Viola merasa di tipu dan dikhianati oleh pria yang sangat dicintainya. Menyuruh Viola kuliah hingga keluar negeri hanyalah alibi saja untuk menjauhkan Viola dari pria itu karena tidak suka terus di ikuti oleh Viola.
Hingga 8 tahun kemudian Viola kembali untuk menagih janji, tapi ternyata Pria itu sudah menikah dengan wanita lain.
"Aku bersumpah atas namamu, Erland Sebastian. Kalian berdua tidak akan pernah bahagia dalam pernikahan kalian tanpa hadirnya seorang anak"
~ Viola ~
Benar saja setelah 3 tahun menikah, Erland belum juga di berikan momongan.
"Mau apa lo kesini??" ~ Viola ~
"Aku mau minta anak dari kamu" ~ Erland ~
Apa yang akan terjadi selanjutnya pada Viola yang sudah amat membenci Erland??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Penolakan Erland
"Maaf Om, saya tidak bisa!!"
Erland menolak dengan tegas. Doa langsung berdiri ingin meninggalkan ruangan itu.
"Tunggu Erland!!"
"Om mohon sama kamu, kamu hanya perlu menikahi Viola saja. Setelah itu kami akan mengikhlaskan dia pergi untuk selama-lamanya. Hanya kamu pria yang dia cintai Er. Jadi sebelum kepergiannya, ijinkan Om memohon kepadamu untuk mengabulkan keinginannya selama ini. Kamu tau sendiri kan, kalau dia begitu mencintaimu??"
Erland terdiam karena memang kenyataannya begitu. Bahkan bisa di bilang Erland ikut andil dalam aksi bunuh diri yang dilakukan Viola.
"Tapi Om tau sendiri kan kalau Erland baru saja menikah?? Bagaimana rekasi istri saya saat tau saya ingin menikahi wanita lain?? Om bisa bayangkan sendiri kan?? Saya rasa itu bukan keputusan yang tepat om"
Erland tetap bersikeras dengan pendiriannya. Seharusnya ada cara lain selain menikahkan Viola dengannya.
"Lalu Om harus bagaimana Er?? Om tidak tau lagi cara membuatnya bahagia di hari-hari terakhirnya" Pria tua itu mulai menangis di hadapan Erland.
"Om akan berikan berapapun yang kamu mau Er, asal kamu mau menikahi Viola. Om mohon Er, sekali ini saja turuti keinginan Viola"
"Ini bukan masalah nominal Om. Tapi ini menyangkut perasaan Om. Bagaimana istri saya, pernikahan saya yang baru seumur jagung ini??" Erland menjadi geram karena Papi Dito seolah ingin membelinya dengan uang.
"Maaf Om, saya rasa cukup sampai disini. Istri saya menunggu di rumah" Tanpa menghiraukan Papi Dito lagi, Erland keluar dari ruangan pemimpin perusahaan itu.
Hatinya sudah bergemuruh, kesal sudah pasti. Tapi ingin melampiaskannya pada siapa.
Erland teringat firasat Sarah tadi sebelum berangkat, jika Sarah merasa ada yang tidak beres dengan mereka. Mungkin memang benar jika firasat istri itu kuat untuk suaminya.
Erland bergegas pulang ingin segera bertemu istrinya. Kondisinya saat ini sedang tidak baik-baik saja. Dia butuh seseorang yang mampu menenangkannya.
*
*
*
*
Setibanya di rumah, Erland langsung masuk ke kamar. Di mana biasanya istrinya berada.
"Kamu sudah pulang Mas?"
Sarah terkejut karena tiba-tiba Erland memeluknya.
"Kenapa Mas?? Ada apa?" Sarah merasa ada gang aneh pada suaminya itu.
"Kamu benar Sarah, firasat mu benar. Mereka memang tidak beres"
Sarah mengurai pelukan suaminya, melihat dengan jelas wajah murung suaminya.
"Tunggu, jelaskan dulu ada apa sebenarnya. Aku belum tau maksud kamu Mas!!"
Erland melepas jasnya lalu, terduduk dengan lesu di atas ranjang
"Keadaan Viola semakin menurun, dan Dokter meminta keluarganya untuk mengikhlaskannya"
"Kalau itu yang terbaik kenapa tidak. Dokter sudah menyarankan hal yang paling tepat bukan?? Jadi kenapa kamu justru sedih begini?" Sarah heran dengan suaminya, malah justru mulai curiga jika Erland menyimpan rasa pada Viola.
"Masalahnya bukan itu Sarah. Tapi permintaan mereka kepadaku sebelum mereka melepaskan alat bantu itu daei tubuh Viola. Itu yang sangat membuatku keberatan"
Erland tau kabar ini pasti akan membuat Sarah marah besar. Tapi sebelum Sarah mendengar dari orang lain, terutama Vino, lebih baik Erland sendiri yang akan mengatakannya pada Sarah.
"Memangnya apa yang mereka minta dari kamu Mas??"
Erland sempat memandang wajah cantik Sarah dengan begitu dalam sebelum mengatakan kabar menyakitkan itu.
