Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 - Besok Aku Pakai Hijab
"Lepas sarungnya."
"Jangan!!" teriak Ganeeta menggeleng cepat.
Tangannya yang tadi bersedekap dada seketika beralih menahan pergelangan tangan Faaz.
"Kenapa jangan? Tadi bilangnya aneh Mas pakai sarung."
"Iya, tapi bukan berarti dilepas sekarang juga," cicit Ganeeta dengan gigi yang kemudian bergemelutuk saking kesalnya.
Senyum tipis itu kembali terbit di wajah tampan Faaz. "Terus maunya gimana?"
"Maksudku untuk lain kali pakai outfit yang biasa saja, hari ini sudah telanjur jadi tidak perlu dilepas segala." Tanpa melepaskan pergelangan tangan Faaz, Ganeeta memperjelas maksudnya.
Faaz yang sebenarnya paham maksud Ganeeta hanya mengangguk sebagai tanggapan. Namun, cemasnya Ganeeta justru terkesan lucu hingga membuat Faaz kian tertantang.
Larangan Ganeeta seolah jadi perintah, sekalipun mulutnya sudah berbusa, Faaz tetap melepas sarungnya. Sontak Ganeeta memekik sembari menutup mata dengan kedua telapak tangannya.
"Aarrrrggghhhh benar-benar tidak bisa diajak kerja sama, sudah kubilang jangan dilepas woey lah!!"
Suaranya melengking dan tak memiliki keberanian untuk menatap ke arah Faaz. Tentu saja tingkah Ganeeta semakin membuat pria di sampingnya tergelak.
Beberapa saat sengaja dia diamkan, hingga Faaz meraih tangan Ganeeta agar wanita itu bersedia melihatnya.
"Berlebihan, Mas masih pakai celana santai saja," ucap Faaz terpaksa mengaku demi mengamankan gendang telinga lantaran tak kuasa menahan umpatan yang terlontar dari bibir ranum istrinya.
Perlahan, Ganeeta memberanikan diri untuk menatap sang suami di depan matanya. Memang benar pakai celana selutut yang tampak lebih cocok dengan selera Ganeeta.
Ingin sekali dia puji dan mengakui bahwa menyukai penampilan Faaz andai setiap hari begitu, tanpa baju koko dan peci keramatnya itu tentu saja.
Namun, gelak tawa Faaz yang terdengar menyebalkan di telinga Ganeeta hingga membuatnya murka. Tak mau kalah, Ganeeta bermaksud balas dendam dan tanpa basa-basi membuka kemeja formal yang dia kenakan hingga menyisakan kaus ku-tang berwarna hitam di tubuhnya.
Seketika, gelak tawa Faaz mendadak terhenti dan kini fokus menatap ke depan. Sementara itu, Ganeeta yang telah berhasil membuat pria itu terpaku dan membisu hanya bersedekap dada usai memakai kacamata hitam andalannya.
"Jalan," ucapnya dengan nada angkuh karena telah memenangkan perang ini.
Faaz yang berada di sebelahnya panas dingin. Meski Faaz tahu di luar sana memang banyak remaja yang menjadikan style Ganeeta saat ini sebagai acuan outfit sehari-hari, tetapi jika istrinya tentu saja lain cerita.
Seketika pikiran Faaz mendadak li-ar. Kekhawatiran bahwa Ganeeta juga merupakan bagian dari anak-anak remaja tersebut muncul di benaknya.
"Kamu kenapa jadi ikut-ikutan lepas baju?" tanya Faaz berbasa-basi lebih dulu.
Ganeeta dengan ego setinggi angkasa dan tak mau kalah saing itu menjawab dengan santainya. "Lah, kan tidak harus pakai pakaian yang formal lagi."
"Jadi kamu hanya menggunakan pakaian formal di kampus saja?" tanya Faaz mulai berdebar setelah mendengar fakta ini.
"Hem, kalau di luar aku memang begini ... lebih cantik, simpel dan_"
Chiitt
"Apa?"
"Adoh!! Kenapa pakai ngerem mendadak sih?" kesal Ganeeta sembari mengusap keningnya.
Tak menjawab pertanyaan Ganeeta, Faaz kembali fokus pada tujuan utama. "Serius kamu begini?" tanya Faaz memastikan sekali lagi.
"Iya, memang kenapa sih? Berlebihan banget, aku kan masih pakai baju," ucapnya sengaja membalikkan ucapan Faaz sebelumnya.
Gen keras kepala dan tidak mau kalahnya masih mendominasi, Faaz yang tadinya merasa telah berhasil mengalahkan Ganeeta lagi dan lagi hanya dibuat sakit kepala hingga memijat pangkal hidungnya.
"Astaghfirullah, Ganeeta ...."
"Kenapa?" tanya Ganeeta dengan wajah tanpa dosa.
