"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
"Kamu melarangku?" Antares menapakkan tangannya di dinding lift dan semakin menghimpit Aira hingga tidak bisa menghindar. "Bagiku, larangan sama dengan perintah dan kenapa kamu memanggilku Pak?"
Aira menahan dada Antares yang semakin mendekatinya. "Hmm, Pak Ares bagaimanapun juga jika di kantor, jangan seperti ini. Ini mencotohkan hal yang tidak baik pada bawahan, dan panggilan Mas hanya untuk di luar kantor."
"Iyakah? Kalau begini?" Antares semakin mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Aira. Lift itu berhenti dan pintu terbuka tapi beberapa staf yang akan masuk urung karena melihat apa yang dilakukan Antares.
Tersadar, Aira mendorong Antares dengan keras. Sudah mengerahkan tenaganya mendorong, tapi Antares hanya mundur satu langkah. "Tadi ada yang lihat, Pak Ares tolonglah jaga privasi."
Aira menggembungkan pipinya dan melipat kedua tangannya. Dia tidak menyangka Antares benar-benar agresif dan seugal-ugalan ini. Dia menjadi tidak nyaman. Setelah pintu lift terbuka, dia mendahului langkah Antares dan duduk di tempat kerjanya.
"Kenapa marah?" tanya Antares. Dia berhenti di depan meja Aira.
"Jangan agresif, ini di kantor."
Antares justru mengusap rambut Aira lalu dia masuk ke dalam ruangannya.
Aira memulai pekerjaannya hari itu setelah satu minggu tidak bekerja. Dia membuka map yang ada di mejanya dan melihat jadwal harian Antares terlebih dahulu lalu menghidupkan komputernya untuk melihat beberapa e-mail yang masuk.
"Aira, selamat bekerja kembali," kata Riko yang berjalan masuk sambil membawa setumpuk map. Dia meletakkan di atas meja kerja Aira. "Kamu ketik ulang ini ya, hilangkan yang ditandai."
"Oke."
Riko melirik kaca ruangan Antares dan melihat Antares yang sedang sibuk dengan pekerjaannya lalu dia mendekati Aira. "Di bawah sudah heboh dengan berita kamu dan Pak Ares yang sudah jadian. Bahkan ada yang lihat kalian ciuman di lift. Kabarnya sudah tersebar di grup chat."
"Benarkah? Memalukan sekali!" Aira memukul meja cukup keras. "Dasar agresif, posesif. Aku pacaran sama pria umur 30 tahun, bukan bocah SMA yang suka pamer kemesraan."
Riko mengambil buku dan mengipas wajah Aira yang memanas. "Sabar, bos memang seperti itu. Dia selalu ugal-ugalan jika sudah mendapatkan sesuatu. Kamu tenang saja, teman-teman di sini semua dukung kamu karena kalau Pak Ares sibuk sama kamu, pengawasan pada mereka pasti bakal longgar. Apalagi aku." Riko tersenyum penuh arti. Sebelum Aira memarahinya, Riko segera keluar dari ruang kerja Aira.
"Dih, dasar!" Aira membuka berkas dalam map itu dan segera mengetiknya ulang.
Baru juga beberapa menit, telepon di depannya berbunyi. Dia melirik ke ruangan Antares yang memberinya kode agar masuk ke dalam ruangan.
Aira berdiri dengan malas lalu masuk ke dalam ruangan itu. "Ada apa? Mau kopi? Ambil dokumen atau mengantar dokumen?"
Antares tersenyum mendengar pertanyaan Aira. "Mau bertemu kamu saja. Berkas-berkas yang barusan diberikan Riko belum selesai kamu cetak ulang kan?"
Aira menganggukkan kepalanya. "Iya, jadi aku kembali bekerja dulu."
Antares justru berdiri dan mendekati Aira. "Ini hari pertama kita bekerja di kantor sebagai pasangan. Mengapa kamu terlalu serius begini? Kamu bisa menemui aku kapan saja dan skinship kapan saja. Kalau pekerjaan kamu belum selesai, aku bisa suruh Riko menyelesaikannya."
Aira tersenyum miring. "Kita sudah dewasa. Apa harus ugal-ugalan seperti ini?"
Antares justru tersenyum menatap Aira yang terlihat kesal padanya. "Oke. Aku akan bersikap profesional. Satu jam lagi, ikut aku meeting. Selesaikan berkas yang ada di map biru dulu, lalu fotokopi menjadi lima salinan." Kemudian Antares keluar dari ruangannya.
