Malam itu petir mengaum keras di langit, suara gemuruhnya bergema. Angin mengamuk, langit menangis, meneteskan air dengan deras. Alam seolah memberi pertanda, akan datang suatu bencana yang mengancam sebuah keluarga.
Clara seorang ibu beranak satu menjadi korban ghibah dan fitnah. Sampai mati pun Clara akan ingat pelaku yang sudah melecehkannya.
Akankah kebenaran akan terungkap?
Siapa dalang di balik tragedi berdarah ini?
Ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Perselingkuhan
CRAAANG!
Tiba-tiba saja lampu hias rumah makan itu jatuh tepat mengenai meja Papah Zehan. Beruntung mereka masih sempat menghindar. Papah Zehan tergores serpihan kaca di pipinya. Teriakan kepanikan memenuhi warung makan.
Sebelum lampu hias itu jatuh, Dilara sudah melihat ada yang aneh pada lampu itu. Lampu hias itu bergoyang, bautnya perlahan terlepas satu persatu. Niat hati ingin memperingatkan papah Zehan dan temannya, tapi lidahnya tiba-tiba kelu tak dapat berucap. Dan Dilara pun diam saat lampu itu terjatuh.
Dira penasaran apa yang diperhatikan Dilara dari tadi. Dira spontan menarik tangan Dilara. Dilara selamat di dalam pelukan Dira. Tapi Dira terkena pecahan kaca, lengannya terluka mengeluarkan darah.
Dilara panik, Dilara membawa Dira keluar dari rumah makan. Dilara menyesal Dira terluka karenanya. Dilara memasangkan helm kepada Dira. Dilara menyuruh Dira duduk di belakangnya. Dira menolak, Dira memastikan lengannya baik-baik saja. Tapi Dilara tetap ngotot membawa Dira ke rumah sakit dengan motornya.
"Dila, aku baik-baik saja," Dira memegang lengannya menahan sakit.
"Diam! Pegangan!" Dilara menstarter motor.
"Dila, kamu serius," Dira berpegangan pada pinggang Dilara yang ramping.
BRUUUMMM!
Motor sport mereka membelah jalan raya. Dira yang dibonceng Dilara berpegangan erat ketika Dilara dengan lincahnya melarikan motornya. Jantungnya berpacu. Dira menepuk pinggang Dilara memohon agar Dilara menghentikan motornya. Dilara beberapa kali menyalip mobil yang ada di depannya. Dan Dilara juga beberapa kali menerobos lampu merah. Dilara juga tidak bisa mengendalikan rem. Beberapa kali helm mereka berbenturan dengan keras.
Akhirnya setelah melewati perjalanan yang begitu ekstrim, mereka tiba di rumah sakit. Dira tiba-tiba pingsan. Dilara meminta bantuan para perawat. Dira diperiksa di ruangan UGD. Dira dipasangi selang infus dan lengannya juga diberi perban. Dilara menghubungi Salman dan memberitahu Dira dirawat di rumah sakit.
Dilara keluar dari ruangan UGD. Dilara melihat Zehan di lobi rumah sakit. Dilara menghampiri Zehan. Zehan terlihat senang dengan kedatangan Dilara. Zehan membawa Dilara bertemu dengan mamahnya. Mereka berdiri di depan ruangan mamah Zehan.
Zehan menahan langkah mereka. Zehan memberi isyarat kepada Dilara agar diam. Zehan dan Dilara mendengar dengan jelas, mamah Zehan berbicara dengan seseorang. Orang yang ada di dalam ruangan marah besar karena mamah Zehan berusaha bunuh diri.
"Apa yang kamu lakukan? Apa kamu melupakan Zehan?" kata wanita itu.
"Mah, aku sudah tidak tahan. Ini yang kesekian kalinya dia selingkuh," isak mamah Zehan.
"Dari dulu mamah sudah bilang, kamu tidak akan bahagia menikah dengannya. Tapi karena kamu sudah buta, cinta mati sama dia, ya beginilah jadinya. Kamu harus kuat demi Zehan cucu Mamah satu-satunya."
Zehan membatalkan niatnya untuk membawa Dilara ke ruangan mamahnya. Zehan mengajak Dilara ke kantin rumah sakit. Zehan hanya diam. Zehan selama ini tidak pernah tahu kehidupan rumah tangga orang tuanya. Sejauh ini Zehan melihat orang tuanya bahagia.
"Zehan, Zehan," Dilara menyadarkan Zehan dari lamunan.
"Hmmm, maaf Dila," Zehan menyedot minumannya.
"Kamu belum makan. Kamu sakit?" Dilara sengaja memegang kening Zehan, karena Dilara dari kejauhan melihat papahnya Zehan memperhatikan mereka.
"Tidak, aku cuman memikirkan sesuatu. Terima kasih Dila, kamu hari ini nemanin aku di sini. Oh iya, di mana temanmu?"
