Erika gadis biasa yang harus bekerja keras untuk menyambung hidup karena dia menjadi tulang punggung keluarga.
Namun karena parasnya yang cantik membuat gadis seumurannya iri terhadapnya karena banyak pemuda desa yang ingin mendekatinya.
Hingga suatu hari Erika harus terjebak dalam situasi yang membuat dirinya harus terpaksa menikahi seorang pria asing yang tidak di kenalnya karena kecerobohannya sendiri dan di manfaatkan oleh orang yang tidak menyukainya.
Tara, nama pria itu yang bekerja di salah satu proyek perumahan di desa Erika.
Bagaimanakah kisah Erika dan Tata menjalani kehidupannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astri Reisya Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Aku pun langsung mengambil alih Faiz dan memberikannya asi. Sambil memberi asi pada Faiz aku memikirkan ucapan bang Tara yang bilang kalau Davin suka sama aku dan aku terus mengingat kapan aku bertemu dengannya. Karena saking penasarannya akhirnya aku langsung menemui bang Tara untuk minta cerita komplitnya agar aku gak di buat penasaran.
"Abang" panggilku pada bang Tara yang sedang melihat laptopnya.
"Apa sih sayang" jawab nya sambil menarik ku mendekat.
"Aku masih penasaran deh, sama cerita Davin yang pernah ketemu aku" ucap ku.
"Ngapain kamu ingin tahu jelasnya? " tanya nya.
"Ya aku cuman penasaran saja, siapa tau Davin salah lihat" ujar ku.
"Salah lihat, maksud kamu? " tanya nya bingung.
"Abang emang gak pernah perhatikan aku sama Alma? " tanya ku balik.
Bang Tara menggelengkan kepala. Aku langsung menepuk jidat lalu nunjukin foto ku dengan Alma yang memakai kerudung.
"Eh kok mirip" ujar bang Tara.
"Tuh kan bener, makanya aku penasaran kapan dan dimana Davin ketemu sama aku" ucap ku.
"Ya udah nanti abang tanya deh" balas nya.
"Ya udah aku tunggu lo bang, soalnya kalau dia beneran suka sama Alma, mau aku jodohkan biar Alma kaya aku punya suami orang kaya " ucap ku sambil tersenyum bang Tara malah mempererat pelukannya.
Setelah bertanya seperti itu aku sudah tidak kepikiran lagi tapi masih penasaran karena nunggu kabar dari bang Tara. Malam ini di meja makan ramai karena semua keluarga kumpul. Tapi aku senang karena mereka saling bercanda dan yang membuat aku lebih senang Davin ikut kumpul dan sikapnya sudah tidak terlalu dingin pada ku bahkan tatapannya pada ku biasa saja.
"Kenapa? " tanya bang Tara yang melihat aku bengong saja.
"Gak apa-apa bang, cuman senang saja melihat semua keluarga kumpul jadi rame" jawab ku.
"Abang juga senang karena ini pertama kalinya semua keluarga kumpul dan mereka akur" balas bang Tara sambil tersenyum.
"Tante, nanti kalau Faiz udah gede boleh aku ajak main? " tanya Sakti anak mbak melda yang kecil tiba-tiba.
"Ya boleh dong sayang" jawab ku.
"Yey boleh" ucap nya senang namun langsung kesal karena di ejek Davin.
"Gak boleh, karena cuman bang Davin yang boleh main sama Faiz, kalau sama kamu paling di bikin nangis" ejek Davin.
"Abang" teriak Sakti lalu menyerang Davin.
Semua orang tertawa dan membiarkan adik kakak itu berantem.
"Vin" panggil bang Tara.
"Iya om" jawab Davin.
"Taun depan om kamu kirim ke Ausi" ucap bang Tara.
"Kenapa? " tanya Davin.
"Om pengen kamu belajar di sana selama tiga tahun agar saat kamu kembali kamu langsung bisa memimpin perusahaan milik ayah mu" penjelasan bang Tara.
"Kenapa harus ke Ausi, disini kan bisa? " tanya Davin.
"Om cuman ingin kamu fokus belajar di sana bersama paman Mike" jawab bang Tara.
"Vin, sebenarnya itu keputusan kami semua agar kamu fokus belajar , karena cuman kamu harapan satu-satunya untuk menjalankan bisnis ayah mu" timpal mbak Elisa.
