NovelToon NovelToon
Sekedar Menjadi Ibu Sambung

Sekedar Menjadi Ibu Sambung

Status: tamat
Genre:Tamat / Anak Genius / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Menikah Karena Anak
Popularitas:3.4M
Nilai: 4.8
Nama Author: Mommy Ghina

“Kamu harus bertanggungjawab atas semua kelakuan kamu yang telah menghilangkan nyawa istriku. Kita akan menikah, tapi bukan menjadi suami istri yang sesungguhnya! Aku akan menikahimu sekedar menjadi ibu sambung Ezra, hanya itu saja! Dan jangan berharap aku mencintai kamu atau menganggap kamu sebagai istriku sepenuhnya!” sentak Fathi, tatapannya menghunus tajam hingga mampu merasuki relung hati Jihan.

Jihan sama sekali tidak menginginkan pernikahan yang seperti ini, impiannya menikah karena saling mencintai dan mengasihi, dan saling ingin memiliki serta memiliki mimpi yang sama untuk membangun mahligai rumah tangga yang SAMAWA.

“Om sangat jahat! Selalu saja tidak menerima takdir atas kematian Kak Embun, dan hanya karena saat itu Kak Embun ingin menjemputku lalu aku yang disalahkan! Aku juga kehilangan Kak Embun sebagai Kakak, bukan Om saja yang kehilangan Kak Embun seorang!” jawab Jihan dengan rasa yang amat menyesakkan di hatinya, ingin rasanya menangis tapi air matanya sudah habis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ezra sakit

Rumah Fathi

Ita mulai agak kelelahan akibat begadang semalaman, di tambah saat ini Ezra suhu tubuhnya panas dan sangat rewel. Antisipasi obat penurun demam sudah diberikan tapi tetap saja Ezra rewel dan uring-uringan memanggil “Ante” serta suhu tubuhnya bukannya turun, justru semakin naik.

“Bik, Ezra suhunya 39 nih, coba hubungi Pak Fathi lagi, saya takut kenapa-napa Bik,” pinta Ita terlihat cemas saat meletakkan termometer, dan kembali menempelkan bye bye fever di kening Ezra, berharap bisa membantu menurunkan demam selain obat.

Bik Murni yang baru saja menengok ke kamar Jihan menarik nafasnya, sembari melihat kondisi anak majikannya, lalu tangannya menyentuh lengan Ezra dan memang sangat panas.

“Bibi coba telepon lagi, kamu'kan tahu sejak tadi pagi sudah coba telepon bapak berkali-kali tetap belum dijawab,” keluh Bik Murni.

“Iya Bik, coba telepon lagi. Takutnya nanti kita yang disalahkan dengan keadaan Ezra,” balas Ita sangat berharap.

Bik Murni kembali mengeluarkan ponselnya yang ada si saku kemejanya. “Bismillah, semoga kali ini bapak menjawabnya,” hara Bik Murni bersamaan memencet nomor ponsel majikannya.

Sementara di rumah sakit, Fathi yang tak sengaja mendengar perbincangan kedua orang tuanya, melangkah mundur, tubuhnya bersandar di dinding, nafasnya terasa tidak bisa bernafas lega agak sesak.

“Tak bisakah aku diberikan kesempatan untuk memperbaiki rumah tanggaku dengan Jihan,” gumam Fathi agak terkekeh pilu, lalu tangannya terulur mengusap ujung ekor netranya.

Bersamaan merasakan kegundahan hatinya, ponselnya yang tadi sudah diambil dari ruangan kerjanya berdering, lantas dia merogoh saku jas putihnya.

“Bibi,” gumam Fathi saat melihat layar ponselnya, dan seketika dia baru teringat dengan anaknya.

“Halo, ya Bik ada apa?” tanya Fathi langsung to the point tanpa basa basi.

Bik Murni bernafas lega saat panggilan teleponnya diterima. “Assallammualaikum Pak Fathi, begini Pak ... Ezra dari semalam rewel dan sekarang badannya panas, Ita sudah kasih obat penurun panas tapi malah makin tinggi panas badannya,” lapor Bik Murni.

Fathi mengusap wajahnya dengan kasar. “Bik Murni dan Ita siapkan keperluan Ezra, nanti sekitar 30 menit lagi Pak Dani akan jemput dan sekalian tolong kemasi beberapa baju milik Jihan dan punya saya,” perintah Fathi.

“Baik Pak, saya sama Ita akan cepat menyiapkannya. Terima kasih Pak,” jawab Bik Murni sebelum mengakhiri percakapan melalui sambungan teleponnya.

Fathi menarik nafasnya dalam-dalam lalu mengembuskan, kondisi istrinya yang belum pulih total sekarang malah dapat kabar anaknya demam tinggi. Pria itu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya, lalu bergerak berdiri di depan pintu ruangan, tangannya terulur mengetuk pintu sebelum dia masuk.

Semua mata memandang Fathi saat pria itu masuk ke dalam ruangan dan sudah tentu mereka berempat menghentikan diskusi mengenai perceraian anak mereka berdua. “Pah, nanti sebentar lagi Bik Murni dan Ita ke sini, Ezra badannya demam mohon diperiksa, aku masih mendampingi Jihan,” pinta Fathi, tatapannya agak memohon agar papanya mau memeriksa kondisi putranya.

“Ya, nanti akan Papa periksa,” jawab Papa Gibran datar dan begitu dingin.

“Terima kasih, Pah, kalau begitu aku permisi,” jawab Fathi terkesan begitu formal, semuanya itu ada sebabnya, ya sebabnya karena ulahnya sendiri sehingga orang tuanya kecewa padanya.

