Berawal dengan niat baik untuk menolong membuatnya harus berurusan dengan seorang pria asing yang tanpa Marissa ketahui akan merubah hidupnya 180 derajat. Terlebih setelah insiden satu malam itu.
Kira-kira seperti apa tanggapan pria asing yang bernama Giorgio Adam setelah mengetahui kebenaran dari insiden malam itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nathasya90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RUMAH SAKIT?
"Hei, kau baik-baik saja? Sejak kau memutuskan sambungan telepon, Marissa kau tiba-tiba berubah seperti ini, ada apa? Apa ada hal serius yang terjadi?" tanya Roby saat pria itu menyadari perangai Giorgio yang tiba-tiba berubah.
"Tidak ... Tidak ada hal yang terjadi, tapi kalau kau mau membantuku, kau bisa dengan ikhlas mengurus cabang sendirian setelah aku pulang hari ini juga. Bagaimana, kau mau membantuku?" ucap Giorgio tiba-tiba saat ide brilian itu muncul di kepalanya.
"Tidak mau, dan aku tahu maksudmu yang sebenarnya. Kau hanya ingin cepat pulang karena rindu ingin bercinta dengan Marissa bukan? Ck' aku tahu akal bulusmu itu, dasar PRIA BUCIN!" Skakmat Roby.
"Kau sangat jahat dan aku doakan suatu saat nanti kau akan tergila-gila juga pada seorang wanita, ya.. aku akan meminta pada Tuhan agar kau merasakan apa yang aku rasakan saat ini dan berharap kisahmu akan lebih parah, dariku," balas Giorgio dengan sumpah serapahnya.
"Idih, mainnya sumpah sumpahan ya sekarang. Siapa suruh mau jadi budak cinta. Jika pun nanti aku jatuh cinta, aku pastikan wanita itu yang akan tergila-gila padaku, dan kata 'BUCIN' itu tidak akan pernah ada di dalam kamus hidupku!" ucap Roby berkelit.
"Bukankah selama dua Minggu belakangan ini kau sudah biasa main solo? Jadi tidak akan masalah jika kau bermain sendirian lagi seminggu ini," ucap Roby tanpa rasa iba sama sekali.
Pria itu bahkan tidak tahu bagaimana perasaan sahabatnya saat ini sesaat setelah melihat video Marissa yang tengah tertidur. Bahkan pria itu seperti sedang menonton video porno dan Marissa sebagai pemain tunggalnya.
Kejadian itu masih terekam dengan jelas saat melihat dua bongkahan gunung yang terpampang jelas di depan matanya saat selimut wanita itu tersingkap ke bawah yang memperlihatkan keseluruhan tubuh wanitanya itu. Bahkan pria itu sempat melihat bagaimana Marissa meremas kedua dadanya dengan erotis. Entah ini sebuah keberuntungan atau kesialan hingga membuat konsentrasi Giorgio buyar setiap saat ia memikirkan wanitanya itu.
Sementara Giorgio berusaha berkonsentrasi pada pekerjaannya. Ditempat lain, Marissa justru menikmati kesibukannya bekerja. Dan ia baru saja bertemu dengan sahabatnya, Rosa di cafe yang berada tidak jauh dari kantor wanita itu.
Sejak Marissa tinggal bersama Giorgio , wanita itu sudah sangat jarang bertemu dengan sahabatnya itu. Namun hal itu tidak membuat hubungan keduanya merenggangkan atau bermusuhan, karena Rosa sadar jika sahabatnya itu sedang menjalani kehidupannya yang sesungguhnya.
Wanita berambut panjang itu bahkan selalu mensupport apapun keputusan yang dibuat Marissa, seperti saat ini, saat wanita hamil itu berkata akan memberitahu Giorgio perihal kehamilannya. Rosa merasa bahagia karena itu artinya Marissa sudah percaya dan yakin seratus persen pada pria itu.
*
*
Marissa kembali ke kantor setelah menghabiskan waktu makan siang bersama sahabatnya, Rosa. Rasanya ia tidak sabar menunggu kepulangan Giorgio dari Denmark.
"Sebentar lagi, Nak. Sebentar lagi daddy akan tahu keberadaan mu di dunia ini." Ucap Marissa seraya mengelus perutnya yang kian membuncit.
Entah mengapa setelah kehamilannya memasuki usia delapan belas Minggu, perut wanita hamil itu kian membesar. Dan hal itu juga membuatnya semakin kesulitan saat memilih pakaian yang akan dikenakan untuk bekerja.
Hubungan Dimi dan Marissa masih berjalan seperti biasa. Mereka akan bercengkrama layaknya bos dan sekretaris saat berada di area kantor sedang saat mereka berada di luar kantor, keduanya akan bersikap selayaknya seorang sahabat. Seperti saat ini, mereka makan malam bersama setelah bertemu rekan bisnis yang akan menjadi investor baru di salah satu proyek yang sedang mereka kerjakan.
"Kau ingin makan apa, Isa?" tanya Dimi yang tengah melihat daftar menu restoran itu.
"Heum.. aku ini saja dan minumannya samakan saja denganmu," jawab Marissa sembari menunjuk salah satu gambar makanan yang terlihat menggugah seleranya.
"Oke, akan aku pesankan. Pelayan!" seru Dimi memanggil salah satu pelayan yang berada tidak jauh dari meja mereka dengan gerakan jarinya.
