NovelToon NovelToon
Setitik Pelita Di Kegelapan

Setitik Pelita Di Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Askara Senja

Di usia yang seharusnya dipenuhi mimpi dan tawa, Nayla justru memikul beban yang berat. Mahasiswi semester akhir ini harus membagi waktunya antara tugas kuliah, pekerjaan sampingan, dan merawat kedua orang tuanya yang sakit. Sang ibu terbaring lemah karena stroke, sementara sang ayah tak lagi mampu bekerja.

Nayla hanya memiliki seorang adik laki-laki, Raka, yang berusia 16 tahun. Demi mendukung kakaknya menyelesaikan kuliah, Raka rela berhenti sekolah dan mengambil alih tanggung jawab merawat kedua orang tua mereka. Namun, beban finansial tetap berada di pundak Nayla, sementara kedua kakak laki-lakinya memilih untuk lepas tangan.

Di tengah gelapnya ujian hidup, Nayla dan Raka berusaha menjadi pelita bagi satu sama lain. Akankah mereka mampu bertahan dan menemukan secercah cahaya di ujung jalan yang penuh cobaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askara Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kejutan yang Tak Terduga

Hari-hari setelah percakapan panjang dengan kak Arsad tampak berjalan seperti biasa, namun ada sesuatu yang mengganggu pikiran Nayla.Kak Arsad yang dulu enggan terlibat dalam masalah keluarga, tiba-tiba menawarkan bantuan dengan cara yang sangat terbuka. Nayla sempat merasa lega mendengar tawaran itu, tetapi ada perasaan yang tidak bisa ia hilangkan. Sesuatu yang aneh, yang entah mengapa tidak bisa ia jelaskan.

Hari itu, Nayla pulang dari kedai kopi dengan lelah. Pikirannya penuh dengan tugas kuliah yang terus menumpuk dan pekerjaan yang tidak pernah ada habisnya. Ketika ia memasuki rumah, ia menemukan kak Arsad duduk di ruang tamu, menunggu. Wajahnya tampak serius, berbeda dari biasanya yang selalu tersenyum lepas.

“Nayla, ada yang ingin aku bicarakan,” ujar kak Arsad dengan suara tenang, namun ada sesuatu yang membuat Nayla merinding.

Nayla merasakan ketegangan di udara. Ia tahu ini bukan percakapan biasa. Ia duduk di kursi dekat kak Arsad, mencoba menenangkan diri meski hati mulai berdebar.

“Gimana, Kak? Apa yang ingin kamu bicarakan?” Nayla bertanya, berusaha terlihat santai meski perasaannya bertanya-tanya.

Kak Arsad menarik napas panjang, lalu memandang Nayla dengan serius. “Aku tahu selama ini kamu merasa tertekan, Nay. Dan aku bisa melihat kamu berjuang sendiri. Aku ingin membantu.”

Nayla sedikit terkejut mendengar kata-kata itu. Biasanya, Kak Arsad tidak peduli dengan apa yang terjadi di rumah, apalagi dengan keadaan keluarga mereka yang semakin sulit. Ada sesuatu dalam sikapnya yang membuatnya tidak yakin. Kenapa sekarang? Kenapa tiba-tiba Arsad ingin terlibat?

“Terima kasih, Kak. Tapi, kenapa sekarang? Kenapa kamu baru mau bantu?” Nayla bertanya, menyelidik.

Kak Arsad menghela napas, matanya seolah mencari kata-kata yang tepat. “Aku sadar, selama ini aku terlalu egois. Aku tidak peduli dengan keluarga ini karena aku pikir hidupku cukup berat. Tapi sekarang, aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin bantu kamu merawat ibu, dan membantu mengatasi beban yang kamu tanggung.”

Nayla menatap Kam Arsad dalam diam. Meskipun kata-katanya terdengar tulus, hatinya merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Ia tidak bisa mengabaikan perasaan cemas yang mulai menggerogoti pikirannya. Mengapa kak Arsad yang dulu tak peduli, tiba-tiba berubah secepat ini? Ia ingin percaya, tapi ia tahu hidup ini tidak sesederhana itu.

“Terima kasih, Kak. Tapi aku perlu waktu untuk berpikir,” jawab Nayla akhirnya, meski hatinya penuh keraguan.

Kak Arsad mengangguk, tetapi Nayla bisa melihat sesuatu yang berbeda di matanya—sesuatu yang tersembunyi, yang tidak bisa ia ungkapkan. Nayla merasa ada sesuatu yang sedang direncanakan di balik semua ini, namun ia tidak tahu apa.