Setelah keluar dari ruangan eksklusif, Fathi melangkah lebar menuju ruang MRI yang ada di lantai dua. Jihan masih melakukan pemeriksaan MRI, dan Dokter Samuel sedang mengamati layar monitor.

“Bagaimana Samuel sudah selesai mengeceknya?” tanya Fathi pada rekan kerja sekaligus sahabatnya saat masuk ke ruang monitor.

Samuel menolehkan wajahnya, “CT-scan sudah selesai, ini masih MRI,” jawab Samuel, lantas kembali memperhatikan layar monitor, sementara Fathi menatap kaca besar yang menghubungi ruang MRI-nya, dan tampaklah Jihan masih berada di sana.

20 menit kemudian ...

“Jadi, tadi menurutmu adik iparmu tidak ingat kejadian sebelum masuk rumah sakit?” tanya Samuel saat masih menatap ke arah monitor.

“Iya, dia tidak ingat kejadian sebelum masuk rumah sakit. Tapi semalam dia sempat gagal jantung dan mengalami mati suri,” jawab Fathi.

Setelah Samuel menyelesaikan pekerjaannya, lalu tangannya melambai ke arah kaca pada perawat, tanda pemeriksaannya telah usai, dan sudah otomatis Fathi akan bergerak masuk ke ruang MRI.

“Nanti kita bicarakan hasilnya, aku harus urus dia dulu,” pinta Fathi sebelum meninggalkan ruang monitor.

“Aku tunggu di ruanganku, Fathi,” balas Samuel, dan sahabatnya sudah pindah ruangan.

Tanpa banyak berbicara dengan Jihan, pria itu kembali membopong istrinya, padahal kedua kaki gadis itu yang tanpa menggunakan apa pun sudah menyentuh lantai, namun tubuhnya kembali melayang.

“Jihan bisa jalan sendiri,” ucap Jihan saat tubuhnya dibawa ke arah brankar.

“Kepalamu pasti masih pusing, dan tubuhmu juga masih lemah,” jawab Fathi datar.

“Huft!” Jihan hanya menghela nafas, dan merasakan tubuhnya kembali direbahkan di atas brankar oleh Fathi. Kedua perawat pria kembali mendorong brankar tersebut menuju ruang rawat inap, dan Fathi jelas mendampinginya.

Sekitar 10 menit Jihan baru kembali ke kamarnya, dan hanya Bu Kaila yang menunggunya sementara Ayah Iqbal harus kembali ke kantor karena hanya izin setengah hari. Sedangkan Papa Gibran dan Mama Erina ke ruang praktik setelah dapat kabar Bik Murni sudah tiba.

Bu Kaila agak memicingkan netranya saat melihat Fathi memindahkan anaknya ke atas ranjang.

“Ezra sudah sampai, sebaiknya kamu susul dia,” ucap Bu Kaila memberitahukannya dengan ketus.

Fathi menegakkan tubuhnya setelah memindahkan istrinya, salivanya rasanya tercekat di tenggorokannya saat melihat tatapan ibu mertuanya yang tampak sadis, biasanya Bu Kaila tidak pernah seperti itu menatapnya.

“Baik Bu.” Fathi hanya bisa menjawab seperti itu, ingin berkata panjang rasanya tidak mungkin untuk saat ini. Fathi pun menolehkan wajahnya ke arah Jihan.

“Kamu istirahat, nanti aku antarkan makanan dan mengecekmu lagi,” ucap Fathi begitu lembut, dan hal itu membuat kening Jihan mengernyit.

“Sejak kapan Om Dokter ngomong lembut kayak begitu, kok jadi horor ya,” balas Jihan sembari memalingkan wajahnya. Fathi hanya bisa mengatup bibirnya, namun hatinya mendesah. Benar yang dikatakan oleh Jihan, selama ini memang dia tidak pernah berucap lembut pada Jihan, lembutnya hanya pada Embun.

“Aku pamit sebentar.”

“Hmm,” gumam Jihan tanpa menata Fathi.

Baru saja Fathi membuka pintu ruangan, tangisan Ezra terdengar begitu nyaring dan rupanya Mama Erina sudah mengendong Ezra, sementara Papa Gibran membawa kantong infus milik Ezra.

“Ante ... Ante ... Ante!” teriak Ezra dalam raungannya, wajah Ezra yang putih sudah tampak merah seperti kepiting rebus.

“Kamu lihatkan anakmu membutuhkan Jihan! Sampai bisa sakit seperti ini! Bagaimana kalau semalam Jihan telah meninggal!” tegas Papa Gibran penuh penekanan.

Fathi hanya bisa diam membeku dalam posisi berdirinya.

Bersambung ...

1
D_Mayanti
Luar biasa
Mariyah
bagus ceritanya.. 👍
MommaBear
Luar biasa
Nahdzatul Az-zahra
Buruk
tuti sriyono
Luar biasa
M Abdillah Fatir
embun tabrak lari jgn" ulah si h Kinan
Henny
Luar biasa
♡ Sachi_ Kapuet ♡
baru baca
Luh Gede Ika Jayanti
Luar biasa
Bunda
Ijin baca kak🙏🏻
Runik Runma
mantap
tesha melati
Luar biasa
Runik Runma
dasar Kinan perempuan
Runik Runma
akhirnya
Runik Runma
seru
Alfi Wang
Luar biasa
Ila Lee
jgn fathi benci nanti jatuh cinta sama Jihan ya selalunya begitu
Lina Yulianti
karya yg sangat menginsipirasi thor bnyk pesam yg dpt kita ambil dr novel ini. tapi sayang ceritanya udahan kurang banyak bab nya thor. supapya tambah menarik
Yani Mulyani
Biasa
Yani Mulyani
Kecewa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!