NovelToon NovelToon
TARGET OPERASI

TARGET OPERASI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mata-mata/Agen / Keluarga / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Arga, lulusan baru akademi kepolisian, penuh semangat untuk membela kebenaran dan memberantas kejahatan. Namun, idealismenya langsung diuji ketika ia mendapati dunia kepolisian tak sebersih bayangannya. Mulai dari senior yang lihai menerima amplop tebal hingga kasus besar yang ditutupi dengan trik licik, Arga mulai mempertanyakan: apakah dia berada di sisi yang benar?

Dalam sebuah penyelidikan kasus pembunuhan yang melibatkan anak pejabat, Arga memergoki skandal besar yang membuatnya muak. Apalagi saat senior yang dia hormati dituduh menerima suap, dan dipecat, dan Arga ditugaskan sebagai polisi lalu lintas, karena kesalahan berkelahi dengan atasannya.
Beruntung, dia bertemu dua sekutu tak terduga: Bagong, mantan preman yang kini bertobat, dan Manda, mantan reporter kriminal yang tajam lidahnya tapi tulus hatinya. Bersama mereka, Arga melawan korupsi, membongkar kejahatan, dan... mencoba tetap hidup sambil menghadapi deretan ancaman dari para "bos besar".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 : Kamu Milik Aku

Jessica menggenggam tangannya erat-erat, berusaha mengumpulkan keberanian. Nafasnya tersengal, tetapi dia tahu ini adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari mimpi buruk yang bernama Ivan.

"Ivan," suaranya terdengar pelan, tetapi tegas. "Aku nggak bisa terus seperti ini. Aku... aku ingin kita putus."

Untuk beberapa detik, waktu seolah berhenti. Wajah Ivan membeku. Tatapan lembutnya lenyap dalam sekejap, berganti dengan ekspresi terkejut yang nyaris lucu, seperti anak kecil yang mendengar bahwa mainannya disita selamanya.

"Apa?" Ivan tertawa kecil, namun jelas bukan tawa bahagia. "Kamu... bilang apa tadi? Putus? Kamu bercanda, kan, Jess?"

Jessica menggeleng pelan. "Aku serius, Ivan. Aku nggak bisa hidup begini lagi. Aku capek. Aku... aku takut."

Ivan menatap Jessica tajam, senyum di wajahnya kini hilang sepenuhnya. "Takut? Sama aku? Jadi itu yang kamu pikirkan? Aku ini sayang sama kamu, Jess! Aku yang selalu ada buat kamu! Yang jaga kamu! Dan kamu... kamu bilang mau putus?" Suaranya mulai meninggi, amarah yang ditahannya sejak tadi mulai meluap.

Jessica mundur beberapa langkah, hatinya berdegup kencang. "Ivan, aku nggak mau bertengkar. Aku cuma... aku cuma ingin hidup tenang. Kita udah nggak cocok lagi."

"NGGAK COCOK?" Ivan hampir berteriak. Dia menjambak rambutnya sendiri, berjalan mondar-mandir di ruang tamu seperti orang gila. "Kamu nggak ngerti, ya? Kamu milik aku, Jess. Cuma aku yang pantas buat kamu! Kalau nggak aku, nggak ada orang lain!"

"Ivan, tolong berhenti," Jessica memohon, air matanya mulai mengalir. "Aku nggak bisa lanjut. Aku nggak cinta kamu lagi."

Kata-kata itu seperti tombak yang langsung menusuk ego Ivan. Matanya melotot, rahangnya mengeras. Dia mendekat, begitu dekat hingga Jessica bisa mencium bau alkohol yang masih tertinggal dari nafasnya.

"Kamu nggak cinta aku?" Ivan berkata dengan suara rendah, hampir berbisik, tapi penuh ancaman. "Kamu pikir kamu bisa lepas dari aku, hah? Kamu pikir gampang gitu aja ninggalin aku? Kamu salah besar, Jessica. Aku nggak akan biarin kamu pergi."

Jessica merasa tubuhnya gemetar, tetapi kali ini, dia tak mundur. Dengan sisa keberanian yang ada, dia berkata, "Ivan, ini udah selesai. Aku nggak takut sama kamu lagi."

Suasana di apartemen itu berubah seketika menjadi mencekam. Jessica, yang awalnya berusaha tenang dan tegas, mulai merasakan ketegangan yang semakin mengental di udara. Ivan, yang tadinya mendekat dengan sikap lembut, kini terlihat begitu marah, seolah dunia tiba-tiba berbalik menentangnya.

"Jadi, kamu benar-benar ingin putus?" Ivan bertanya, nadanya dingin, tapi dengan mata yang penuh amarah. Jessica yang masih berusaha mengatur napas, mengangguk perlahan. "Iya, Ivan. Aku nggak bisa lagi. Aku sudah capek," ujarnya dengan suara gemetar.

Ivan berdiri tegak, tubuhnya gemetar, bukan karena emosi yang terkendali, melainkan karena amarah yang menumpuk begitu dalam. Tak ada lagi senyum, tak ada lagi lembutnya wajah pria itu. Yang ada hanya sosok pria yang merasa dikhianati, terpojok, dan tak bisa menerima kenyataan.

