Kisah masa lalu Ayahnya juga Bundanya terlalu membekas hingga Intan tak bisa percaya pada Cinta dan kesetiaan.
Baginya Kesetiaan adalah hal yang langka yang sudah hilang di muka bumi.
Keputusannya untuk menikah hanya untuk menyelamatkan perusahaan dan menghibur orang tuanya saja.
Jodohpun sama-sama mempertemukan dirinya dengan orang yang sama-sama tak mempercayai Cinta.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Akan kah Dia mempercayai Cinta dan Kesetiaan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seoul
Meninggalkan Indonesia.
Seoul di malam hari, setelah sempat menangis dan merasa rendah diri, Intan kembali menegakkan kepala, kata-kata Reihan mampu membuatnya berdiri tegak, meski masih ada hati yang merasa takut dan tertekan.
Keduanya baru saja tiba, Intan berdiri di jendela sembari melihat langit kota Seoul dan warna-warni lampu di luar. Di belakang Reihan datang dan memeluk dirinya tanpa permisi sehingga membuat aliran aneh ke sekujur tubuhnya.
Reihan menaruh kepalanya di pundak Intan dengan tangan yang melingkar di pinggang ramping itu. Reihan berharap tak butuh waktu lama untuk dirinya membuat perut ramping ini mengandung benih darinya.
Disisi lain Intan mengatur nafas dan perasaan aneh yang menelusup kedalam tubuh dan jiwanya. Intan memejamkan mata mencoba menerima segala takdir dan keputusan atas langkah yang di ambilnya.
"Bee... " Suara dan panggilan dari Reihan, Ah... panggilan itu akan menjadi panggilan yang akan dia dengar setiap hari, meski panggilan itu hanya sebuah formalitas dari sebuah hubungan yang tak memiliki cinta di dalamnya.
Intan membalik tubuhnya, lalu memandang wajah tampan yang dulu nampak arogan dan dingin, kini wajah itu kenapa terlihat berbeda, ada sedikit kehangatan dimatanya.
"Mas..., Ehh... Apa ya... Aku lupa mau bilang apa... " Intan mendadak grogi saat sudah menatap wajah Reihan yang menatapnya berbeda.
Reihan tersenyum, lalu mengecup kening Intan membuat Intan terdiam di tempatnya, ini biasanya di lakukan saat selesai shalat, dan sekarang Reihan melakukannya di luar itu.
"Mau main keluar apa istirahat dulu?? " Tanya Reihan pada Intan.
"Lihat sikap kamu gini aku ngerasa akting kamu makin bagus deh... Kamu kaya menjiwai sekali... " Kata Intan lalu berjalan ke ranjang.
Reihan tergelak, Entah dirinya merasa sikap itu mengalir begitu saja dari dirinya, bahkan rasanya pikiran negatif tentang seorang wanita hilang saat mendapati Intan dan keluarganya.
"Jangan bagus-bagus gitu dong aktingnya Mas... nanti Aku susah loh bedainnya... " Kata Intan melepas jaket yang membungkus tubuhnya.
Reihan justru tergelak dan ikut melepas jaketnya lalu berbaring di sebelah Intan. Jangankan Intan, dirinya sendiri juga bingung dengan dirinya, rasanya apa yang di lakukan juga bukan akting lagi, rasanya begitu nyata jika dia tidak merasa menyesal ataupun terbebani dengan semua yang dia lakukan.
"Sudah tak usah di bedakan... pusing nanti... jalani aja... " Jawab Reihan lalu menarik Intan hingga Intan terbaring.
"Cuma jujur... Aku takut pas kamu gak akting, aku ngerasa itu tetap akting Mas... " Kata Intan yang justru di jawab gelak tawa Reihan.
"Gak usah memusingkan hal yang susah di pikir, jalani aja... apa susahnya... ngalir kaya air... " Jawab Reihan.
Reihan merapatkan pelukan hingga gemuruh dada Intan berdetak tak karuan, Reihan memindai wajah cantik di hadapannya dengan pandangannya.
"Gak gerah gitu... copot gih jilbabnya... " Reihan melepas Jilbab Intan tanpa ijin, baginya tubuh di hadapannya ini miliknya.
Reihan tersenyum lalu meraih rambut panjang yang terurai itu, membelainya lembut, sungguh Intan merasa mata itu terlihat seperti tulus, sama halnya saat dirinya melihat Ayah Arsya kepada Bundanya.
Reihan semakin mengikis jarak dan mendaratkan kecupan di mata Indah yang terlihat masih terbebani itu. Reihan sedikit menyesal telah menyeret gadis cantik yang keras kepala ini dalam permainan tak berujungnya.
Pipi merona Intan semburat mengeluarkan aura malu yang luar biasa, bercampur rasa takut dan juga rasa aneh yang lain. Intan menutup mata, memantrakan kalimat ikhlas berkali-kali di dadanya agar tubuhnya tak lagi menolak sentuhan dari suaminya itu.
