Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*19
Jalan yang masih panjang. Ya, jalan Ricky memang akan sangat amat panjang jika ingin memperbaiki kesalahan. Meskipun masa lalu itu terjadi gara-gara kesalahpahaman. Tapi, tetap saja, karena ucapan Ricky, Melia jadi sangat menderita.
"Kamu tidak cocok untuk aku, nona muda."
Satu kalimat yang selalu ada dalam benak Melia hingga detik ini. Kata-kata yang sangat tajam seolah pedang yang langsung menusuk hati. Kata-kata yang selalu memupuk rasa benci dalam hati Melia.
Ricky menjatuhkan dirinya. Menghancurkan harapan besar yang ada dalam hati. Dia sangat bahagia waktu itu. Tapi ternyata, Ricky malah menukar dia dengan adik tidak sah yang selalu berebut segalanya dengan dia. Mulai dari kasih sayang sang papa, juga kediaman keluarga yang sejak lahir sudah dia tempati bersama sang mama. Semuanya telah direbut oleh adik tidak sah yang datang secara tiba-tiba waktu itu.
Melia menggenggam erat tangannya saat melihat kediaman Racham. Rumah besar yang penuh dengan kenangan sang mama. Di sana, dulunya adalah tempat paling nyaman sebelum papanya berulah. Tapi, setelah si papa berulang, tempat itu tak ubah penjara yang memberikan segala luka.
"Aku kembali. Waktu bahagia kalian sudah berakhir sekarang."
Melia melangkah sambil menyeret koper kecil di tangannya. Sengaja dia tidak diantarkan sampai depan rumah oleh Esti. Padahal, apa sulitnya pulang dengan membawa kemewahan. Jawabannya tentu saja dia tidak akan melakukan hal itu. Karena dia pulang kali ini untuk memberantas semua yang telah membuat dirinya terluka beberapa tahun yang lalu.
Melia berjalan pelan memasuki halaman rumah. Sontak, salah satu pelayan langsung menghampiri Melia dengan cepat.
"Anda siapa? Mau mencari siapa, nona?"
Melia langsung tersenyum menyeringai.
"Apakah kamu sudah lupa dengan nona muda mu yang dulunya pernah tinggal di sini, mbak?"
"Lihatlah wajahku baik-baik sekarang!"
Pelayan itu menatap Melia dengan tatapan lekat. Bayangan di kepalanya mengatakan kalau itu adalah nona muda yang pernah tinggal di sana sebelumnya. Tapi batin menyangkal. Karena mereka sudah melakukan pemakaman untuk tuan muda mereka waktu itu.
"Tidak mungkin. Nona muda sudah meninggal delapan tahun yang lalu. Bagaimana anda-- "
"Siapa itu, Bi?" Terdengar suara nyaring dari Citra yang bicara.
Si pelayan langsung bergegas menghampiri nona mereka dengan cepat. Sementara Melia, dia ikut bergerak dengan langkah pelan sambil terus menyeret koper dengan satu tangan.
"Nona. Wanita itu mengaku sebagai nona muda."
"Siapa?"
Citra menoleh dengan wajah santai. Tapi, perasaan tenang dan wajah santai itu ternyata tidaklah bertahan lama. Ketika dia menoleh, lalu melihat Melia yang saat ini sudah ada di hadapannya. Betapa terkejutnya dia. Wajahnya seketika pucat.
"Ka-- kamu!"
"Mama!"
"Ada apa, Citra?"
"Mama."
"Hai, tante. Apa kabar?" Melia menyapa dengan senyum di bibir.
Kali ini, giliran mama Citra yang jantungan. Wajah Melia memang masih bisa mereka kenali meski sudah banyak yang berubah. Gadis belia, sudah menjadi gadis dewasa yang sangat cantik. Bahkan, kecantikan Melia jauh di atas Citra. Tapi, bukan itu poin utama yang saat ini ada dalam pikiran mereka ketika melihat Melia. Melainkan, mereka mempertanyakan bagaimana Melia masih hidup saat ini. Padahal, sudah jelas kalau Melia sudah mati delapan tahun yang lalu.
"Ka-- kamu!"
"Kalian kenapa sih? Melihat aku kek ngeliat hantu saja. Gak senang kalian saat kita bertemu lagi? Apa jangan-jangan-- "
"Me-- Melia. Bagaimana kamu bisa sampai di sini sekarang? Bagaimana bisa kamu masih hidup?" Mama tiri bertanya dengan nada sangat gugup.
Sebaliknya, Melia malah tersenyum acuh.
"Pertanyaan apa itu, Tante? Apa seharusnya aku sudah mati ya sekarang?"