"Wah, memang mantan aktor. Tingkahnya bisa berubah dengan cepat." Aira kembali ke meja kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya.
...***...
"Aku lapar sekali." Aira mengeluarkan bekalnya. Dia tersenyum saat melihat Antares yang baru saja melewati pintu ruangannya. Dia kira akan menghampirinya dan mengajaknya makan bersama tapi ternyata Antares berlalu begitu saja sambil menelepon seseorang.
"Mungkin dia sibuk. Baguslah." Kemudian Aira keluar dari ruangannya untuk menemui Eva.
"Kebetulan aku mau ke ruangan Kak Aira." Eva menggandeng lengan Aira dan kembali masuk ke dalam lift.
"Aku juga mau ke ruangan kamu. Mau ajak makan bareng." Mereka turun ke lantai dasar sambil membawa bekal masing-masing.
Setelah sampai di kantin, Aira memesan minuman dan juga tambahan makanan lalu duduk bersama Eva.
"Nyonya Ares, kenapa tidak ditemani?"
"Iya, tadi pagi lengket sekali kayak ada lem. Apalagi waktu di lift. Kita kayak ada di drama percintaan," goda para staf lain sambil tertawa.
"Pak Ares sedang sibuk," jawab Aira. Dia menyedot minuman dinginnya untuk mengurangi rasa canggung.
"Kak Aira, tenang saja. Di sini semuanya dukung Kak Aira sama Pak Ares. Apalagi sejak kita dengar Pak Ares datang menyelamatkan Kak Aira saat diculik dan rela ditusuk. Wah, kalau pria sudah mencintai Kak Aira lebih dari nyawanya sendiri, patut dipertahankan."
Aira hanya tersenyum dan mulai memakan bekalnya. Setelah beberapa suap, dia menghentikan makannya. "Salah gak ya, aku tadi udah marah sama Pak Ares karena Pak Ares terlalu posesif dan agresif. Ya, aku tahu, kita baru mulai hubungan ini tapi aku takut hubungan kita hanya ugal-ugalan di awal tapi semakin hari semakin hambar."
"Iya, aku mengerti maksud Kak Aira. Berdasarkan kisah hidup Pak Ares, sepertinya Pak Ares tidak akan bosan sama Kak Aira. Pak Ares sulit jatuh cinta, sekalinya jatuh cinta pasti akan mencintai sepenuh hati."
Aira mengangguk mengerti. "Iya, sih. Tapi tidak apa-apalah, saat di perusahaan kita akan fokus dengen pekerjaan."
"Yakin? Pasti sebentar lagi juga kangen."
Aira hanya tersenyum dan melanjutkan makannya sampai habis.
...***...
Hingga menjelang sore, Antares terlihat sangat sibuk. Aira hanya menopang kepalanya sambil menatap Antares dari kaca jendela yang berada di dekat pintu. "Apa Mas Ares marah? Dari tadi gak bicara lagi sama aku."
Aira mengetuk mejanya dengan pena sambil berpikir. "Gak bisa kayak gini." Aira berdiri dan berjalan masuk ke dalam ruangan Antares. Dia mengunci pintu ruangan itu dan menekan tombol remot agar kaca di ruangan itu tidak tembus pandang.
"Ada apa?" tanya Antares sambil mengalihkan pandangannya dari layar monitornya.
Aira berjalan mendekat lalu duduk di pangkuan Antares. "Mas Ares marah?"
Antares menelan salivanya. Posisi itu jelas tidak aman untuknya. "Marah? Kenapa? Bukannya kamu ingin aku profesional. Setelah dipikir-pikir, kamu benar juga. Tidak seharusnya kita menunjukkan kemesraan di kantor."
Setelah mendengar hal itu, Aira akan berdiri tapi kedua tangan Antares menahan pinggangnya hingga mebuatnya tetap duduk di pangkuan Antares.
"Kenapa? Belum ada sehari aku bersikap profesional, tapi kamu sudah kangen sama aku," goda Antares.
"Aku kira Mas Ares marah."
"Aku tidak mungkin marah dengan hal-hal kecil seperti ini, yang penting bagiku adalah kamu merasa nyaman saat berada di dekatku. Tapi ...." Antares mendekatkan wajahnya ke telinga Aira. "Kalau kamu duduk seperti ini, aku yang tidak aman."
Aira melebarkan kedua matanya saat merasakan sesuatu.
udah suhu Aira sekarang ya 😆😆😆