Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mata yang Sembab
Malam itu terasa begitu panjang bagi Lily. Jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul empat dini hari, tapi dia sama sekali belum merasa mengantuk. Mata yang sudah lelah tetap terbuka, seakan pikiran dan perasaannya menolak untuk beristirahat.
Seluruh pikirannya terfokus pada Isaac, mengulang-ulang kejadian yang terus menghantuinya sejak suaminya meninggalkan rumah tadi malam.
Lily menghela nafas panjang, mencoba mencari kenyamanan di bawah selimutnya, tetapi sia-sia. Pikirannya terlalu penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Isaac? Kenapa dia takut melihat darah? Apakah selama ini ada sesuatu yang disembunyikannya? Lily tidak bisa memahami apa yang tengah terjadi dalam kehidupan rumah tangganya yang sebelumnya terasa begitu stabil.
Sebelum kejadian tadi malam, Isaac tidak pernah menunjukkan tanda-tanda takut terhadap hal apa pun, apalagi darah. Tapi tadi malam, Isaac berubah menjadi sosok yang asing dengan tubuh gemetar, ketakutan, dan penuh amarah.
Lily mengingat bagaimana Isaac marah padanya, memintanya untuk berhenti terlalu ikut campur. Kata-kata kasar suaminya kembali terngiang di telinganya, membuat perasaannya bercampur aduk antara sakit hati, kebingungan, dan frustasi.
“Apa aku yang salah?” pikir Lily. Apakah dia terlalu memaksa Isaac untuk terbuka? Atau mungkin, ada sesuatu yang jauh lebih besar yang Isaac sembunyikan, sesuatu yang membuatnya begitu hancur?
Pikiran-pikiran itu terus berputar-putar di kepalanya. Rasa cintanya pada Isaac membuatnya merasa harus memahami apa yang terjadi, tetapi di saat yang sama, Lily juga merasa terluka oleh sikap Isaac yang begitu kasar dan dingin tadi malam.
Hatinya terombang-ambing antara kebencian, cinta, dan kepedulian yang tak berujung. Terkadang, dia ingin berteriak dan mengatakan bahwa Isaac telah membuatnya sakit hati.
Namun di lain sisi, ada bagian dalam dirinya yang ingin memeluk suaminya erat-erat dan meyakinkannya bahwa dia tidak sendiri.
Waktu terus berjalan, hingga Lily sadar jika dirinya harus mulai bersiap-siap untuk pergi bekerja. Pekerjaannya sebagai pembawa berita menuntutnya untuk selalu tampil sempurna di depan kamera. Tapi bagaimana dia bisa tampil sempurna dengan perasaan yang begitu berantakan dan mata yang berat?
Dengan berat hati, Lily memaksakan dirinya bangun dari tempat tidur. Air matanya sudah kering, tapi perasaan yang mengganjal di dadanya masih begitu nyata. Dia berjalan ke kamar mandi, berharap air dingin bisa sedikit menenangkan emosinya.
Namun begitu air mengalir di kulitnya, air mata yang semula tertahan tiba-tiba tumpah lagi. Tangisannya pecah tanpa bisa dikendalikan, bercampur dengan suara air yang mengalir deras.
Lily menangis tersedu-sedu, tubuhnya berguncang oleh emosi yang meledak. Rasa frustasi, lelah, dan putus asa semuanya keluar bersamaan. Di tengah tangisannya, dia mengutuk dirinya sendiri. “Kenapa aku begini? Kenapa aku harus selemah ini?” bisiknya pelan di antara isak tangisnya.
“Kenapa aku cengeng? Kenapa aku nggak bisa berhenti mikirin Isaac?”
Setelah beberapa saat, Lily berusaha menenangkan dirinya. Dia tahu dia tidak bisa terus-terusan menangis. Dia harus kuat, setidaknya untuk bisa melalui hari ini. Setelah selesai mandi, Lily berjalan ke depan cermin untuk mulai berdandan.
Perlahan-lahan Lily menyapukan kuas di wajahnya, berharap sisa kesedihan terhapus dari sana. Namun, saat dia mengaplikasikan maskara di matanya, air mata kembali mengalir.
Maskara hitam itu luntur, meninggalkan noda-noda di pipinya. Lily berteriak frustasi, membanting maskara ke meja riasnya.
“Argh! Sial!” teriaknya.
“Kenapa aku gini sih?!” serunya dengan suara pecah, marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa mengendalikan emosi.
Dia merasa lemah dan tidak berdaya. Seharusnya dia bisa lebih kuat, lebih tegar. Namun setiap kali dia mencoba, air mata terus datang, seakan rasa sakit di hatinya terlalu besar untuk dilawan.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Lily berhasil menyelesaikan dandannya. Matanya masih sembab, tapi dia sudah tidak punya waktu untuk memperbaiki semuanya. Dia harus berangkat sekarang, meski perasaannya masih begitu kacau. Dengan langkah cepat, dia keluar dari rumah, bergegas menuju mobilnya.
Di sepanjang perjalanan menuju kantor, Lily berusaha keras untuk terlihat ceria. Dia memaksakan senyuman setiap kali bertemu dengan orang-orang di jalan, berharap tidak ada yang memperhatikan matanya yang sembab atau perasaan hancur yang dia sembunyikan di balik wajahnya yang penuh make-up.
Namun, setiap kali dia melihat bayangannya di kaca spion mobil, perasaan frustasi itu kembali menghantam. Dia terlihat begitu kacau, meski sudah berusaha keras untuk menutupi semuanya.
“Gimana aku bisa tampil di depan kamera kalo mukanya gini?” pikirnya, frustasi. Dia harus membawakan berita penting hari ini, berita yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Tapi bagaimana dia bisa bersikap profesional ketika pikirannya dipenuhi oleh Isaac?
Setiap detik terasa begitu berat. Lily mencoba mengabaikan semua yang terjadi tadi malam, mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Tapi bayangan Isaac terus saja muncul di pikirannya.
Pertengkaran mereka, tatapan marah Isaac, dan kata-kata yang begitu menyakitkan terus berulang-ulang, menghancurkan setiap usaha Lily untuk mengalihkan perhatian.
Lily terus bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya? Apa yang telah membuat Isaac berubah seperti semalam?
Sesampainya di kantor, Lily menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya untuk terakhir kalinya sebelum masuk ke dalam studio. Matanya masih sembab, tapi tidak ada waktu lagi untuk memperbaiki penampilannya. Dia harus tampil di depan kamera, harus terlihat cantik dan profesional, meskipun hatinya sedang hancur berkeping-keping.
“Lily,” panggil Hilmi dengan nada sedikit ketus saat kaki Lily hendak masuk ke dalam studio.
Seketika Lily menoleh dan tersenyum kepada Hilmi, selaku atasannya. “Pagi, Pak,” sapa Lily dengan ramah dan tersenyum lebar.
“Apa-apaan dengan wajahmu itu?” tanya Hilmi seraya mengamati wajah Lily yang tampak kacau.
“Maaf, maksud Pak Hilmi-,”
“Kamu sedang ada masalah? Kenapa matamu sampai bengkak seperti itu?” tanya Hilmi tidak sabaran.
“Hari ini ada berita penting yang harus kamu bawakan, tapi lihat wajahmu yang begitu kacau!” seru Hilmi dengan sorot mata dingin. Dia tidak habis pikir kenapa Lily akhir-akhir ini sangat menjengkelkan.
“Maaf, saya semalam-,”
“Saya tidak terima alasan apapun!” seru Hilmi membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka berdua. Beberapa orang bahkan berbisik-bisik, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
“Harusnya kamu bisa lebih profesional lagi! Kamu pikir ini pekerjaan masin-main?
Seharusnya kamu bisa memisahkan antara urusan pribadi dan urusan pekerjaan! Kacau!”
“Saya minta maaf, Pak. Saya akan perbaiki riasan saya agar tidak terlihat di depan kamera,” ujar Lily dengan suara lirih dan kepala yang menunduk.
“Tidak perlu, kamu bisa pulang dan selesaikan masalahmu itu. Saya tidak butuh orang yang tidak profesional,” cecar Hilmi, lalu pergi meninggalkan Lily begitu saya. Dari ekspresi wajahnya, Hilmi tampak tidak sudi mendengarkan penjelasan Lily.
Lily menarik napas dalam-dalam sambil melihat ke sekeliling. Dia menahan air matanya agar tidak jatuh di depan banyak orang. Di maki-maki oleh atasan di depan banyak orang sudah membuat Lily malu, apalagi harus menangis sesenggukan.
“Maaf,” ucap Lily seraya berjalan cepat keluar kantor. Perasaan malu, sedih, kesal bercampur menjadi satu. Masalah terus berdatangan menghantam Lily, membuatnya begitu kalut.
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor