Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku sobek mulutmu yang busuk
Terpaksai tim dokter memberikan suntikan obat penenang untuk Alena. Setelah mengetahui jika kakinya mengalami kelumpuhan, dia histeris dan berteriak tak terkendali. Bagaimana tidak, terlempar ke zaman yang asing, di kelilingi oleh orang yang sama sekali tidak dia kenal dan kakinya lumpuh. Belum lagi bayang-bayang menyakitkan yang terus berputar sesekali di dalam pikirannya, menambah kebingungan yang dilanda olehnya.
Namun jiwa Alena yang baru tentu belum mengetahui jika tubuhnya pun susah ganti. Karena kebetulan, sang pemilik tubuh memiliki nama depan yang sama. Tak ada yang mengetahui kemana jiwa Alena yang lama berada.
Setelah kabar Alena sudah sadar pun diketahui oleh orang-orang di kediaman Althaf termasuk Ruby dan Diyah. Tepat satu jam setelah Alena sadar, Ruby dikeluarkan dari ruang isolasi. Jangan ditanya kondisinya bagaimana saat ini, bau busuk, luka-luka yang bernanah dan kulit penuh kotoran menjadikan penampilan Ruby lebih mirip gelandangan. Bahkan pelayan yang bertugas untuk membersihkan tubuh Ruby sampai pingsan karena tidak tahan terhadap bau busuk dari tubuh Ruby.
Beberapa bekas luka cambukan di punggung Ruby telah sembuh namun meninggal bekas. Tapi tidak dengan lupa di kaki dan tangannya masih basah dan bernanah. Saat membersihkan diri pun Ruby harus menggigit ujung bibirnya menahan rasa perih saat cairan sabun terkena di lukanya.
“Selamat Nyonya Ruby, atas kebebasannya. Senang bukan bisa menghirup udara segar dan melihat sinar matahari yang cerah,” ucap Diyah memberikan sindiran.
Pranggg
Ruby menjatuhkan piring, membuat beberapa makanan berhamburan dan terbuang di lantai. Terkurung cukup lama di ruang isolasi, menyebabkan Ruby mengalami pelemahan otot kaki. Sehingga wanita itu saat ini kesulitan untuk berdiri tegak.
“Diam atau aku sobek mulutmu yang busuk itu!!” hardik Ruby dengan kesal.
Baru saja dia ingin bersantai sambil makan siang, namun istri kedua Althaf mulai terang-terangan menyindir Ruby. Diyah yang biasanya bermain di belakang justru menunjukkan sifat aslinya.
“Yang busuk itu mulut aku atau tubuh kamu ini Ruby. Iiiyyuuuhhhh, bikin mual aja kamu disini.” Diyah mengibas-ngibaskan tangannya, seolah-olah sedang mengusir bau-bauan yang melewati indra penciumannya.
“Berani kau sekarang Diyah. Setelah ini aku pastikan kamu targetku berikutnya,” ancam Ruby, setelah gagal akan rencananya membunuh Alena dia tentu lebih berani.
“Sebelum kamu bisa membunuhku, tentu kamu dulu yang tewas di tangan Althaf. Sebentar lagi Alena akan kembali, tentunya permainan belum berakhir bukan,” sahut Diyah tanpa rasa takut sama sekali.
“Setidaknya kamu harus segera pulih agar keinginanmu untuk menyingkirkan Alena dan jangan pernah berpikiran untuk melakukan hal buruk padaku. Bahkan jika aku dorong kamu ke kolam renang saat ini, tak akan ada yang mau menolongmu,” lanjut Diyah sambil berbisik di telinga Ruby.
Tangannya mengepal, napasnya memburu. Althaf telah membuatnya seperti ini, terhukum menjadi mayat hidup selama beberapa lama. Jika bukan karena dendamnya yang sangat besar, mungkin sejak awal di kurung, Ruby lebih baik bunuh diri daripada menderita.
Diyah pun meninggalkan Ruby yang masih terdiam di meja makan, tak lagi melanjutkan acara makan siangnya karena gangguan dari Diyah. Tentu ada alasan mengapa diyah saat ini mulai berani melawan Ruby. Ada rencana matang dan terstruktur yang Diyah susun sejak lama. Demi status dan kedudukannya sebagai istri Althaf, dia tak bisa tinggal diam dan menjadi bayang-bayang Ruby.
