Yang baik hati boleh follow akun ig di bawah.
ig: by.uas
Tag: comedy, slice of life, sistem, Kaya raya, semi-harem.
Jadwal Update: Random—kalo mau upload aja.
Sypnosis:
Remy Baskara, pemuda sebatang kara tanpa pekerjaan, sudah lelah dengan hidupnya yang hampa. Saat hampir mengakhiri hidupnya, tiba-tiba sebuah suara menggema di kepalanya.
[Sistem "All In One" telah terikat kepada Host...]
Dengan kekuatan misterius yang bisa mengabulkan segala permintaannya, Remy bertekad mengubah nasibnya—membalas semua yang menindasnya dan menikmati hidup yang selama ini hanya ada dalam angannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9 - Reuni SMA
Malam mulai menyelimuti kota, lampu jalan perlahan menyala, dan suara mesin kendaraan terdengar samar-samar.
Di garasi, Alfan memeriksa BMW M4 Coupé-nya sambil menunggu Remy yang sedang memilih pakaian.
Yudha, seperti biasa, sudah lebih dulu berangkat dengan Ducati Panigale V4 merah mengilap yang dia ambil tadi siang.
"Cepet, Rem! Gue gak mau jadi orang terakhir yang dateng!" seru Alfan sambil menyalakan mesin mobilnya.
Remy keluar dari rumah dengan tampilan santai tapi memukau. Ia mengenakan baggy jeans berwarna abu abu, dipadukan dengan kaos oversized putih, dan sneakers putih bersih.
Dia menenteng jaket kulit hitam yang ia gantung di bahu dengan satu tangan.
"Udah siap nih," jawab Remy santai, masuk ke kursi sebelah Alfan. "Lo buru-buru amat, Fan. Santai aja."
Alfan melirik ke arahnya dan menggeleng kecil. "Santai-santai juga gue gak mau kalah keren sama lo, Rem."
Remy tersenyum tipis. "Gak usah iri, Fan. Kan budget lo gede."
"Budget besar tapi tetep kalah styling sama lo. Beda kelas, bos!" ujar Alfan dengan nada bercanda sambil menginjak pedal gas.
BMW M4 Coupé mereka meluncur mulus di jalan raya.
Mesin turbocharged-nya menderu pelan, memberikan sensasi tenang tapi penuh tenaga.
Remy membuka jendela sedikit, menikmati angin malam yang sejuk.
"Eh, si Yudha udah nyampe belum?" tanya Remy, menatap lampu kota yang berkilauan di kejauhan.
"Belum nge-chat sih. Tapi kayaknya dia udah otw dari tadi," jawab Alfan sambil mengecek HP-nya sekilas di lampu merah. "Lo liat aja, dia pasti udah pamer motor barunya ke orang-orang."
Remy tertawa kecil. "Biarin aja. Gengsi anak sultan."
Perjalanan mereka diisi dengan obrolan ringan hingga akhirnya BMW M4 Coupé memasuki area parkir tempat reuni.
"Eh, ini bukannya salah satu anak perusahaan PT Trinova Global ya." pikir Remy, matanya menatap restoran bernama Nostalgik.
[Host benar! Ini adalah salah satu anak perusahaan PT Trinova Global.]
"Kalo gitu, berarti ni resto punya gue juga kan ya." ucapnya dalam hati, berusaha sekuat tenaga untuk menahan senyumnya.
Tempat itu adalah sebuah restoran rooftop yang mewah, dengan pemandangan malam kota yang memukau.
Lampu-lampu gedung tinggi memantulkan cahaya di kaca mobil mereka saat Alfan memarkir kendaraan di area VIP.
"Rem, lo duluan deh," ujar Alfan sambil mematikan mesin. "Gue mau rapihin rambut dulu, takut kalah saing."
Remy mengangkat alis sambil tertawa. "Anjir, pede banget lo."
Remy melangkah keluar, jaket kulitnya kini dikenakan, melengkapi penampilannya yang semakin sempurna.
Alfan menyusul setelah memastikan rambutnya tampak rapi di kaca spion.
Mereka berjalan masuk ke dalam restoran, diiringi tatapan beberapa tamu yang jelas terpukau oleh penampilan mereka.
Di dalam, suara obrolan hangat dan tawa teman-teman lama mulai terasa. Beberapa wajah familiar langsung menyambut mereka.