"Kami memesan ini, ini dan ini juga lalu minumnya saya pesan dua orange juice," ucap Dimi seraya menutup buku menu kemudian mengembalikan kembali pada pelayan.
"Baik, Tuan. Silahkan ditunggu," jawab pelayan itu dengan sopan.
Setelah menunggu beberapa menit, makanan yang mereka pesan akhirnya datang. Mereka menikmati makan malam mereka dengan tenang walau sesekali adalah mereka bernostalgia saat mereka masih tinggal bersama di Panti Asuhan.
Setelah menghabiskan makan malamnya, Dimi mengantar Marissa pulang, namun di pertengahan jalan tiba-tiba wanita itu mendesis seraya memegangi bagian perut.
Dimi yang mendengarnya pun segera menepikan mobil dan melihat keadaan Marissa dengan posisi menunduk sembari memegangi perut.
"Aaarrggghh … auuwww!" keluh wanita itu menahan rasa sakit di daerah perutnya.
"Isa, are you okay?" tanya Dimi namun bukan menjawab pertanyaan pria itu, suara rintihan Marissa malah semakin lama semakin keras hingga membuat pria itu panik.
"Aarrgghh … sakit … sakit!!" rintihnya lagi.
"Oh astaga, apa yang harus aku lakukan? Apakah sangat sakit?" tanya Dimi dan Marissa tampak mengangguk.
"Oke kita ke rumah sakit sekarang. Apa kamu masih bisa tahan? Karena jarak rumah sakit masih lumayan jauh!" seru pria itu memberitahu. Dan lagi lagi Marissa hanya bisa menjawab dengan anggukan kepala saja.
Dengan kecepatan maksimum, Dimi mengendarai kuda besinya menuju rumah sakit yang terdekat dengan posisi mereka sekarang. Untung saja keadaan jalanan sepi karena sudah memasuki waktu istirahat orang orang pada umumnya sekitar jam sepuluh malam. Walau panik namun sebisa mungkin Dimi tetap berkendara dengan aman dan berhati-hati untuk menghindari kecelakaan.
"Tunggu, Isa. Sebentar lagi kita sampai," tukas pria itu yang sesekali melihat kondisi wanita di sampingnya. Bahkan Marissa tidak merespon ataupun menjawab pertanyaan Dimi padanya karena bibirnya terlalu sibuk merapalkan doa agar janin yang dikandungnya baik-baik saja.
"Sakit, perutku sakit … Ya Tuhan.. selamatkan anakku, selamatkan dia Ya Tuhan!" pekik wanita itu dalam hati.
Sementara ditempat berbeda, tepatnya di negara Denmark. Tampak seorang pria yang tengah duduk di dalam sebuah jet pribadi sembari menatap layar ponsel seraya tersenyum lebar.
Ya, pria itu adalah Giorgio. Ia sedang menatap foto Marissa yang dijadikan sebagai foto wallpaper di ponsel miliknya.
Akhirnya setelah penantian panjang, pria itu akhirnya bisa menyelesaikan semua masalah yang terjadi di cabang perusahaan di Denmark tanpa harus menunggu tiga Minggu lamanya.
"Sepertinya kau sangat senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan wanita pujaanmu itu," ujar Roby saat menatap wajah sang sahabat dengan senyum yang tersungging di sudut bibirnya.
"Tentu saja dan setelah ini akan ku pastikan dia hanya akan menjadi milikku. Aku akan mengurungnya di dalam kamar selama seminggu penuh," jawab Giorgio dengan senyum seringai.
"Wah wah wah.. sepertinya Marissa akan habis di tanganmu sebentar lagi," seloroh Roby menggeleng kepala mendengar ucapan sahabatnya.
Giorgio tidak menjawab gurauan sang sahabat karena fokusnya saat ini berada di layar ponselnya. Giorgio sejak tadi memantau posisi wanitanya. Sejak berhubungan dengan Marissa, Giorgio memang sengaja membelikan ponsel baru yang sudah dipasangi GPS yang dapat mempermudahnya memantau keberadaan wanitanya seperti saat ini.
Keningnya berkerut saat melihat titik merah yang semakin menjauh dari arah mansionnya.
"Bukankah tadi dia sudah menuju mansion? Kenapa berbalik arah? Mau kemana dia?" gumam pria itu yang tampak fokus melihat lokasi Marissa.
Dan perubahan ekspresi wajah pria itu pun disadari sang sahabat yang melihatnya.
"Ada apa? Apa ada yang salah?" tanya Roby.
"Dia mau ke mana? Bukannya ini ke arah rumah sakit? Apa dia sakit?" gumam Giorgio pelan namun masih bisa didengar oleh pria itu.
"Rumah sakit? Siapa yang sakit?!" tanya Roby.
Namun pertanyaannya lagi lagi tidak mendapat respon apapun dari sang sahabat yang malah terlihat sibuk menghubungi seseorang.
Roby yang sejak tadi bertanya pun semakin dibuat bingung dengan apa yang dikatakan Giorgio. Pria itu bahkan menggaruk kepala karena kebingungan.
"Ck beneran fix gue dikacangin," gerutu pria tampan itu menatap sinis ke arah Giorgio yang tengah berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon.
TERIMA KASIH DAN SUKSES SELALU BUAT KITA SEMUA 🫶🏼