"Dira ada di UGD, lengannya terluka," jawab Dilara.
"Permisi," Papah Zehan duduk di sebelah Zehan.
"Pipi Papah kenapa?"
"Kena serpihan kaca," Papah Zehan menatap ke arah Dilara.
Papah Zehan memperhatikan Dilara, seperti pernah melihat sebelumnya tapi di mana.
"Maaf, nama kamu siapa?" tanya Papah Zehan.
"Dilara Om,"
"Om seperti pernah melihat mu tapi di mana ya?"
"Kan kita baru bertemu di kampus Om," jawab Dilara.
"Bukan, pasti kita sebelumnya pernah bertemu,"
"Pah, Mamah mau bunuh diri. Ada apa dengan kalian?" Zehan menatap tajam papahnya.
Dilara dengan sopan pamit meninggalkan mereka. Dilara memberi ruang kepada mereka untuk menyelesaikan masalah keluarga mereka. Dilara kembali ke ruangan UGD. Di sana sudah ada Salman yang menemani Dira.
"Dila kamu kemana az," Salman mencek kondisi Dilara.
"Aku baik Kak. Aku tadi ditraktir Zehan makan di kantin." Dilara berdiri di samping Dira yang sudah sadarkan diri.
"Kata Dira tadi kamu boncengin dia naik motor."
Dila mengangguk.
"Serius?" Salman seolah tidak percaya.
Dila kembali mengangguk.
"Dira, untung kalian masih hidup,"
"Maksudnya?" Dira mengernyitkan keningnya.
"Dila gak bisa naik motor, naik sepeda az dia takut."
"Oh pantesaaaaaan. Dila beberapa kali menghindari maut. Gue gak tahan, gue pingsan," Dira mengusap dadanya.
"Kak maafin aku ya. Aku takut lihat lengan Kak Dira berdarah. Aku takut Kak Dira kenapa-kenapa, aku nekat Kak. Maaf ya," Dilara penuh penyesalan memegangi tangan Dira.
"Aku maafin, asal kamu terima aku jadi kekasihmu," Dira mengeratkan pegangannya.
"Apa? Oh jadi selama ini lu deketin Adik gue. Pantesan, apa az gue pinta selalu diturutin. Lu ngincer Adik gue?"
"Iya, gue udah lama suka sama Adik lu. Bertahun-tahun yang lalu. Tanyain dia kalo gak percaya,"
"Bener Dila?" tanya Salman.
"Katanya sih Ka. Aku juga baru tau kemarin," Dilara menunduk malu.
"Apa? Gimana, gimana?" Salman penasaran.
"Nanti gue ceritain. Lu tolongin gue yakinin Adik lu. Gue gak ingin keduluan sama cowok laen. Udah bertahun-tahun gue nunggu momen ini," Dira dengan wajah memelas memohon kepada Salman.
"Itu urusan Dila, gue gak mau maksain hatinya. Lu harus usaha sendiri," Salman mengangkat kedua tangannya.
Lagi-lagi Dila melihat papah Zehan lewat ruangan UGD. Dila perlahan melepaskan pegangan tangan Dira. Dilara izin kepada mereka dengan alasan ponselnya ketinggalan di kantin rumah sakit. Dilara diam-diam mengikuti papahnya Zehan.
Dilara melihat papahnya Zehan sedang mengobrol dengan seseorang di telepon.
"Bob, Bobby," panggil seseorang.
"Itu kan Mamahnya Ella." Dilara membuka lebar mulutnya.
Bobby dan Ellie masuk ke dalam mobil. Bobby secepat kilat melarikan mobilnya meninggalkan rumah sakit. Dilara juga mengikuti mereka menggunakan ojol. Dan mobil mereka masuk ke dalam halaman rumah yang luas. Pintu gerbang rumah itu segera menutup.
Dilara mencoba mengintip ke dalam tapi tidak ada celah. Dilara kembali merasa lelah. Dilara duduk bersandar di samping rumah besar itu, Dilara kemudian terlelap. Sukma Dilara melayang masuk menembus tembok besar.
Di dalam kamar rumah besar itu, nampak lah Ellie dan Bobby duduk santai di atas sofa besar. Ellie duduk di atas paha Bobby. Bobby dengan mesra membelai rambut panjang berombak milik Ellie.
"Sayang, aku kangen," bisik Bobby.
"Akupun begitu," Ellie mengecup lembut leher Bobby.
Bobby menggeliat, Bobby mulai mencumbui Ellie. Mereka saling menautkan bibir. Mereka mulai melampiaskan kerinduan yang mendalam. Kerinduan yang didasarkan nafsu. Dan tanpa mereka sadari, adegan mesra mereka disiarkan live dari ponsel Bobby.
"KURANG AJARRRR!!!!!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...