Malam itu, setelah beberapa jam berlalu, Nayla terjaga di tempat tidurnya. Matanya terpejam, namun pikirannya terus berputar, tidak bisa tidur. Suara langkah kaki yang ringan terdengar dari luar kamar. Tanpa berpikir panjang, Nayla bangkit dan berjalan perlahan menuju ruang tamu, tempat kak Arsad masih duduk. Namun, apa yang dilihatnya membuat darahnya serasa berhenti mengalir.

Di meja, terdapat amplop besar yang sudah terbuka. Nayla bisa melihat sekilas dokumen yang ada di dalamnya—dokumen terkait pinjaman uang. Hatinya berdegup kencang saat melihat nama Kam Arsad tercantum sebagai peminjam.

“Kak…” bisiknya, suaranya serak.

kak Arsad yang sebelumnya tampak tenang, kini mengalihkan pandangannya, tampak gelisah. “Nayla… aku ingin membantu, tapi aku butuh sedikit dana untuk bisnis yang sedang aku rintis. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat, tapi aku yakin kamu bisa membantu aku. Aku akan mengembalikan semuanya dengan bunga yang menguntungkan. Kamu tahu kan, kondisi kita saat ini, aku harus cari cara agar kita bisa bertahan.”

Jantung Nayla berdebar kencang. Semua ini terasa begitu cepat, begitu tiba-tiba. kak Arsad, yang selama ini tidak pernah peduli, kini datang dengan tawaran yang sangat menggiurkan—sebuah pinjaman yang tampaknya akan memberikan keuntungan besar. Namun, setelah berpikir sejenak, ia merasa ada sesuatu yang lebih besar dipertaruhkan di balik keputusan ini.

“Kenapa pinjam uang, Kak? Kita bukan lagi punya banyak uang. Kalau kita ambil pinjaman, kita malah akan terjerat lebih dalam,” Nayla berkata, suaranya tegas namun penuh kebingungan.

Kak Arsad menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Aku tahu, Nayla. Tapi ini cara terbaik agar kita bisa maju. Aku sudah memikirkan semuanya. Ini hanya pinjaman sementara, dan aku akan segera membayar balik dengan keuntungan yang aku dapat dari usaha ini.”

Namun, hati Nayla terasa semakin berat. Ia merasa bahwa keputusan ini terlalu besar untuknya. Dia tidak bisa begitu saja mengambil langkah ini tanpa mempertimbangkan semua risiko yang akan dihadapi.

“Kak, aku nggak yakin ini keputusan yang tepat. Kita sudah berjuang keras, dan aku nggak mau kita justru terjebak dalam masalah baru,” Nayla berkata dengan suara yang semakin terbata-bata.

Namun, Kak Arsad tetap mendesaknya. “Kamu tidak punya pilihan, Nayla. Kita butuh uang. Kamu tahu itu. Jika kita tidak melakukannya, kita akan terus seperti ini, hidup dalam kesulitan.”

Nayla berdiri kaku, merasa sangat bingung. Ia merasa terpojok. Arsad seolah memaksanya untuk menerima keputusan ini, namun hatinya menolak. Ia tidak bisa menyerahkan segalanya hanya untuk sebuah janji yang tidak jelas.

Keesokan harinya, Nayla memutuskan untuk tidak mengikuti rencana Arsad. Ia merasa bahwa jika ia mengikuti nasihat kakaknya, ia bisa terjerat lebih dalam. Keputusannya untuk menolak pinjaman itu adalah yang paling sulit dalam hidupnya, namun ia tahu itu adalah satu-satunya cara agar ia bisa bertahan tanpa merusak masa depan keluarganya.

Saat Kak Arsad datang ke rumah keesokan harinya, Nayla langsung menghadapinya dengan tegas. “Kak, aku nggak bisa ambil pinjaman itu. Kita harus bertahan dengan cara kita sendiri. Aku akan terus berjuang meskipun berat, tapi kita harus melakukannya tanpa bantuan orang lain.”

Kak Arsad terdiam, wajahnya mengeras. “Kamu bisa lakukan semuanya sendiri, Nayla? Jangan kira ini mudah. Tanpa bantuan, kita akan terpuruk.”

Tapi Nayla menatap kak Arsad dengan mata penuh tekad. “Aku akan berjuang, Kak. Aku pasti bisa.”

Malam itu, Nayla berbaring di tempat tidurnya, memikirkan perjalanan panjang yang akan ia jalani. Dengan atau tanpa bantuan kak Arsad, ia harus berjuang untuk keluarga ini. Tak ada jalan lain.

1
Linda Ruiz Owo
Setiap adegan makin bikin penasaran, jangan berhenti thor!
Asseret Miralrio
Mantap nih cerita, semoga author terus semangat!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!