NovelToon NovelToon
Saat Cinta Terpaksa

Saat Cinta Terpaksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Angst
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Ansel 1

Alyssa, seorang gadis dari keluarga sederhana, terpaksa menerima pernikahan dengan Arka, pewaris keluarga kaya raya, demi menyelamatkan keluarganya dari krisis keuangan. Arka, yang memiliki masa lalu kelam dengan cinta pertamanya, juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, tuntutan keluarga dan strata sosial membuat keduanya tidak punya pilihan.

Dalam perjalanan pernikahan mereka yang dingin, muncul sebuah rahasia besar: Arka ternyata memiliki seorang anak dari cinta masa lalunya, yang selama ini ia sembunyikan. Konflik batin dan etika pun mencuat ketika Alyssa mengetahui rahasia itu, sementara ia mulai menyadari perasaannya yang kian berkembang pada Arka. Di sisi lain, bayangan cinta lama Arka kembali menghantui, membuat hubungan mereka semakin rapuh.

Dengan berbagai pergulatan emosi dan perbedaan kelas sosial, Alyssa dan Arka harus menemukan jalan untuk berdamai dengan masa lalu dan membuka hati, atau memilih berpisah dan meninggalkan luka yang tak terobati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ansel 1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perpisahan yang Tergantung

Keputusan untuk berpisah sementara datang begitu tiba-tiba. Malam itu, Arka mengusulkan hal tersebut dengan wajah yang tampak lelah. Di sisi lain, Alyssa pun merasakan ketegangan yang selama ini menyelimuti hubungan mereka. Terlalu banyak rahasia, terlalu banyak kebohongan yang mencoba ditutupi oleh cinta yang perlahan-lahan tumbuh. Meski berat, Alyssa tahu mungkin ini adalah langkah yang mereka butuhkan untuk menemukan kejelasan.

"Alyssa, aku pikir kita perlu mengambil jarak untuk sementara," kata Arka dengan nada yang tenang namun dingin. "Kita sama-sama terluka karena masa lalu dan ketidakpercayaan. Mungkin, kalau kita berpisah sejenak, kita bisa berpikir lebih jernih."

Alyssa terdiam, kata-kata Arka itu bagaikan palu yang menghantam hatinya. Meski menyakitkan, ada benarnya. Hubungan mereka semakin sulit dipertahankan dengan semua konflik dan ketegangan yang membara. Mungkin mereka memang perlu waktu untuk memahami perasaan masing-masing.

"Baiklah, Arka," jawab Alyssa dengan suara nyaris berbisik. "Kalau itu yang kamu pikir terbaik, aku setuju. Tapi, aku ingin kau tahu… aku masih mencintaimu, meskipun ini semua menyakitkan."

Arka hanya menatapnya dalam diam, seakan sedang menahan sesuatu yang begitu besar di dalam hatinya. Tanpa kata-kata lebih lanjut, ia berdiri dan pergi meninggalkan ruangan, meninggalkan Alyssa sendirian dengan perasaan hampa yang mencekik.

Hari-hari berlalu tanpa kehadiran Arka di rumah. Pada awalnya, Alyssa merasa lega tidak ada lagi ketegangan dan perasaan canggung yang selalu menyelimuti mereka saat berada di ruangan yang sama. Namun, seiring berjalannya waktu, kekosongan itu berubah menjadi rindu yang tak tertahankan. Setiap sudut rumah mengingatkannya pada sosok Arka aroma parfum yang tertinggal di kamar, cangkir kopi yang biasa ia pakai, hingga suara langkah kakinya yang selama ini tanpa sadar memberikan kenyamanan bagi Alyssa.

Dalam masa perpisahan itu, Alyssa mencoba untuk menata hatinya. Ia berusaha memahami apakah ia benar-benar mampu menerima Arka dengan segala rahasia dan masa lalunya. Meski sulit, Alyssa sadar bahwa cintanya pada Arka adalah sesuatu yang tidak bisa ia pungkiri. Setiap hari, ia berusaha menguatkan hatinya, namun semakin lama semakin terasa bahwa perasaannya pada Arka terlalu dalam untuk diabaikan.