Setelah mengetahui dengan jelas kondisi Alena, Zaldo bisa meninggalkan rumah sakit untuk sementara waktu. Semenjak landing dari Inggris, Zaldo sama sekali belum istirahat. Untung sama managernya susah membooking kamar di hotel yang tak jauh dari rumah sakit agar jika ada sesuatu yang gawat Zaldo bisa dengan cepat sampai di rumah sakit.
Begitu masuk ke dalam kamar hotel, Zaldo merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size. Rasa pegal, lelah, pusing dan kantuk semua beradu menjadi satu. Karena aktivitas pekerjaan Zaldo selama 2 tahun terakhir yang sangat padahal, hal tersebut sudah biasa dirasakan olehnya. Bahkan tiga hari tiga malam tidak tidur pun pernah Zaldo lakukan.
Setelah membersihkan diri, Zaldo bersiap untuk beristirahat. Namun setelah beberapa saat mencoba untuk memejamkan mata dirinya masih tak kunjung tertidur. Hatinya justru merasa gelisah memikirkan bagaimana nasib Alena setelah ini.
‘Aku akan membawa Alena pergi, Althaf hanya bisa menyakiti hati Alena,’ gumam Zaldo.
Tak peduli akan di usir oleh Althaf nantinya, Zaldo memutuskan kembali ke rumah sakit daripada terus menerus kepikiran akan diri Alena. Lagi pula untuk saat ini Althaf tak akan berani macam-macam dengan dirinya.
Meskipun posisi tidurnya tidak nyaman, namun Althaf terlelap tidur disamping Alena. Pria itu akhirnya tenggelam dalam mimpi panjangnya setelah berminggu-minggu tak pernah nyenyak dalam tidurnya. Karena ruangan Alena merupakan ruang VVIP tentu ranjang pasien pun lebih besar dan dapat ditiduri oleh dua orang. Alena yang masih dalam pengaruh obat penenang masih terlelap, tak menyadari keberadaan Althaf disampingnya.
Setelah berdebat dengan dua orang bodyguard di depan ruang perawatan Alena, akhirnya Zaldo dapat masuk ke dalam. Matanya menatap nanar melihat wanita yang disayanginya tidur berduaan bersama Althaf. Perlahan Zaldo mendekati ranjang Alena dan mengelus pipi yang nampak begitu tirus.
Padahal sebelum menikah dengan Althaf, Alena memiliki pipi yang gembul seperti kue bakpao. Sekarang justru terlihat dengan jelas tulang rahangnya, begitulah juga dengan cekungan di matanya. Meskipun selama tiga tahun ini tak pernah sekalipun Alena menghubungi atau bercerita apapun kepadanya tetapi Zaldo tahu kehidupannya tak mudah.
Tak ingin mengganggu istirahat Alena, Zaldo memilih beristirahat di sofa yang ada di ruangan tersebut. Meskipun sempit, tetapi Zaldo bisa beristirahat dengan tenang.
“Ampun Mas Al… Ampun Mas …”
“Sakit Mas… Lepaskan Mas…”
“Jangan lakukan itu, jangan!!! Aku mohon jangan Mas Al..!”
Hosh
Hosh
Hosh
Rasa sakit yang berpusat di kepala, seketika membangunkan Alena di kepalanya. Bayangin mimpi buruk, dan teriakan-teriakan yang mengganggu pikirannya masih membuat diri Alena saat ini kebingungan. Sebuah tanda tanya muncul dalam benaknya, mengapa hanya ingatan penyiksaan yang terlintas.
Dia merasakan sesuatu yang berat pada perutnya, hembusan napas hangat pun terasa di samping telinga. Mau tidak mau Alena menoleh ke samping untuk memastikan sesuatu. Bola matanya melotot melihat seorang pria tengah tidur di sampingnya sambil memeluk tubuhnya. Spontan saja, wanita itu memberontak dan menghempaskan tubuh pria itu.
“Aaaaaaahhhhhhhhh”
Bbuugghh