"Mereka memintaku untuk menikahi Viola"
"Apa!!"
Tepat sekali, tebakan Erland jika Sarah akan sekaget itu.
"Enggak, enggak mungkin kan Mas?? Kamu tidak menerimanya kan Mas??"
Serah berjalan ke kiri dan ke kanan dengan tak tenang.
"Tidak, aku tidak mau mengorbankan pernikahan kita. Apalagi menyakiti perasaan kamu" Mau bagaimana pun Sarah adalah wanita yang Erland cintai.
"Benar Mas. Jangan sampai kamu menikahi dia. Walaupun setelah itu dia akan pergi tapi aku tetap tidak rela jiak aku di madu. Atau kalau tiba-tiba dia bangun setelah kalian menikah. Aku lebih tidak rela lagi. Lebih baik aku yang pergi saja kalau itu sampai terjadi!!"
Erland belum menerimanya saja Sarah sudah semarah itu. Bagaimana jadinya jika Erland benar-benar menuruti permintaan Papinya Viola.
"Jangan bicara sembarangan Sarah!! Aku masih tetap memilihmu. Hanya kamu wanita yang aku cintai. Sekarang tenanglah, aku mau mandi. Sepertinya kepalaku butuh di siram dengan air dingin"
Erland meninggalkan Sarah yang masih terus bergerak tak tenang. Kuku-kuku jarinya yang panjang dan cantik itu digigitnya kecil-kecil karena perasaannya yang terus berkecamuk.
*
*
*
*
*
"Bagaimana Pi??"
Vino langsung menyambut Papi Dito begitu tiba di ruangan sang istri.
Papi Dito hanya menjawab Vino dengan gelengan lemahnya, yang membuat Vino kembali menjatuhkan tubuhnya di sofa rumah sakit itu.
"Erland tidak mau ya Pi?" Papi Dito langsung menoleh pada pemilik suara yang lemah itu. Begitu terkejut karena istrinya sudah tau soal ini.
"Mami mendengar perbincangan kita tadi Pi" Jelas Vino sebelum Papinya menuduh Vino yang memberitahu memberitahu Maminya.
Akhirnya Papi Dito pasrah dan mendekat pada istrinya. Di genggamnya tangan yang terasa dingi itu.
"Benar Mi, dia tidak mau. Dia begitu mencintai istrinya. Papi juga sudah menawarkan banyak uang kepadanya. Tapi dia menolak dengan tegas" Papi Dito terduduk lemas di sebelah istrinya.
Vino jelas tau jika sahabatnya itu tak akan pernah tertarik dengan yang namanya uang jika bukan dari hasil kerja kerasnya sendiri.
"Lalu setelah ini apa yang harus kuta lakukan Pi??" Tanya Mama Via lagi dengan lemah.
Papi Dito hanya menggeleng dengan pelan. Saat ini otaknya benar-benar buntu, task bisa berpikir sama sekali.
"Permisi Tuan, Nyonya. Dokter memanggil wali dari Nona Viola untuk segera keruang ICU" Ucap perawat itu dengan wajah paniknya.
Tanpa berpikir pajang lagi, Vino langsung melompat dari sofa berlari keruangan yang menjadi tempat adiknya dua minggu ini.
Sesampainya di sana, Vino masih bisa melihat jika Viola telah selesai di periksa.
"Bagaimana keadaannya Dokter?? Apa yang sebenarnya terjadi??" Panik Vino.
"Ini kejang pertama sejak sepuluh hari terakhir. Kondisinya benar-benar memburuk untuk saat ini. Bagaimana keputusan keluarga Viola?? Apa yang kalian ambil??" Tanya Dokter teman lama Papi Dito itu.
Vino menggeleng, karena memang dia belum yakin dengan keputusan untuk melepas semua alat pembantu itu.
"Segera tentukan pilihan, tidak mungkin kan kamu tega melihat adikmu berbaring di sana sendirian dan rasa sakit seperti yang baru saja terjadi"
Vino masih diam, dengan sesekali melihat Viola yang terlelap di balik dinding kaca itu.
"Baiklah Dokter, lakukan yang terbaik menurut Dokter untuk adik saya. Tapi beri kami sedikit waktu lagi untuk mewujudkan keinginan adik saya untuk terakhir kalinya"
*
*
*
*
Keesokan harinya Erland sudah kembali ke kantornya. Satu hari mangkir hanya untuk seharian menemani istrinya membuatnya begitu senang.
Erland kembali fokus pada tumpukan berkas di atas mejanya. Baru saja di tinggal sehari, pekerjaannya sudah sebanyak itu.
"Er!!"
Suara pria yang amat sangat familiar bagi Erland.
"Tumben pagi-pagi sudah datang kesini Vin ada apa??"
"Er, gue mohon lo nikahin adik gue!!"
mana bisa keguguran hamil juga ngga....
susah siihh kalo emang udah diniatin dari awal ngga bener yaa ngga bener kedepannya juga. sakit dibikin sendiri bertahan hanya demi harta🤨🤨