Malam itu, Alyssa duduk sendirian di ruang keluarga, merenungkan perasaan yang terus bergejolak di hatinya. Ia mengambil sebuah album foto yang ia temukan di rak, dan mulai membuka halaman demi halaman. Foto-foto itu adalah kenangan mereka berdua wajah Arka yang tersenyum hangat, saat-saat kebersamaan yang dulu terasa penuh harapan. Setiap foto membawa Alyssa kembali pada momen-momen indah yang pernah mereka lalui, seolah menunjukkan bahwa cinta mereka masih memiliki harapan.

Tanpa disadari, air mata Alyssa mulai mengalir, merasakan campuran perasaan antara rindu dan kesedihan yang begitu mendalam. Ia tahu, meskipun Arka memiliki masa lalu yang sulit, ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirinya. Rasa sakit yang ia rasakan hanyalah tanda bahwa ia benar-benar mencintai pria itu.

Beberapa hari kemudian, Alyssa memutuskan untuk berjalan-jalan di taman yang biasa mereka kunjungi bersama. Suasana taman yang tenang memberikan ketenangan dalam dirinya. Ia duduk di sebuah bangku, memandangi langit yang perlahan berubah warna seiring dengan datangnya senja. Di sana, Alyssa mencoba merenungkan lebih dalam tentang hubungannya dengan Arka. Mungkin, ia juga harus belajar untuk menerima bahwa cinta mereka tidak akan sempurna, dan justru ketidaksempurnaan itu yang membuatnya menjadi lebih berharga.

Tanpa disadari, di taman itu, Alyssa bertemu dengan sahabat lamanya, Lila. Mereka berbincang ringan, dan tanpa sadar, Alyssa menceritakan segala dilema dan rasa sakit yang ia alami selama ini. Lila mendengarkan dengan seksama, lalu memegang tangan Alyssa dengan lembut.

"Alyssa, aku tahu ini berat untukmu. Tapi cinta yang sesungguhnya bukan berarti tidak ada rasa sakit. Justru rasa sakit itu menunjukkan betapa besar cintamu. Kamu hanya perlu memastikan bahwa perasaan ini benar-benar layak diperjuangkan."

Kata-kata Lila itu terngiang-ngiang di pikiran Alyssa sepanjang perjalanan pulang. Mungkin benar, cinta yang ia rasakan untuk Arka layak diperjuangkan, meskipun menyakitkan. Ia harus yakin pada dirinya sendiri, pada perasaan yang selama ini ia simpan di dalam hatinya.

Setelah hari-hari berlalu tanpa adanya kabar dari Arka, Alyssa merasa siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Ia tahu, apapun yang akan Arka putuskan setelah masa perpisahan ini, Alyssa ingin tetap kuat. Namun, di balik semua itu, ada harapan kecil yang masih tersimpan dalam hatinya harapan bahwa suatu hari mereka bisa bersama lagi, tanpa ada rahasia dan ketidakpercayaan yang menghalangi.

Malam itu, Alyssa menuliskan perasaannya dalam sebuah surat yang tidak ia rencanakan untuk dikirim. Surat itu menjadi cara untuk meluapkan seluruh perasaannya pada Arka. Dalam surat itu, ia menuliskan tentang bagaimana ia merindukan setiap momen kebersamaan mereka, tentang rasa sakit yang ia rasakan saat tahu tentang rahasia yang Arka simpan, dan tentang betapa besar cintanya yang masih tetap ada meski semua itu terjadi.

"Aku tahu kau bukan pria yang sempurna, Arka, dan aku pun bukan wanita yang tanpa cela. Tapi, di balik semua kesulitan ini, aku percaya bahwa cinta kita masih layak diperjuangkan. Aku hanya berharap suatu hari kau bisa melihat bahwa aku ada di sini, bukan hanya sebagai istri yang terpaksa, tetapi sebagai orang yang sungguh mencintaimu, apa pun yang terjadi."

Dengan air mata yang masih mengalir, Alyssa menyelesaikan surat itu dan menyimpannya di laci. Ia tidak tahu apakah Arka akan membacanya suatu hari, namun ia merasa sedikit lega setelah menuangkan isi hatinya. Meskipun masa perpisahan ini terasa seperti ujian yang begitu berat, Alyssa mulai menyadari bahwa cinta yang ia rasakan tidak akan hilang begitu saja.

Pada akhirnya, ia hanya bisa berharap bahwa Arka juga merasakan hal yang sama. Bahwa suatu hari, mereka bisa kembali bersama dengan perasaan yang lebih kuat dan kepercayaan yang lebih dalam.

Setelah menyimpan surat itu di laci, Alyssa menyadari bahwa ia masih memegang banyak harapan untuk pernikahannya dengan Arka, meski hubungan mereka begitu rapuh. Waktu berlalu, dan setiap hari terasa semakin berat tanpa kehadiran Arka di rumah. Setiap malam, Alyssa hanya bisa bertanya-tanya apakah Arka merindukannya? Apakah Arka merasakan kekosongan yang sama?

Beberapa hari kemudian, Alyssa menerima pesan singkat dari Arka. Isi pesannya singkat namun cukup menyentuh hatinya: "Apakah kamu baik-baik saja, Alyssa?"

Pertanyaan sederhana itu membuat hati Alyssa berdebar. Selama ini, Arka jarang sekali menanyakan kabarnya, apalagi sejak perpisahan sementara mereka. Tentu saja, Alyssa tidak ingin terlihat terlalu berharap, namun ia juga tak mampu menyembunyikan rasa bahagianya. Meski perasaan cemas masih ada, ia memutuskan untuk merespons pesan Arka.

“Aku baik-baik saja, Arka. Terima kasih sudah menanyakan. Kamu sendiri bagaimana?” jawab Alyssa, berharap percakapan ini bisa membawa mereka kembali pada kenyamanan yang dulu sempat mereka rasakan.

Setelah beberapa menit, Arka menjawab, "Aku baik. Hanya saja, ada banyak hal yang ingin kupikirkan. Mungkin kita memang butuh waktu untuk mengevaluasi hubungan kita."

Membaca pesan itu, Alyssa merasa sedikit kecewa. Arka masih terdengar formal, seakan masih ada tembok tebal di antara mereka. Namun, Alyssa menyadari bahwa ini adalah kesempatan untuk menciptakan perubahan, betapapun kecilnya langkah yang mereka ambil.

Beberapa hari berikutnya, Alyssa mencoba untuk fokus pada dirinya sendiri. Ia mulai menemukan hobi baru, menulis di jurnal setiap kali perasaannya memuncak. Jurnal itu menjadi tempat untuk melampiaskan semua emosi yang ia rasakan kekecewaan, kemarahan, kerinduan, dan kebingungan. Tulisannya sering kali berisi pertanyaan tentang hubungannya dengan Arka, apakah cinta mereka layak diperjuangkan atau justru sudah sampai di ujungnya.

Alyssa juga mulai mendekati sahabat-sahabat lamanya yang dulu ia tinggalkan sejak menikah. Waktu yang ia habiskan bersama mereka menjadi pengingat tentang siapa dirinya sebelum menjadi istri Arka seorang wanita yang penuh semangat, penuh harapan, dan punya impian besar. Bersama teman-temannya, Alyssa merasa lebih hidup dan perlahan mulai memulihkan hati yang terluka.

Namun, semakin ia mencoba berdamai dengan perasaannya, semakin besar pula kerinduan yang ia rasakan pada Arka. Setiap malam, saat ia kembali ke rumah yang kini terasa kosong, pikirannya kembali pada sosok Arka senyum yang jarang terlihat, perhatian kecil yang terkadang ia tunjukkan, dan ketulusan yang Alyssa tahu ada di balik sikap dinginnya. Meskipun ada begitu banyak halangan, Alyssa menyadari bahwa cinta yang ia rasakan untuk Arka tidak mudah hilang begitu saja.

