NovelToon NovelToon
Kupinang Dengan Istighfar

Kupinang Dengan Istighfar

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Cintamanis / Pernikahan Kilat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Suami ideal / Tamat
Popularitas:10M
Nilai: 4.9
Nama Author: Desy Puspita

Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.

Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.

Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.

Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.

.

.

"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz

Follow Ig : desh_puspita

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 - Mumpung LDR

"Mas kenapa? Pusing?"

Faaz menggeleng, sekalipun memang pusing, tapi pria itu memilih untuk tidak berkata jujur lantaran khawatir jadi petaka.

Akan tetapi, dia masih ingin memastikan sesuatu yang tadi sempat mengejutkannya. "Jadi ... enam bulan kamu mengaji cuma lihat dari teras masjidnya?"

Tak menjawab dengan lisan, Ganeeta hanya mengangguk pelan sebelum kemudian memperlihatkan gigi rapihnya.

"Kok gitu? Kan mubazir waktunya."

"Pak ustadz-nya galak, tiap ngajar bawa tongkat aku, 'kan jadi takut dipukul, Mas," cerocosnya mengada-ada, padahal alasan guru ngajinya menggunakan tongkat karena sudah tua, bukan untuk memukul para muridnya.

"Ah begitu," ucap Faaz mencoba memaklumi alasan super klise yang kerap digunakan anak kecil dari masa ke masa sedari dahulu, takut.

"He'em, anak Pak Bondan pernah dipukul loh, Mas."

"Sama ustadz-nya?"

"Bukan, sama bapaknya sendiri karena nyolong tongkat guru ngaji itu," ungkap Ganeeta yang membuat Faaz semakin yakin untuk mengakhiri kegiatan ini.

Hari pertama mengaji, Faaz sebagai guru menyerah dan mengakhirinya lebih cepat dibanding jadwal yang sudah disepakati. Mendapati suaminya menyerah, Ganeeta berseru yes dalam hati karena memang ini yang dia inginkan.

Tak hanya itu, pasca Faaz mengizinkannya untuk melepas mukena, Ganeeta bahagia luar biasa dan kembali naik ke atas tempat tidur demi melanjutkan game-nya.

Beberapa saat Faaz pandangi, hingga dering ponselnya terpaksa membuat perhatian Faaz teralihkan.

"Hallo, assalamualaikum, Umi ...." Sapa Faaz dan berhasil meraih atensi Ganeeta yang baru saja hendak memulai keseruannya.

Hal itu terjadi karena Faaz duduk di tepian tempat tidur, sementara Ganeeta berada tak jauh darinya.

"Kapan, Umi?"

"Aku bisa-bisa saja sih ... berapa hari, Umi?" tanya Faaz sembari berbaring hingga dia bisa menangkap Ganeeta yang super kepo dan berusaha mencuri dengar pembicaraannya.

Sadar akan hal itu, Faaz berlagak tidak peduli demi membuat Ganeeta semakin penasaran lagi.

"Aku izin papi dulu kalau begitu, dua hari, 'kan ya?"

"Aroma-aromanya mau pulang kampung nih," gumam Ganeeta menerka-nerka inti dari pembicaraan Faaz bersama Umi Fatimah, mertuanya.

Andai memang benar, maka ini adalah angin segar bagi Ganeeta karena jujur saja, satu minggu bersama Faaz membuat Ganeeta merasa tak ubahnya seperti penghuni lapas.

Beberapa saat Faaz menghabiskan waktu untuk berbincang bersama uminya. Hingga, setelah tuntas baru dia mengakhiri panggilan dan Ganeeta berlagak tidak penasaran dan kembali fokus dengan game favoritnya itu.

"Mas harus ke Yogya," ucap Faaz memulai pembicaraan.

"Oh iya? Mau ngapain?" tanya Ganeeta berlagak penasaran, padahal sebenarnya tidak begitu peduli juga Faaz mau apa di sana.

"Salah-satu pembina asrama santri menikah lusa, jadi Mas diharapkan bisa datang."

"Hem, datang saja ... masih lusa, besok berangkat, 'kan bisa," ucap Ganeeta sama sekali tidak terlihat keberatan tatkala harus Faaz tinggal, aura ingin ikut juga tidak ada sama sekali di wajahnya.

Faaz berusaha memahami, memang Ganeeta sedang sibuk-sibuknya, tapi reaksinya terlalu biasa saja hingga membuat Faaz agak curiga.

