalinya, Ethan benar-benar merasa kalau hidupnya mulai berubah ke arah yang lebih baik.