Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Terkilir
Setelah selesai menghabiskan makan siang, mereka memutuskan untuk pulang. Yasna menggandeng tangan Afrin dengan Emran yang mengikutinya dari belakang, sementara Aydin berjalan lebih dulu dengan memainkan ponselnya.
Aydin terlalu asik dengan permainannya, hingga tidak menyadari ada sebuah motor yang sedang melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Yasna yang melihat itu pun segera melepas tangan Afrin dan berlari menuju Aydin.
"Aydin!" teriak Yasna.
Yasna berlari dan menarik Aydin hingga mereka berdua terjatuh.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Yasna.
Aydin yang terkejut hanya diam, ia terlihat begitu syok.
"Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Yasna lagi.
"Tidak apa-apa," jawab Aydin gelagapan.
Emran dan Afrin berlari menuju kearah mereka, Terlihat kekhawatiran di wajah Emran. ia terkejut saat Yasna berlari begitu saja demi menyelamatkan putranya.
"Kalian tidak apa-apa?" tanya Emran.
"Aku tidak apa-apa, Aydin yang sepertinya terluka," jawab Yasna.
"Mana yang terluka? Coba papa lihat?" Emran melihat lutut Aydin memang berdarah.
"Nggak papa kok Pa," sahut Aydin.
"Ayo kita ke rumah sakit terdekat!" ajak Emran.
"Nggak usah, Pa. Nanti juga kering," tolak Aydin.
"Sebaiknya diobati, nanti infeksi," sela Yasna.
"Iya, ayo! Bisa jalan?" tanya Emran.
"Bisa kok Pa," jawab Aydin.
Aydin berdiri dengan dibantu Emran. Sementara Yasna yang mencoba berdiri sendiri merasakan kakinya sakit, sepertinya terkilir. Namun, Yasna tidak ingin membuat semua orang khawatir, ia mencoba terlihat baik-baik saja.
Mereka menaiki mobil menuju sebuah klinik, karena Aydin menolak pergi ke rumah sakit. Begitu sampai, Aydin langsung ditangani seorang dokter.
"Tidak apa-apa hanya sedikit lecet," ucap dokter setelah mengobati Aydin.
"Terima kasih, Dok," ucap Emran.
"Ini resepnya, Pak." Dokter menyerahkan sebuah kertas pada Emran.
"Ibu, kakinya nggak diperiksa juga?" tanya seorang suster.
Pandangan semua orang beralih menatap Yasna, yang ditatap pun merasa risih.
"Nggak usah, aku nggak papa kok," jawab Yasna.
"Dari tadi Ibu sepertinya kesusahan berjalan," ucap suster.
"Na, sebaiknya diperiksa," ucap Emran, Yasna akhirnya pasrah.
"Pergelangan kaki Ibu terkilir, harus beristirahat dulu ya, Bu. Jangan banyak beraktivitas," ujar dokter.
Emran terkejut melihat kaki Yasna yang membengkak sedikit kebiruan, kenapa wanita itu diam saja tadi?
"Kenapa kamu nggak bilang kalau kaki kamu terkilir?" tanya Emran.
"Aku nggak papa kok! Ini hanya terkilir sedikit," jawab Yasna.
"Apanya yang sedikit? Sampai bengkak gitu!" seru Emran.
Yasna hanya diam, ia hanya tidak ingin merepotkan saja, apalagi Aydin juga terluka. ia bisa menahannya, beda dengan Aydin yang masih kecil menurut Yasna, Padahal Aydin tidak terlalu parah.
"Tidak apa-apa, Pak. Ibu pasti sembuh dalam beberapa hari," ucap dokter. "Ini resep untuk Ibu."
Emran menghela nafas, ia sedikit kesal dengan Yasna karena menutupi keadaannya. Apa ia tidak cukup baik untuk tahu apa yang terjadi pada Yasna?
Mereka meninggalkan ruangan dokter menuju apotik untuk menebus obat, Emran membantu Yasna berjalan.
"Kalian tunggu disini saja, Afrin sama Aydin jagain Bunda Yasna, Papa mau nebus obat dulu," ucap Emran.
"Iya, Pa," sahut Afrin.
Emran pergi untuk menebus obat, sementara Yasna bersama Aydin dan Afrin. Aydin hanya diam berbeda dengan Afrin yang cerewet.
"Bunda kakinya cakit?" tanya Afrin.
"Bunda nggak papa kok, nanti juga sembuh," jawab Yasna tersenyum.
"Bunda ndak boleh lali-lali sepelti tadi nanti jatuh." Yasna tertawa mendengar nasehat Afrin.
"Iya, Bunda nggak lari lagi," sahut Yasna.
"Ayo, pulang!" ajak Emran.
"Sudah, Mas?" tanya Yasna.
"Sudah ... kamu masih bisa berjalan?" tanya Emran.
"Bisa," kata Yasna dengan berusaha berdiri.
"Maaf." Emran menggendong Yasna ala bridal style tanpa aba-aba, membuat Yasna terkejut.
"Mas! Turunin, malu dilihat banyak orang," ucap Yasna.
"Nggak papa, mereka juga ngerti kaki kamu lagi sakit," sahut Emran. "Ayo, anak-anak."
"Iya, Pa," sahut Afrin.
Emran berjalan lebih dulu dengan menggendong Yasna, sementara Aydin dan Afrin mengikuti mereka di belakang. Banyak pasang mata memperhatikan mereka. Ada yang iri, ada pula yang tersenyum malu melihat mereka layaknya pasangan romantis. Yasna yang merasa malu hanya bisa menyembunyikan wajahnya di dada Emran.
*****
Di sebuah rumah sakit Faida sedang menunggu Avina yang akan melahirkan.
"Mama, bagaimana? Apa anakku sudah lahir?" tanya Zahran yang baru datang.
"Kamu ini bagaimana? Istri sedang hamil tua bukannya ditungguin di rumah, malah kerja," gerutu Faida.
"Zahran banyak kerjaan yang nggak bisa ditinggal, Ma," sahut Zahran.
"Kamu itu atasan mereka, pasti mereka akan mengerjakan apapun yang kamu perintahkan," ujar Faida.
"Ya nggak bisa gitu dong Ma, mereka punya kerjaan masing-masing," kilah Zahran.
"Kamu ini banyak sekali alasan. Sudahlah ini rumah sakit, jangan berdebat di sini," sahut Faida.
Beberapa menit kemudian seorang dokter keluar dari ruang operasi.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Zahran.
"Alhamdulillah, operasi berjalan lancar. Putri Bapak selamat," jawab dokter.
"Putri? Anak saya laki-laki, Dok!" ujar Zahran.
"Tidak, Pak. Anak Bapak perempuan," sela dokter.
Zahran terkejut mendengarnya, bagaimana mungkin ini terjadi? Jelas-jelas waktu USG dokter mengatakan jika anaknya laki-laki, tetapi kenapa sekarang berubah?
"Waktu USG anak saya laki-laki, Dok," ujar Zahran.
"Kadang hal seperti ini bisa terjadi, Pak," sahut dokter.
"Bapak silahkan masuk untuk mengazani putri Bapak," ucap seorang suster yang baru saja keluar dari ruang operasi.
Zahran hanya diam, ia masih tidak bisa menerima kenyataan yang ada di depannya, sebelumnya ia sangat yakin jika anak dalam perut Avi adalah laki-laki, kenapa sekarang permpuan?
"Ran, kamu harus menazani anakmu. Maskipun kamu tidak suka, ini adalah tanggung jawabmu," ujar Faida.
Mau tidak mau Zahran harus melakukannya, ia mengikuti suster untuk melihat dan mengazani putrinya.
*****
Tok tok tok
"Assalamualikum."
"Waalaikumsalam ... kaki kamu kenapa, Na?" tanya Alina setelah membuka pintu.
"Tadi jatuh, Bu. Tidak apa-apa kok." Yasna berjalan dengan dibantu Emran menuju sofa di ruang tamu.
"Tadi Bunda lali-lali, Nek," sela Afrin.
"Lari-lari ngapain?" tanya Alina heran.
"Maaf, Bu. Tadi Yasna mencoba menyelamatkan Aydin yang hampir tertabrak motor," jawab Emran merasa tidak enak.
"Aydin siapa?" tanya Alina.
"Anak saya yang pertama, Aydin salim sama Nenek," ucap Emran.
Alina menatap Aydin, ia baru tahu jika Emran punya anak yang lain.
'Syukurlah dia punya anak yang lain, laki-laki pula, jadi ia tidak akan menuntut Yasna memberinya seorang anak,' batinAlina.
Aydin menyalami Alina, membuat Alina tersenyum dan mengusap kepalanya.
"Aydin umurnya berapa?" tanya Alina.
"Dua belas tahun," jawab Aydin singkat.
"Ayo, duduk sini! Afrin juga," ajak Alina.
"Sebentar, Nenek buatkan minum," ucap Alina.
"Tidak usah, Bu," tolak Emran.
"Tidak apa-apa." Alina masuk begitu saja tanpa mau mendengar penolakan Emran.
.
.
.
.
.
terimakasih mbak Author udah di ijinin baca Marathon, Tamat ❤❤❤❤
Emran Yesna ❤❤❤❤