"Eh, itu Remy sama Alfan, kan?" suara seorang pria terdengar dari tengah kerumunan. Semua mata langsung tertuju pada mereka.
"Wah, gila Rem! Fan! Lama banget gak ketemu!" salah satu teman lama mereka, Bima, menghampiri dengan ekspresi antusias.
Remy dan Alfan membalas sapaan itu dengan senyum santai.
Tapi mata Remy perlahan mencari sosok yang lain—Niken.
Dan di ujung ruangan, ia menemukannya. Niken berdiri dengan elegan, mengenakan dress hitam sederhana namun anggun, rambut panjangnya diikat rapi.
Wanita itu sedang berbicara dengan Yudha yang tampak santai bersandar di sofa, lengkap dengan jaket kulit dan aura anak sultan yang khas.
Remy terdiam sejenak, mencoba menenangkan degup jantungnya. "Tenang, Rem. Cuma reuni," pikirnya.
"Eh, itu dia si Niken," bisik Alfan di sampingnya, menyikut pelan. "Gas, Rem. Jangan kalah."
Remy hanya tersenyum tipis, berjalan perlahan menghampiri mereka.
Niken menyadari kehadirannya dan menghentikan percakapan dengan Yudha.
Tatapannya bertemu dengan Remy, senyum kecil muncul di wajahnya.
"Remy?" suaranya terdengar sedikit ragu, tapi hangat.
"Hai," jawab Remy santai, dengan senyum yang khas. "Udah lama ya gak ketemu."
Sebelum mereka melanjutkan perbincangan, tiba-tiba ada seorang pria yang merangkul pundak Remy.
"Remy, gimana kabar lo?" serunya, suaranya berat. "Gue kangen liat lo nyari masalah anjir."
Dia adalah Raul, tapi lebih sering di panggil gatot gara-gara badan besar full ototnya.
Remy menoleh ke arahnya, tatapan tajam di barengi senyuman kesal terlihat jelas di wajahnya.
"Anak ngentot!" teriaknya dalam hati, geram banget ini. "Lagi ada kesempatan buat ngobrol sama Niken juga."
Di tatap seperti itu oleh Remy, keringat dingin mulai berjatuhan dari dahi Raul.
Alfan dan Yudha dengan sigap langsung merangkul Raul, mengeluarkan senyuman sok asik mereka.
"Eh tot, ikut kita aj yuk kesana." ucap mereka berdua kepada Raul.
Raul yang kebingungan hanya mampu mengangguk, dan berjalan bersama mereka berdua menjauh dari Remy dan Niken.
Niken tertawa kecil melihat kejadian hal tersebut, wajah cantiknya terlihat lebih menawan saat itu.
"Gila," gumam Remy dalam hati, terpesona dengan kecantikan di depannya. "Niken tambah cantik aja loh."
Ada sedikit rasa canggung di antara mereka—sebuah jarak waktu dan kisah lama yang tak sempat terungkap.
Remy menatap Niken, mencoba mencari kata-kata untuk memecahkan kebekuan.
"Jadi, sekarang sibuk apa? Masih sama kayak dulu, suka bikin lagu-lagu?" tanyanya santai, mencoba mengarahkan pembicaraan.
Niken mengangguk pelan, senyumnya mengembang. "Iya, masih nyoba-nyoba. Gue lagi serius ngejalanin karier jadi penyanyi sekarang," jawabnya dengan nada bangga yang tidak berlebihan. "Baru rilis single pertama, tapi ya gitu deh, masih belajar banyak."
Remy mengangkat alis, kagum. "Seriusan? Penyanyi, ya? Wah, salut. Gue yakin lo bakal sukses, suara lo kan emang bagus dari dulu," katanya dengan nada tulus.
Niken tersenyum lebih lebar. "Makasih, Rem. Tapi ya... prosesnya gak gampang. Banyak hal yang harus dipelajari, apalagi soal panggung dan bikin lagu yang relate sama orang."
Remy mengangguk mengerti, tapi dalam hatinya sedikit terkejut.
Pria itu mengingat sosok Niken dulu, seorang gadis pemalu yang suka menyanyi kecil di pojok kelas saat semuanya sibuk ribut.
Dia tidak menyangka Niken akan punya keberanian sebesar ini.