Reihan semakin dekat lalu terasa benda lembut di dua baris merahnya, yang kemudian basah, manis dan segar bercampur di dalamnya membuat Intan bingung bagaimana cara mengimbanginya jika hatinya tidak memiliki rasa.
"Sttt Huufff... bentar... Akun takut...!!! " Intan jujur wajahnya mendadak pucat saat tangan Reihan berhasil melepas kancing atasannya.
"Takut kenapa??? " Reihan sudah mulai pening.
"Kata Alesha temanku bakal sakit!! " Jujur Intan lagi.
"Astaga.... lalu bagaimana dengan kata orang hal yang akan kita lakukan itu surga dunia??? tentu mereka akan kapok... tidak kan?? nyatanya Bundamu sampai punya anak 5... Melahirkan 5 kali pula... gak kapok juga kan??? " Jawab Reihan menjelaskan.
Penjelasan itu cukup membuat Intan terdiam, Reihan tak mau ditolak lagi, dia tak mau menunda lagi, kesempatan baik di hadapannya. Mendapatkan Intan taat dan nurut seperti saat ini tak akan pernah dia siakan, mengingat sebelum-sebelumnya gadis ini begitu susah untuk di sentuh dan nampak tak menginginkannya.
***
Merah segar yang mulai mengering di kain putih di ranjang mereka. Reihan mengatur nafas setelah selesai menuntaskan hasratnya yang sudah lama terpendam. Berharap benih unggulnya segera tumbuh di rahim istrinya yang dia nikahi dengan segala dramanya itu.
Sementara di sisinya terbaring tubuh lemah tertidur dengan sisa air mata di pipinya, Intan istrinya sempat menyisakan cakaran di lengan dan pundaknya yang kini tampak memerah.
Bangga, Yang Reihan rasakan saat ini, karena Dia yang pertama kali dan akan selamanya memiliki tubuh berharga dan indah di sisinya ini. Reihan meraih tubuh lemah yang juga kelelahan, mungkin juga kesakitan itu dengan rasa bersalah karena sedikit memaksanya.
Cup
Cup
Cup
Kecupan manis, entah karena sayang, terima kasih, atau pun bahagia, Reihan sendiri bingung mengartikannya, namun yang pasti dirinya merasa setelah ini Intan akan menjadi candu bagi dirinya selamanya.
Intan membuka mata, masih terasa betapa sakit hal yang baru terlewati tadi, ini jauh dari bayangannya, seperti kata orang yang mengatakan bahwa hal ini tidak akan terlalu sakit, namun nyatanya dirinya sempat menjerit dan mencakar Reihan.
Cup
"Maaf bee... " Reihan mengusap rambut Intan setelah mengecupnya.
Intan mandang Reihan, mood setelan galak, dan dingin kembali hadir di wajahnya, bahkan bibir merah yang sudah sedikit menebal karena ulah Reihan itu semakin tebal karena cemberutnya
"Ckkk kamu bohong ya... " Intan memukul dada Reihan pelan, wajahnya sudah siap pada mode kesal.
"Bohong apa??? " Reihan bingung karena merasa tidak bercakap apa pun.
"Katanya surga dunia... bohong... sakit banget... mana ada surga dunia begitu rasanya.... Ckkk pokoknya kapok aku... " Kata Intan kesal sekaligus cemberut dan semakin menarik selimutnya.
"Itu karena pertama Bee, jadi ya wajar... " Kata Reihan sambil tersenyum paham perasaan Intan.
"Tanggung jawab... aku gak bisa jalan nanti... " Kata Intan lalu di jawab anggukan Reihan lalu memeluk Intan.
"Pasti... Aku yang buat tentu ya tanggungjawab lah... " Kata Reihan.
"Mau lagi boleh??? " Reihan tersenyum penuh maksud, Intan langsung menjaga jarak sambil mendelik.
"Ogahhh... jauh-jauh!!! " Teriak Intan.
"Astaga... Berisiknya... " Reihan mengusap telinganya hingga terasa gatal.
"Ya udah tidur...Nanti minta kemana aja ayo..." Reihan memejamkan mata lalu melingkarkan tangannya di atas selimut Intan.
Intan menyelami perasaannya, dadanya masih tetap bergemuruh setiap sentuhan itu. Namun dirinya merasa aroma yang keluar dari tubuh Reihan membuat dirinya nyaman.
Intan menatap langit-langit, hingga tak berapa lama Intan ikut tertidur di dalam dekapan Reihan, keduanya pun merangkai mimpi di dalam tidur mereka.
***
Boleh ngarep Vote, ulasan, subscribe ngak sih??? ini masih selasa barang kali masih ada yang punya vote...
Maaf ya kalau ada yang typo...