"Kamu tidak mau ikut?"

"Pengen sih, tapi aku kuliah ... lain kali saja ya," ucapnya dengan sedikit harapan bahwa Faaz akan mengerti keadaannya.

Jujur saja, untuk ikut Faaz ke Yogyakarta memang belum ada keinginan sedikit saja di benak Ganeeta.

Sama seperti alasannya enggan menggunakan hijab, Ganeeta trauma dengan lingkungan pesantren ataupun semacamnya, itu saja.

Walau dia tahu tidak bisa memukul rata semua orang, tapi pengalaman yang dia dapat adalah guru terbaik dan Ganeeta belum siap untuk terluka lagi dengan lidah tanpa tulang para manusia yang merasa paling benar hingga tak segan menilai buruk manusia lainnya.

"Bukannya besok tanggal merah?"

"Iya sih, tapi lusa 'kan tidak."

"Lusa makin merah, minggu soalnya," ucap Faaz seketika membuat Ganeeta mengatupkan bibir.

Dia kembali berpikir keras untuk mencari alasan, beruntung saja otaknya yang super lemot itu bisa diajak kerja sama.

"Aku ada tugas kelompok, besok mulai dan kemungkinan lusa kelar ngerjainnya."

"Tugas?"

"Iya, tanya sama Aruni kalau tidak percaya," ucapnya dengan jurus yang biasa digunakan oleh para pembohong dalam melakukan aksinya.

Sengaja berucap demikian, karena Ganeeta berpikir bahwa Faaz akan percaya dan tidak mungkin juga sampai benar-benar dipastikan kepada Aruni.

"Ya sudah kalau begitu, Mas tinggal sendiri tidak apa-apa berarti?"

Ganeeta mengangguk, memang ini yang dia inginkan sejak tadi.

"Benar tidak apa?"

"Iya, tenang saja."

"Siapa tahu, kamu bilangnya sama Papi atau Mami tidak diajak, kan jadi petaka nanti."

Mendengar hal itu, sontak Ganeeta berdecak sebal. "Aku tidak sedramatis itu ya, Mas," ucapnya hingga membuat Faaz tergelak padahal akhirnya.

.

.

Keesokan hari, Ganeeta tak sabar menanti matahari terbenam. Sesekali dia terus melirik ke arah jam digital di atas nakas.

"Lama banget sih, lagian kenapa berangkatnya nanti malam ... tadi pagi, 'kan bisa," gerutu Ganeeta masih terus meratapi keputusan Faaz yang memilih berangkat di malam hari hingga membuat rencana untuk menemui Zion diam-diam terpaksa diundur.

Lebih menyebalkan lagi, sampai detik ini Faaz belum berkemas sebagaimana orang-orang yang hendak pergi keluar kota.

"Ehem!!"

Ganeeta mendongak, perhatiannya seketika tergantikan manakala Faaz masuk.

"Kamu sedang apa?"

"Tidak, duduk-duduk saja."

"Tumben tidak di balkon, kenapa?" tanya Faaz kini duduk di sisinya.

"Dingin," jawabnya asal ceplos dan berakhir dalam dekapan Faaz akibat tanpa dia kehendaki.

"Kalau dingin kenapa bajunya begini?"

"Banyak tanya, kayak wartawan," celetuknya lagi dan lagi membuat Faaz terkekeh pelan.

"Ada-ada saja, pertanyaan Mas bikin risih ya?"

"Bukan begitu," ucapnya kembali seperti bunga layu di musim kemarau. "Mas kapan perginya?" tanya Ganeeta sembari menatap wajah tampan Faaz.

"Selepas Isya," jawab Faaz yang kemudian menciptakan senyum tipis di wajah Ganeeta.

Setelah seharian lelah menunggu kepastian, Faaz akhirnya melontarkan kata-kata yang sedari tadi dia harapkan.

Seketika itu, Ganeeta dengan segala tipu muslihatnya menenggelamkan wajah ke dada bidang Faaz seolah sedih ditinggalkan.

Tak lupa, dia bahkan membalas pelukan Faaz seerat mungkin demi membuat pria itu benar-benar yakin.

"Kenapa? Tiba-tiba banget begini?"

"Lusa selesai acara, Mas langsung pulang, 'kan?" tanya Ganeeta kembali mendongak dan menatap Faaz dengan wajah sedihnya.

