Kisah ini bermula ketika JAPRI (Jaka dan Supri) sedang mencari rumput untuk pakan ternak mereka di area hutan pinus. Sewaktu kedua bocah laki-laki itu sedang menyabit rumput, beberapa kali telinga Supri mendengar suara minta tolong, yang ternyata berasal dari arwah seorang perempuan yang jasadnya dikubur di hutan tersebut. Ketika jasad perempuan itu ditemukan, kondisinya sangat mengenaskan karena hampir seluruh tubuhnya hangus terbakar.
Siapakah perempuan itu? Apa yang terjadi padanya? dan siapakah pembunuhnya?
Ikuti kisahnya di sini...
Ingat ya, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon bijak dalam berkomentar... 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26 Berhasil Kabur
Rupanya di belakang ruangan itu ada sepetak kebun, dan yang membuat Supri putus asa lagi adalah tempat tersebut ternyata dikelilingi oleh tembok yang lumayan tinggi.
Sekalipun anaknya Pak Bedjo tidak yakin 100% dia bisa kabur, namun bocah laki-laki itu tidak berhenti berusaha. Dengan hati-hati si gembul pun berjalan menuju ke arah kebun tersebut.
Untuk kesekian kalinya, Supri mendapat sedikit keberuntungan sebab di dekat pagar tembok ada pohon mangga yang tumbuh lumayan besar dan tinggi. Tanpa pikir panjang, bocah laki-laki itu berusaha memanjatnya.
Karena badan Supri lumayan gemuk, bocah laki-laki tersebut lumayan kesulitan untuk memanjat pohon hingga membuat atasan seragamnya sobek.
Setelah berjuang hingga napasnya setengah ngos-ngosan, si gembul pun akhirnya berhasil memanjat pohon mangga setinggi ujung pagar tembok. Tak lama kemudian, Supri pun pindah ke atas pagar dengan hati-hati mengingat tubuhnya yang gemuk sementara lebarnya pagar tidak ada 30 cm.
Yang jadi masalah sekarang adalah bocah laki-laki itu harus melompat ke bawah dengan ketinggian lebih dari 2 meter. Sebelum melompat, Supri menarik napas terlebih dahulu sambil berdoa dalam hati agar dia tidak mengalami cedera yang berat.
Beberapa detik kemudian, tampaklah si gembul sedang melompat ke bawah lalu meringis karena merasakan sakit pada pantat dan kakinya.
Tak ingin tertangkap lagi, anaknya Pak Bedjo pun segera meninggalkan tempat itu sekalipun harus berjalan dengan tertatih-tatih.
Sejauh mata memandang, Supri hanya melihat area yang ditumbuhi berbagai macam pepohonan dan rumput ilalang yang lumayan tinggi dan lebat. Karena pikirannya sedang kacau, bocah laki-laki itu terus saja berjalan menerobos ilalang tersebut tanpa menoleh ke belakang lagi.
Selama lebih dari 1 jam, anaknya Pak Bedjo terus melangkah hingga dia sudah tidak kuat menahan haus dan lapar. Setelah mendapat tempat yang cocok untuk istirahat, segera saja si gembul membuka kantong kresek yang dia bawa tadi, lalu makan dan minum dengan cepat sampai tandas tak tersisa.
Agar tidak meninggalkan jejak, Supri memasukkan botol air mineral yang sudah kosong dan bungkus nasinya di tas kresek hitam kembali, mengikatnya, lalu menyelipkannya di bawah semak-semak yang rimbun.
Tanpa berlama-lama, bocah laki-laki itu pun melanjutkan perjalanannya kembali yang kali ini dengan berlari sambil terpincang hingga dia masuk ke area hutan.
*
"Joo! Parjoo!" Parman memanggil nama Parjo yang tadi disuruhnya mengantar sarapan untuk Supri.
Karena sudah lebih dari 1 jam pemuda itu belum nampak batang hidungnya, Parman menjadi jengkel.
"Joo!" pria paruh baya itu memanggil sekali lagi sambil membuka pintu ruang bawah tanah.
Begitu masuk ruangan dimana Supri disekap, Parman kaget, karena mendapati pemuda tersebut tergeletak dengan hidung berdarah dan kepala benjol besar yang ternyata Parjo gegar otak lumayan parah.
"Waduh, piye iki, la kok malah jadi begini. Pak Burhan lak yo ngamuk tenan," gumam pria paruh baya tersebut sambil memeriksa keadaan Parjo.