"Ya sudah jika memang itu keputusan kalian aku ikuti" ucap Davin seperti berat untuk melakukan itu.
"Aku ke kamar dulu" pamitnya lalu pergi.
Mbak Elisa meneteskan air mata sepertinya dia sedih jika harus menuntut Davin untuk melakukan hal yang mereka mau.
"Mbak, jika kita gak seperti ini, gimana nasib perusahaan milik kakak, aku dan bang Rian sudah kewalahan dengan perusahaan papa" ucap bang Tara.
"Iya mbak, Davin hanya butuh waktu untuk mengerti semua ini, suatu hari dia pastikan mengerti" ujar mbak melda.
"Aku ikut apa yang terbaik buat Davin" balas mbak Elisa.
Aku memang melihat jika Davin enggan untuk melakukan hal yang di pintar semua keluarga namun jika tidak paksa bagaimana dengan nasib perusahaan peninggalan ayahnya. Setelah cukup malam kami pun masuk kamar dan aku langsung tidur karena mengantuk. Aku bersyukur anak ku tidak terlalu rewel setelah pulang ke rumah.
Hari-hari ku mulai sibuk dengan Faiz dan beruntungnya ada teh Nina yang ngajarin dan bantu aku cara mengurus bayi. Teh Nina dengan telaten mengajariku mulai dari ganti popok, memandikan memakai baju dan lain-kainnya.
"Teh, nanti jika aku pindah rumah teh Nina ikut ya!" pinta ku.
"Saya mah gimana neng saja, jika di ajak ya saya ikut" jawab nya.
"Ya sudah nanti aku bicara sama bang Tara" ucap ku.
Teh Nina pun tersenyum lalu memberikan Faiz pada ku yang telah selesai memakai baju.
"Teh Nina istirahat dulu, Faiz biar sama aku saja" ucap ku.
"Ya sudah saya mau beli buah dulu ke pasar, neng mau nitip? " tanya nya.
"Engga deh teh makasih" jawab ku.
Teh Nina pun keluar dan sekarang tinggal aku dan Faiz berdua di kamar tiba-tiba ponselku berdering ada panggilan masuk dari Alma. Aku langsung mengangkatnya dan ternyata Alma memberitahu ku jika Alma butuh uang untuk membayar perpisahan sekolahnya. Aku tidak langsung memberinya tapi minta waktu sampai besok karena aku juga harus memberitahu bang Tara dan meminta uangnya pada dia.
Sebenarnya aku bingung karena malu juga jika harus minta uang besar langsung kepada bang Tara, tapi hanya dia yang bisa aku mintakan uang.
Aku langsung mengirim pesan pada bang Tara dan hanya di baca saja namun tak lama Alma menghubungiku lagi dan memberitahu jika uangnya sudah masuk. Aku pun langsung menghubungi bang Tara dan berterimakasih karena sudah memberi uang pada Alma.
Sorenya saat pulang aku langsung menyambut bang Tara dengan manis karena dia sudah membantu ku.
"Tumben nih, biasanya cuek saja kalau abang pulang? " tanya nya.
"Aku kan cuman ingin jadi istri solehah" jawab ku namun bang Tara malah mencubit pipiku yang mulai berisi karena sejak melahirkan berat badan ku mulai naik.
"Abang ih" kesal ku.
"Kamu kalau gini pasti ada maunya" ucap bang Tara.
"Bang tau saja" balas ku.
"Tadi abang lagi di luar jadi gak bales dan langsung di kirim ke Alma saja" ucapnya sambil membuka bajunya karena mau mandi.
"Makasih lo bang, aku sekarang cuman bisa minta sama abang" ucap ku.
"Kamu jagan segan karena sekarang keluarga kamu tanggung jawab ku"ucapnya.
" Iya bang"jawab ku.
"Aku mandi dulu" lalu masuk ke kamar mandi.
Aku bersyukur karena memiliki suami yang sangat baik dan keluarganya pun sangat baik dan mereka tidak pernah memperlakukan aku sebagai orang lain melainkan seperti anak mereka.
Namun aku kadang merasa segan jika mengingat kebaikan mereka aku hanya bisa bersikap sederhana seperti aku yang dulu.