"Ah, tapi aku masih hidup. Aku tidak mati."
"Tunggu! Apa ... jangan-jangan, kalian pernah berharap kalau aku sudah mati. Atau jangan-jangan -- "
"Apa yang kamu bicarakan, Melia. Kami tidak pernah berharap kamu mati." Mama tiri berucap cepat.
"Lalu, barusan?"
"Itu semua karena kejadian delapan tahun yang lalu. Kami sudah memakamkan kamu di pemakaman setelah kamu kecelakaan, Melia." Kali ini, giliran Citra yang memberikan jawaban.
"Hah? Apa yang baru saja kamu katakan, Citra? Aku? Mati? Delapan tahun yang lalu? Tapi, aku masih hidup kok selama ini."
Ketakutan di mata mama Citra menghilang. Jawaban Melia membuat pikirannya langsung berpikir sesuatu untuk membalas Melia dengan cepat.
"Kamu masih hidup? Tapi di mana kamu selama delapan tahun terakhir? Kenapa kamu tidak pulang, ha?"
"Aku tidak pulang karena aku lupa ingatan setelah mengalami sebuah tragedi. Jadinya, aku langsung pulang setelah aku menemukan ingatan ku kembali. Tapi, kalian malah tidak memberikan aku sambutan yang hangat. Kalian seolah tidak suka aku kembali. Kalian-- "
"S-- siapa bilang kami tidak senang kamu kembali, Melia. Kami senang kok kamu pulang. Kami hanya ... hanya ... hanya terkejut saja. Karena kami pikir, kamu sudah tiada." Si mama tiri berusaha keras menahan perasaannya.
Dia masih harus memperlihatkan wajah baiknya walau hati sangat tidak suka. Karena bagaimanapun, Melia punya kuasa di keluarga Racham. Aset atas nama Melia masih tertulis dengan jelas. Jika Melia masih hidup, kalau mereka tidak menyambut kedatangan Melia dengan baik, maka Melia bisa menuntut mereka. Mama tiri tidak ingin hal itu terjadi. Perusahaan keluarga tidak ingin dia bagi meski Melia punya hak yang pasti di dalamnya.
"A-- ayo masuk, Melia. Kita bicara di dalam."
"Mama." Kesal Citra.
"Apa sih, Cit?"
"Bagaimana mama bisa mengajak dia masuk dengan mudah? Bagaimana kalau dia bukan Melia? Sudah jelas kalau Melia-- "
"Jangan banyak bicara, Citra. Kita lihat saja nanti kedepannya."
"Mama."
"Dengarkan mama! Jangan bertingkah."
Obrolan kecil ibu dan anak masih bisa Melia dengar dengan sangat baik meskipun samar-samar. Melia pun langsung mengukir senyum manis karena hal tersebut.
Mereka tidak langsung meminta Melia kembali ke kamar. Melainkan, langsung mengajak Melia ngobrol di ruang tamu, bak tamu yang baru datang ke kediaman mereka.
"Duduk dulu, Melia. Kita ngobrol di sini."
"Oh. Boleh."
"Apa yang mau kita bicarakan?"
"Anu, bagaimana kamu bisa sampai ke sini? Sebelumnya, kamu tinggal di mana."
Melia pun langsung mengarang cerita. Dia tinggal di perkampungan dengan sebuah keluarga miskin. Dia lupa ingatan setelah sebuah kejadian. Saat malam itu, dia juga tersesat sesaat setelah di tinggalkan si sopir. Lalu, diculik, dan di bawa ke tepian hutan. Lalu, terjadi lah kecelakaan yang mengakibatkan dirinya hilang ingatan.
Tidak sepenuhnya cerita Melia itu bohong. Karena malam itu, dia memang mengalami hal mengerikan. Jika pamannya tidak datang tepat waktu, dia mungkin sudah tinggal nama setelah penganiayaan yang dia alami malam itu, bukan?
"Oh. Jadi selama. ini, kamu tinggal di perkampungan, Melia? Pantas saja, pakaian dan barang bawaan mu masih sangat udik." Citra berucap dengan nada mengejek.
Setelah tahu apa yang sebelumnya Melia alami, dia baru bisa merasa lega. Apalagi saat tahu kalau Melia sebelumnya tinggal di perkampungan. Dalam keluarga miskin lagi. Jadi, tentu saja dia berpikir kalau Melia tidak akan pernah mampu bersaing dengannya walau Melia sudah kembali menjadi nona muda pertama lagi.
tp karena mereka bodoh maka akalnya tak sampai kesitu 😀