Dengan susah payah, Parman menggotong lalu menggeret tubuh pemuda itu saat melewati pintu ruang bawah tanah yang cukup sempit.
Begitu badan Parjo sudah diletakkan di atas kasur, Parman kebingungan. Jika dia lapor Burhan, bos nya pasti marah besar karena mereka dianggap tidak becus ngurus bocah kelas V SD. Tapi jika tidak lapor, juga pasti disalahkan.
Setelah berpikir selama beberapa detik, pria paruh baya itu pun akhirnya memutuskan untuk tidak melapor kaburnya Supri. Takutnya nanti malah Parman yang dikirimi santet karena tidak becus menjalankan tugas sementara DP upahnya sudah dia terima.
Sekarang ini yang juga dikhawatirkan oleh pria paruh baya tersebut adalah kondisi Parjo. Jika pemuda itu tidak segera dibawa ke rumah sakit, keadaan Parjo pasti bertambah parah. Tapi dengan kondisi sekarang, tentu mereka tidak bisa muncul di depan banyak orang, karena mengingat status mereka adalah penculik yang pastinya sedang diburu oleh banyak polisi.
Sesudah mempertimbangkan situasinya, Parman pun dengan terpaksa merawat Parjo sebisanya sambil dia berusaha menemukan Supri kembali.
Tak berapa lama, pria paruh baya itu pun meninggalkan rumah terpencil tersebut lalu berkeliling ke sekitar untuk mencari keberadaan Supri.
*
Sementara itu di rumah Pak Rahmat, Jaka yang kondisinya sudah membaik, hari itu dia berniat masuk sekolah kembali. Namun setelah keluar dari kamar mandi dan tidak sengaja mendengar percakapan kedua orang tuanya yang sedang bisik-bisik membahas hilangnya Supri, khodam yang ada di dalam raganya kembali terangsang.
Tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, bocah laki-laki itu pun mengambil sepeda ontelnya pelan-pelan lalu meninggalkan rumah menuju ke sekolah.
Saat itu masih jam 5 pagi ketika Jaka bersepeda menuju ke sekolah. Suasana Desa Suka Makmur masih nampak sepi, gelap dan sedikit berkabut.
Pak Budi, si pesuruh sekolah yang juga merangkap sebagai petugas kebersihan merasa heran, ketika melihat sosok Jaka yang pagi-pagi sudah berada di sekolahan tapi mengenakan pakaian biasa.
"Lo Le, Jaka, pagi-pagi kok sudah di sekolahan?"
Karena pertanyaan Pak Budi tidak digubris oleh anak laki-laki itu, langsung saja pria paruh baya tersebut menghampiri Jaka. Namun setelah dekat, Pak Budi sangat kaget karena melihat sepasang mata Jaka yang berwarna kuning.
Sadar jika terjadi sesuatu yang tidak beres, langsung saja Pak Budi menelpon Bu Ratna, wali kelas V dan Bu Siti, si kepala sekolah sambil mengikuti ke mana perginya Jaka.
Begitu mendapat telpon dari Pak Budi, Bu Ratna pun segera menelpon Pak Rahmat dan melaporkan apa yang terjadi.
Belum ada 30 menit, Bu Siti, Bu Ratna dan Pak Rahmat sudah sampai di sekolahan. Lalu ketiga orang tersebut segera mencari keberadaan Pak Budi yang saat itu sudah berada di hutan pinus sambil tetap mengikuti Jaka.
"Le, Jaka, kamu mau kemana?" tanya Pak Rahmat setelah di dekat anaknya.
"Aku mau mencari Supri, Pak," jawab anak laki-laki itu dengan suara masih miliknya sambil mengendus-endus sekitarnya.
"Nyari Supri ya nyari Supri, Le, tapi jangan begini caranya, pergi dari rumah tanpa pamit. Bapak sama Emakmu ini bolak-balik mengkhawatirkan kamu lo, Le," kata pria paruh baya tersebut cemas.
"Bapak sama Emak tidak perlu khawatir. Aku bisa menjaga diriku sendiri," sahut Jaka tanpa mempedulikan perasaan bapaknya.
"Tidak bisa seperti itu, Jaka. Kamu kan seorang anak, ya wajar kalau kedua orang tuamu mengkhawatirkan kamu. Kita cari Supri sama-sama ya," Bu Siti berusaha membujuk Jaka.
Untuk kesekian kalinya bocah laki-laki tersebut acuh dengan orang di sekitarnya. Tanggap tidak bisa mengatasi masalah, Pak Rahmat pun segera menelpon Pak Bambang.