"Tentu saja, tujuan ke sana cuma itu, tidak ada yang lain," ucapnya tak lupa memberikan usapan di puncak kepala Ganeeta penuh perasaan.

Berbeda dengan Ganeeta yang tengah bersandiwara seakan telah menerima, Faaz justru sebaliknya. Sedari awal, dia memang sudah sayang, semua yang dia lakukan murni dari hati dan tidak dibuat-buat demi melindungi pondok pesantren Darul Hikmah dari kemarahan Papi Cakra.

.

.

Tepat pukul delapan malam, dimana Faaz sudah siap untuk pergi Ganeeta masih mempertahankan sandiwara seakan tidak ikhlas Faaz pergi meninggalkannya.

"Mas pergi, jangan telat makan ya," ucap Faaz tak lupa mengecup kedua pipinya.

"Shalatnya terutama, jangan diulur-ulur."

"Iya ...."

"Jangan begadang, kalau capek langsung tidur."

"Iya, Mas."

Semua pesan yang Faaz ucapkan sebelum pergi Ganeeta iyakan, demi mempersingkat waktu tentu saja.

Hingga, beberapa saat setelah mobil yang dikendarai Faaz berlalu, Ganeeta juga bersiap untuk memanfaatkan kesempatan emas.

Kebetulan, Papi dan Maminya sedang makan malam, sementara Khalif juga belum pulang. Bergegas Ganeeta menuju garasi dan bersiap meninggalkan rumah mewah itu dengan motor sport yang sudah dua minggu ini tak pernah dia duduki.

Beralasan ada barang Faaz yang ketinggalan, Ganeeta mampu lolos dari security di pos penjagaan. Tak ayal, Ganeeta kian mempercepat laju kendaraannya hingga kini sudah melintas di jalan raya.

"Mumpung lagi LDR sama Mas suami, waktunya nyamperin pacar semata wayangku itu," ucapnya sembari menikmati hembusan angin yang seakan menyambut kebebasannya.

Tak sedikit pun Ganeeta ketahui, bahwa dari kejauhan, ucapannya justru ditertawakan oleh pemilik wajah teduh yang sengaja menepi demi memantau pergerakannya di layar ponsel.

"Kelakuan, dia pikir aku sebodoh itu?"

.

.

- To Be Continued -

1
Mama Jihan
🤣🤣🤣 pantau trs bang Faaz 🤭
Mama Jihan
Jedarrr hancurlah hati ganendra 🤭🤣🤣🤣
Mama Jihan
astagfirullah...bau walang sangit /Facepalm//Facepalm/
Arina Ramadhani
ini aku yg kelewat bacanya apa memang tidak ada kisah ahire fandy sama kartika thoor...???
nobita
ada ada aja kelakuan Ganeeta... tuh kan suaminya sabar banget
Ida Faridah
astaghfirullah Akmal 🤦🏻🤦🏻🤦🏻🤦🏻
Ida Faridah
🤣🤣🤣🤣anet emang lain dari pada yang lain banyak ibu yang punya anak dua aja udah gak mau nambah lah ini dia malah minta nambah
Ida Faridah
🤦🤦🤦🤦🏻 astaghfirullah anet
nobita
tuh kan udh ketahuan perselingkuhan mu Fandy.. masih juga mengelak???
nobita
berarti Maureen selingkuhannya Fandy???
nobita
mungkin Fandy selingkuh ya???
mardiana sari
alifah sialan py ipar kaya gtu udzubillah minzalik....sial bgt.
nobita
ternyata Fandy banyak bohong nya..
mardiana sari
alifah buang aj kelaut ngeselin kena karma br rasa.
nobita
bijak sekali kata kata nya Umi
mardiana sari
gw ga suka sm alifah katanya anak pesantren yg pinter agama tp kelakuan 0 besar.ga menghormatin kk iparnya walaupun umurnya lebih muda.ini jg org tua ganetta paksa bgt disuruh tinggal di rmh mertuanya.kl ud berumah tangga mending sdr.tau rasanya tinggal sama2 kel suami pasti ada aj seleq nya.
Siti Nurhasanah
Ibrahim... kaya nama kakek buyutnya
mardiana sari
tukang galon ad dihpnya...untung ketahuan sm suami...😅🤣
nobita
karena ada om Pras
nobita
sangking semangatnya Ganeeta mau beli rumah... telfon malah salah sambung ke papinya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!