Sudah jelas salah, dia masih tanya kenapa. Hendak marah, tapi tidak mungkin karena hal semacam ini tidak sepatutnya diselesaikan dengan amarah.
Karena itu, Faaz lebih memilih menarik napas dalam-dalam sebagaimana yang kerap dia lakukan.
"Kedepannya jangan lagi, kecantikanmu tidak akan berkurang sekalipun kamu menggunakan pakaian yang sopan." Begitu cara Faaz mengingatkan.
Meski dia menggunakan kata-kata yang lebih menohok demi membuat mata Ganeeta terbuka, tapi dia enggan melakukan hal tersebut.
"Lebih bagus lagi kalau bisa tertutup," tambahnya lagi dan hal ini hampir sesuai dengan dugaan Ganeeta tadi pagi.
Perintah untuk mengenakan hijab mulai terlihat jelas hilalnya, dan Ganeeta sudah menduga sejak awal tahu akan menjadi istri Faaz.
.
.
"Untuk menggunakan hijab ... aku belum siap," ucap Ganeeta tanpa menatap Faaz di sampingnya.
Sedikit menyesal juga dia ikut-ikutan menantang Faaz dengan cara melepas kemeja dan menyisakan kaus ku-tang itu tadinya.
Salahnya selalu mengedepankan emosi, sama sekali tidak pernah berpikir panjang dalam mengambil setiap tindakan.
"Ehm, kamu tahu tidak? Agama Islam mewajibkan perempuan muslim untuk menggunakan hijab?"
"Tahu, Mami sering bilang gitu, tapi aku belum siap," ucap Ganeeta penuh penekanan, persis seperti yang dia lontarkan tatkala mendapat nasihat dari Mami Ameera.
Faaz mengerti, dia juga paham bahwa sang istri tidak mungkin bisa dipaksa dan tidak punya rencana untuk memaksa. Namun, dia akan menuntun Ganeeta pelan-pelan.
"Ehm kira-kira siapnya kapan?"
"Nanti pokoknya, kan masih banyak waktunya ... masih muda, mungkin pas usia 30 tahun aku pakai hijabnya."
Faaz tersenyum tipis, dia mulai mengerti bahwa Ganeeta memiliki kesamaan prinsip dengan beberapa wanita di luar sana.
Wanita yang kerap membatasi masa nakal dan menjanjikan akan berubah setelah puas dengan kehidupan bebasnya.
"Ganeeta ...."
"Hem," sahut Ganeeta malas-malasan, sedari tadi dia bersandar dan terus menatap jauh ke luar.
Seakan-akan pertanda bahwa dia tidak betah berada di dekat Faaz lantaran topik yang mereka bahas.
"Sedikit banyak pasti kamu tahu, 'kan bahwa jodoh, maut dan rezeki adalah misteri yang hanya diketahui Sang Khalik?" tanya Faaz dan tak mendapat respon sama sekali.
Terserah, sekalipun Ganeeta tidur Faaz akan tetap bicara karena sudah telanjur basah, mumpung ada celahnya.
"Kamu mengatakan usia 30 tahun baru pakai hijab," ucap Faaz sejenak terhenti karena dia merasa harus berhati-hati. "Pertanyaannya, bagaimana kalau usia kamu tidak sampai 30 tahun?"
Gleg
Ganeeta yang tadi seakan tak peduli berbalik menatap Faaz dengan wajah cemasnya.
"Ma-maksudnya? Mas doain aku pendek umur gitu?"
"Bukan begitu, kacamata saja ... sebagai seorang Hamba, kita tidak tahu besok masih bernapas atau tidak. Sebagai contoh, ada seorang pendosa yang begitu santai melakukan maksiat karena sudah berjanji bahwa besok akan bertaubat, tapi tepat di malam harinya malaikat Izrail datang untuk melakukan tugasnya dia bisa apa?"
"Taubat yang tadi dia rencanakan hanya sebatas angan, tinggal penyesalan dan di alam kubur dia akan meraung, meminta dikembalikan ke dun_"
"Iya-iya-iya!!! Besok aku pakai hijabnya!!"
Faaz mengerjap pelan, baru juga berandai-andai dengan tentang penyesalan seorang pendosa yang menyia-nyiakan waktu untuk bertaubat, Ganeeta seketika berubah pikiran.
"Besok?"
"Iya."
"Benar besok?"
"Iya," jawab Ganeeta singkat dan seketika membuat Faaz mengulas senyum penuh makna. "Besok-besok maksudnya."
"Heh?"
.
.
- To Be Continued -
sikap wanita itu emang susah ditebak nya... kadang saat lagi ceria tiba-tiba jadi sedih.. tergantung moodnya kek gimana... istighfar ya paaz... sabar ngadepin istrimu itu...