Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Malam itu, Zekki duduk sendirian di sudut halaman Sekte Nusantara, di bawah langit malam yang penuh bintang. Udara pegunungan terasa dingin, menusuk hingga ke tulang, tapi pikiran Zekki jauh lebih gelisah dibandingkan dinginnya udara di sekeliling. Dia memeluk lututnya, pandangannya kosong, menatap ke langit seakan mencari jawaban yang entah ada di mana. Dalam hatinya, ia tahu bahwa ketenangan ini tidak akan bertahan lama. Sekte Nusantara, dengan segala mimpi dan harapan yang mereka tanam, kini mulai diperhatikan oleh sekte-sekte besar.
"Entahlah... apa ini semua keputusan yang tepat?" gumam Zekki pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tak terdengar. Tapi di dalam hatinya, ada kebimbangan yang tak bisa ia abaikan begitu saja. Ia ingin sekte ini menjadi tempat aman bagi orang-orang yang ingin bebas dari politik sekte-sekte besar, tapi apa mungkin? Mimpi ini terasa begitu rapuh, seperti gelembung yang siap pecah kapan saja.
Langkah-langkah ringan mendekatinya dari arah belakang. Zekki tidak perlu menoleh untuk tahu siapa itu. Yuna. Ia mengenali langkahnya, yang selalu tenang dan lembut, seolah tak ingin mengusik siapa pun.
“Zekki…” Yuna duduk di sampingnya, menatapnya dengan sorot mata penuh perhatian. Ia menunggu sejenak, memberi ruang untuk Zekki berbicara lebih dulu, tapi ketika tak ada kata yang keluar, Yuna melanjutkan, “Kau… kau kelihatan… beda malam ini. Ada yang mengganggumu, ya?”
Zekki mendesah, mengusap wajahnya dengan tangan. "Aku nggak tahu, Yun. Kadang aku berpikir… apa benar ini yang harus kulakukan? Apa benar mendirikan sekte ini adalah pilihan yang tepat? Kita cuma sekte kecil, kan? Sekte-sekte besar nggak akan berhenti sampai mereka menghancurkan kita… atau… sampai kita menyerah.”
Yuna terdiam sejenak, mengamati Zekki dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ia mengenal Zekki lebih dari siapa pun, dan ia tahu bahwa meskipun Zekki jarang menunjukkan emosinya, malam ini berbeda. Ada sesuatu yang sangat mengganggunya. Yuna pun menggenggam tangannya, perlahan, seolah ingin menyalurkan ketenangan.
“Zekki… aku tahu kamu takut. Aku juga, kok,” katanya dengan suara lembut. “Tapi aku percaya sama kamu. Aku percaya sama impianmu. Bukankah itu yang bikin kita semua ada di sini? Kalau kamu mundur sekarang, aku… aku rasa kami semua nggak akan pernah bisa menemukan tempat lain seperti ini.”
Zekki menatap Yuna. Dia ingin membantah, tapi di matanya, ia melihat ketulusan yang begitu dalam. Kata-kata Yuna begitu sederhana, tapi… entah kenapa, terasa menenangkan. Dia menghela napas panjang, perlahan merasa bebannya sedikit terangkat.
“Yun… kadang aku merasa egois, tahu nggak?” Zekki tertawa kecil, meski matanya masih menyiratkan kecemasan. “Aku bawa kalian ke sini, berharap kalian mau percaya sama impianku. Tapi, gimana kalau semua ini… cuma berakhir sia-sia? Gimana kalau kita semua hancur?”
Yuna tersenyum tipis, lalu menatap bintang-bintang di atas. "Ya, mungkin kita nggak tahu apa yang bakal terjadi. Tapi aku lebih baik di sini, bersama kalian… daripada di sekte-sekte besar yang penuh politik kotor. Setidaknya di sini… kita punya kebebasan untuk memilih, kan?”
Zekki hanya mengangguk pelan, merasa hangat oleh kata-kata Yuna. "Iya… mungkin kamu benar. Kita masih punya pilihan. Aku cuma… aku cuma berharap aku nggak menyeret kalian ke jalan yang salah."
Pagi berikutnya, Zekki mengumpulkan semua murid di halaman latihan. Fei Rong dan Mei Lin tampak penuh semangat seperti biasanya, sementara Li Shen, dengan sikap santainya, berdiri di sudut dengan tangan terlipat di dada. Yuna berdiri di samping Zekki, menatap para murid dengan senyum lembut.
Zekki menatap mereka semua, mencoba menutupi kegelisahan yang masih ada di hatinya. Tapi, mungkin karena ia mengenal mereka cukup baik, dia bisa melihat rasa khawatir di mata mereka juga. Sepertinya mereka juga merasa bahwa sesuatu yang besar akan datang.
“Hari ini, kita akan melanjutkan latihan seperti biasa… tapi aku juga ingin memberi tahu kalian sesuatu,” Zekki mulai, suaranya sedikit bergetar sebelum ia melanjutkan. “Sekte Langit Timur dan mungkin beberapa sekte besar lainnya… mereka mulai memperhatikan kita. Bisa jadi, mereka akan datang lagi. Dan kali ini… mungkin lebih serius.”
Fei Rong menelan ludah, tampak sedikit terkejut, tapi dengan cepat ia berusaha terlihat tenang. “Kalau mereka datang… kita akan melawan, kan, Tuan Zekki?” tanyanya dengan nada penuh keberanian, meskipun matanya sedikit bergetar.
Zekki tersenyum tipis. “Tentu saja, Fei Rong. Kita tidak akan mundur. Tapi aku tidak akan memaksakan siapa pun. Kalau ada di antara kalian yang merasa tidak siap… aku tidak akan menyalahkan kalian kalau memilih pergi.”
Kata-kata Zekki membuat semuanya terdiam. Fei Rong menunduk, seolah mempertimbangkan sesuatu. Sementara Mei Lin, yang biasanya pendiam, mengepalkan tangan kecilnya, matanya penuh tekad yang jarang terlihat darinya.
“Tuan Zekki…,” Mei Lin akhirnya berbicara, suaranya lembut tapi tegas. “Aku… aku mungkin belum sekuat yang lain, tapi aku… aku tidak ingin pergi. Sekte ini adalah satu-satunya tempat yang memberiku harapan. Kalau aku pergi sekarang… rasanya, aku akan menyesal seumur hidup.”
Fei Rong langsung mengangkat kepalanya dan menatap Mei Lin dengan semangat yang menyala. “Benar! Aku juga nggak akan pergi! Aku nggak peduli seberapa kuat sekte-sekte besar itu! Kalau mereka datang, aku akan bertarung sampai titik darah penghabisan!”
Li Shen tertawa kecil melihat semangat Fei Rong. “Kalian benar-benar anak muda yang keras kepala, ya,” katanya sambil menggelengkan kepala. “Tapi aku setuju dengan kalian. Kita sudah memulai semua ini, dan aku rasa, aku nggak akan bisa balik ke kehidupan lamaku lagi. Sekte ini adalah rumah kita sekarang.”
Yuna menatap mereka semua dengan tatapan penuh kasih sayang, lalu menoleh ke arah Zekki. “Lihat, Zekki… kita semua memilih untuk tetap di sini, bersamamu. Jangan pernah merasa bersalah.”
Zekki terdiam, hatinya bergejolak dengan berbagai perasaan—lega, terharu, dan mungkin, untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lebih percaya diri. Dia mengangguk, menatap satu per satu wajah mereka dengan tatapan yang dalam.
“Baiklah. Kalau begitu, kita akan bertahan bersama-sama, apa pun yang terjadi.”
Latihan Pertahanan
Hari itu, Zekki memutuskan untuk melatih mereka dalam pertahanan, terutama dalam menghadapi serangan bertubi-tubi dari musuh yang lebih kuat. Dia tahu bahwa kekuatan fisik saja tidak akan cukup. Mereka harus cerdas dalam bertarung dan bisa saling mendukung satu sama lain.
“Dalam pertarungan, kalian harus tetap tenang, apa pun yang terjadi,” ujar Zekki sambil berjalan di depan mereka. “Sekte-sekte besar mungkin akan mengirim kultivator yang lebih berpengalaman, jadi kalian harus siap untuk bertahan dan tidak panik.”