"Lo pasti bisa," ujar Remy, menyilangkan tangannya di depan dada. "Lo itu tipe orang yang kalau udah niat, gak ada yang bisa ngelawan. Gue inget kok."
Niken terkekeh. "Masih inget aja lo. Dulu malah lo lebih sering bikin ribut di kelas. Gue sampe heran, gimana sekarang lo bisa berubah."
Remy menyeringai. "Ya, namanya juga proses. Gue udah gak sebandel itu, Nik. Dulu kan masih bocah bengal."
Mata Niken berbinar, penasaran. "Gue juga heran loh, Rem. Dulu lo selalu jadi yang paling depan kalau ribut. Sekarang jadi apa? Gue denger dari temen-temen, lo gak pernah cerita kerja apa."
Remy sedikit terdiam, senyumnya tetap santai. "Ah, gue mah kerjaannya cuma nyuruh nyuruh orang doang. Kalo enggak gitu yaaa.. cuma ngurusin dokumen sama tanda tangan, udah kayak tukang pos aja." jawabnya, sengaja menggiring pembicaraan ke arah yang ringan.
"Serius?" Niken memiringkan kepala, jelas-jelas penasaran. "Lo tuh, ya... dari dulu misterius banget. Gak pernah mau kasih tau soal kehidupan lo yang serius."
Remy tertawa kecil, mencoba mengalihkan perhatian. "Yah, dibandingin lo yang nyanyi di panggung, kerjaan gue mah gak seberapa menarik, Nik."
Niken tertawa mendengar jawaban itu, tapi sebelum sempat bertanya lebih jauh, suara musik di restoran mulai mengisi ruangan.
Salah satu teman mereka berteriak dari meja lain, "Niken! Nyanyi dong buat kita!"
Niken tampak sedikit ragu, tapi teman-temannya terus mendesak.
Alfan, Yudha dan Raul yang wajahnya tampak memar, sudah kembali, ikut menyoraki.
"Ayo, Nik! Show us what you got!" kata Yudha sambil bersiul, memancing perhatian semua orang.
Remy hanya berdiri di sana, tersenyum tipis. Ia tahu Niken mungkin gugup, tapi ia juga tahu perempuan itu tidak akan menolak kesempatan untuk menunjukkan bakatnya.
"Go ahead," ucap Remy pelan, menatapnya dengan penuh keyakinan. "Gue pengen banget liat lo perform."
Setelah beberapa detik ragu, Niken akhirnya mengangguk. "Oke deh, cuma satu lagu, ya."
Ia berjalan ke mikrofon yang disiapkan di tengah ruangan, disambut tepuk tangan dari para tamu.
Musik mulai mengalun pelan, dan suara Niken mengisi ruangan.
Lembut, penuh emosi, dan terasa seperti membawa semua orang ke dunia lain.
When you try your best, but you don't succeed....
When you get what you want, but not what you need....
When you feel so tired, but you can't sleep....
Stuck in reverse....
Semua orang terdiam, terpesona oleh penampilannya.
Bahkan Alfan, yang biasanya paling heboh, hanya bisa melongo kagum.
Remy berdiri di dekat meja, menatap Niken dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Dalam hati, ia merasa sedikit bangga, tetapi juga teringat pada masa-masa mereka dulu—saat semua ini terasa jauh dari mungkin.
Saat lagu selesai, tepuk tangan menggema. Niken kembali ke tempatnya, wajahnya sedikit memerah karena malu, tapi senyum di bibirnya tidak bisa disembunyikan.
"Keren abis gila Nik," ujar Remy pelan ketika Niken mendekat.
Niken tersenyum lembut. "Thanks, Rem."
Remy mengangguk, kali ini dengan senyum yang lebih hangat nan tenang.
"Terusin, Nik." katanya. "Paling satu tahun lagi gue udah punya temen penyanyi populer."
Yudha tiba-tiba udah di samping mereka berdua, "Temen apa temen nih Rem?" tanyanya seraya tersenyum usil.
Remy langsung menjitak kepala Yudha kuat-kuat.
"Anjing!" umpat Yudha kepada Remy, kedua tangannya memegang tempat ia di jitak. "Sakit bego."
Remy tersenyum, matanya berkilat licik. "Sorry ya yud, kaget gue." ketahuan banget tuh bohongnya.