Suatu malam, Alyssa memutuskan untuk mengirim pesan kepada Arka. Ia tahu ini mungkin tindakan yang impulsif, namun hatinya mendorongnya untuk melakukannya.

“Ada hal-hal yang ingin aku bicarakan denganmu, Arka. Bisakah kita bertemu?” tulis Alyssa dengan gugup. Ia menunggu dalam kecemasan, berharap Arka bersedia meluangkan waktu untuknya.

Setelah beberapa saat, Arka membalas, “Baiklah, Alyssa. Mari kita bertemu besok sore.”

Jawaban itu membuat hati Alyssa berdebar kencang. Ia tahu pertemuan ini akan menjadi momen penting bagi hubungan mereka. Alyssa berharap bisa jujur dan terbuka dengan Arka tentang semua perasaannya selama ini, tanpa ada yang disembunyikan. Malam itu, Alyssa berdoa dalam hati, berharap pertemuan besok bisa memberi titik terang bagi pernikahan mereka yang penuh dengan luka.

Keesokan harinya, Alyssa mempersiapkan dirinya dengan hati-hati. Ia mengenakan pakaian sederhana namun rapi, berusaha memberikan kesan yang tegar meskipun hatinya penuh gejolak. Saat ia tiba di tempat yang mereka sepakati, Arka sudah menunggu dengan wajah yang tampak serius.

"Alyssa," sapa Arka singkat, lalu mengajak duduk di meja yang ada di dekat jendela. Mereka saling berpandangan dalam keheningan sejenak, hingga akhirnya Alyssa memulai pembicaraan.

"Ada banyak hal yang ingin kukatakan, Arka," kata Alyssa pelan namun tegas. "Aku ingin kita jujur satu sama lain. Aku ingin kita bisa menghadapi semua ini bersama, tanpa ada yang ditutupi."

Arka terdiam sejenak, lalu menarik napas panjang. "Aku juga ingin hal yang sama, Alyssa. Aku sadar, selama ini aku terlalu fokus pada rasa sakitku sendiri, tanpa memikirkan perasaanmu. Mungkin ini yang membuat hubungan kita begitu rumit."

Mendengar kata-kata Arka, Alyssa merasa ada harapan baru yang tumbuh di dalam hatinya. Untuk pertama kalinya, Arka berbicara dengan kejujuran yang selama ini ia rindukan. Alyssa pun mulai berbicara tentang rasa sakit dan ketidakpastian yang ia alami, tentang keraguan yang muncul karena rahasia yang selama ini Arka simpan. Arka mendengarkan dengan penuh perhatian, dan saat Alyssa selesai bicara, ia pun meraih tangan Alyssa.

"Alyssa, aku tahu aku bukan suami yang baik selama ini. Aku punya banyak luka yang belum aku sembuhkan, dan aku minta maaf kalau semua itu membuatmu terluka. Tapi aku ingin kita memberi kesempatan untuk memulai dari awal. Mungkin kita bisa saling belajar memahami satu sama lain, meskipun itu tidak akan mudah."

Air mata Alyssa mengalir tanpa ia sadari. Kata-kata Arka adalah jawaban yang ia tunggu-tunggu selama ini. Dalam hatinya, ia merasa ada harapan yang tumbuh kembali, dan meskipun perjalanan mereka masih panjang dan sulit, Alyssa merasa siap untuk menghadapi segalanya bersama Arka.

Pertemuan itu menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Meski masih banyak tantangan yang harus dihadapi, Alyssa merasa lebih tenang. Kini ia tahu bahwa Arka pun memiliki niat yang sama untuk memperbaiki hubungan mereka, dan dengan begitu, ia merasa kuat untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.

1
Soi Mah
kak gimana cara buat novel
Bacamu.NT: folback me
Ansel 1: cara membuat novel, buat dulu sinopsis cerita dan alurnya
total 2 replies
miilieaa
haloo kak, semangat berkarya 🥰🥰🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!