"Lo nggak bisa gitu saja ninggalin gue!" serunya, kemudian dengan gerakan yang cepat, dia melangkah maju dan mendorong Jessica dengan kasar. Jessica yang terkejut kehilangan keseimbangan langsung terjatuh ke belakang. Tanpa bisa menahan dirinya, kepalanya menghantam ujung meja dengan keras.

Waktu seolah berjalan lambat bagi Jessica. Kepalanya terasa pusing, berputar, dan seolah dunia mengabur. Dalam sekejap, pot bunga artificial yang berada di atas meja jatuh menimpa tubuhnya, menambah beban yang sudah begitu berat. Namun, bagi Jessica, itu adalah akhir dari segala sesuatunya.

Seketika itu, Ivan terdiam. Dia melihat tubuh Jessica yang tergeletak tak bergerak, dan segala emosi yang tadinya meledak kini berubah menjadi ketakutan. Tetapi itu sudah terlambat. Ia tak sempat berbuat apa-apa, karena ketakutannya kini lebih besar dari amarahnya yang semula membara.

Di luar apartemen, suara keramaian mulai terdengar. Warga sekitar, yang mendengar keributan, segera berkumpul. Namun, di dalam ruangan itu, hanya ada kesunyian yang mengerikan. Jessica tak bergerak, hanya ada darah yang perlahan merembes keluar, menodai lantai yang seharusnya menjadi tempat kenangan indah.

Ivan mundur perlahan, melirik ke tubuh Jessica yang tergeletak tak bernyawa. Pikiran liar menguasainya. Apakah ini semua bisa diselesaikan? Dapatkah dia mengelak dari apa yang baru saja dia lakukan? Namun, yang dia tahu, hari ini segalanya berubah. Keputusan yang ia buat, meski dalam gelap mata, telah merenggut nyawa yang tak bersalah.

Ivan terpaku, matanya melebar saat menyadari apa yang baru saja terjadi. "Jessica...?" suaranya bergetar, nyaris berbisik. Dia mendekat, tangannya terulur gemetar, mencoba membangunkan Jessica.

"Bangun, Jess. Ini cuma kecelakaan, kan?" Tapi tubuh Jessica tetap dingin dan tak memberi respons.

Panik mulai merayap di wajah Ivan. Dia mundur, menatap tangannya sendiri, seolah tak percaya apa yang baru saja dia lakukan. "Sial... sial... ini nggak mungkin terjadi!"

Untuk pertama kalinya, Ivan terlihat bingung. Seolah tak percaya Jessica kini terbaring disana tak bergerak. Tapi, sebelum dia sempat merespons, suara ketukan keras di pintu mengalihkan perhatian mereka berdua.

"Polisi! Buka pintunya!"

"Polisi! Buka pintunya!"

Ivan melirik ke arah pintu dengan kecemasan di matanya.

"Sial dia manggil polisi?!" suaranya dipenuhi kemarahan dan paranoia.

Ketukan di pintu semakin keras. "Kami tahu Anda ada di dalam! Segera buka pintunya, atau kami dobrak!"

Ivan tampak panik. Ketukan pintu kembali terdengar, kali ini lebih keras dan penuh ancaman. "Polisi! Kami tahu Anda di dalam! Buka pintunya sekarang!"

Ivan mendongak ke arah pintu, wajahnya penuh teror. Ia tahu waktu sudah habis. Tanpa pikir panjang, dia melihat sekeliling, mencoba mencari jalan keluar. Namun, apartemen itu seperti perangkap yang perlahan menutupinya.

"Kamu yang bikin aku kayak gini, Jess," gumamnya pelan sambil menatap tubuh Jessica yang tak bernyawa. Matanya berkaca-kaca, tapi bukan karena penyesalan—melainkan kebingungan dan ketakutan. "Kalau aja kamu nggak minta putus..."

Ketukan berubah menjadi dentuman. Pintu mulai tergores tanda-tanda akan didobrak. "Ini peringatan terakhir! Buka pintunya!"

Dengan panik, Ivan berlari ke jendela, melongok ke bawah. Tingginya lantai apartemen membuatnya menelan ludah. "Nggak ada pilihan..." gumamnya. Sambil menggertakkan gigi, dia meraih pipa saluran di luar jendela dan mulai memanjat turun, berharap bisa melarikan diri.

Sementara itu, pintu akhirnya berhasil didobrak. Dua polisi langsung masuk, pandangan mereka jatuh pada tubuh Jessica yang tergeletak di lantai. Salah satu dari mereka langsung memeriksa denyut nadi Jessica, sementara yang lain memeriksa sekitar, matanya penuh kewaspadaan.

"Dia mencoba kabur!" teriak salah satu polisi setelah melihat jendela yang terbuka.

Kini, apartemen itu dipenuhi suara langkah kaki dan percakapan tegang. Jessica terbaring dalam diam, menjadi korban terakhir dari pria yang seharusnya ia tinggalkan jauh sebelum ini. Di luar sana, Ivan masih mencoba melarikan diri, tak menyadari bahwa jejaknya akan segera berakhir.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!