Fei Rong mendengarkan dengan serius, wajahnya menunjukkan antusiasme yang tak bisa ditahan. Tapi sesekali, ia mencuri pandang ke arah Mei Lin, yang tampak lebih tenang namun tidak kalah seriusnya. Mungkin, di balik semangat dan kecerobohannya, Fei Rong mulai menyadari bahwa pertarungan ini bukan hanya soal membuktikan dirinya, tapi juga soal melindungi semua orang di sekelilingnya.
Latihan dimulai. Zekki meminta mereka untuk berpasangan dan saling menyerang dengan teknik yang telah mereka pelajari. Fei Rong dan Mei Lin saling berhadapan lagi, seperti dalam latihan sebelumnya, tapi kali ini, mereka tidak hanya berfokus pada kekuatan serangan, tapi juga pada cara bertahan.
Fei Rong melancarkan serangan ke arah Mei Lin, tapi kali ini, gerakannya lebih hati-hati. Mei Lin menghindar dengan gesit, matanya tajam dan penuh konsentrasi. Ada sesuatu yang berbeda dari cara mereka berdua bertarung—mereka sudah mulai memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara menyerang dan bertahan.
“Aku rasa… aku mulai paham apa maksud Tuan Zekki,” gumam Fei Rong pada dirinya sendiri, sambil melangkah mundur untuk mengatur jarak. “Bukan soal seberapa keras aku bisa menyerang… tapi seberapa bijak aku bisa bertahan.”
Mei Lin tersenyum tipis, seolah mendengar pikiran Fei Rong. “Kita tidak harus menang dengan kekuatan, Fei Rong. Kadang, bertahan saja sudah cukup.”
Fei Rong terdiam sejenak, lalu mengangguk, matanya penuh pengertian. “Iya… aku ngerti sekarang.”
Setelah latihan berakhir, mereka semua duduk kelelahan di bawah pohon besar di tepi lapangan. Zekki melihat mereka dengan rasa bangga yang tak bisa disembunyikan, meskipun ia berusaha tetap tenang di depan mereka.
Yuna duduk di sebelah Zekki, lalu berbisik pelan, “Mereka… mereka sudah berubah, ya? Fei Rong dan Mei Lin… mereka terlihat lebih matang sekarang.”
Zekki mengangguk pelan, menatap ke arah murid-muridnya. “Iya, mereka sudah berubah. Dan aku… aku rasa, aku juga belajar sesuatu dari mereka.”
Yuna tersenyum lembut. “Lihat, Zekki. Mungkin kau merasa sendirian memikul beban ini, tapi… mereka di sini bukan hanya untuk belajar darimu. Kau juga belajar dari mereka.”
Zekki terdiam, memikirkan kata-kata Yuna. Mungkin benar, dia tidak sendiri. Setiap murid, setiap sahabat di sekte ini—mereka semua adalah bagian dari dirinya. Dan dengan keberanian mereka, dia merasa lebih kuat, lebih siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.
Saat matahari mulai terbenam, Zekki berdiri dan menatap murid-muridnya sekali lagi. “Ingat, apa pun yang terjadi, kita adalah keluarga. Sekte ini bukan cuma tentang kekuatan, tapi juga tentang kebersamaan.”
Fei Rong, yang sudah duduk kelelahan di tanah, mengangkat tangannya dan tersenyum lebar. “Kita nggak akan ke mana-mana, Tuan Zekki. Ini rumah kita.”
Mei Lin mengangguk, lalu menambahkan dengan suara lembut, “Aku akan bertahan di sini… selama aku masih bisa berjuang.”
Li Shen hanya mengangguk sambil tersenyum kecil, menepuk bahu Zekki dengan penuh persahabatan.
Dan malam itu, mereka semua kembali ke aula utama dengan hati yang lebih kuat. Mereka mungkin sekte kecil, mungkin tidak sekuat sekte-sekte besar, tapi mereka memiliki sesuatu yang lebih berharga—mereka memiliki satu sama lain.
datng duel pergi datang duel pergi hadehhhhhh
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan