Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Jihan tengah duduk di tepi ranjang ketika menerima panggilan telfon dari Juna. Wanita paruh baya itu tampak menyimak aduan Juna dengan serius. Ada perasaan kaget sekaligus senang ketika mendengar penuturan Juna.
"Tapi kamu yakin itu mereka.?" Tanya Jihan memastikan, sebab dia takut kecewa kalau ternyata tidak sesuai kenyataan.
"Penglihatan ku masih sangat normal, aku tidak salah lihat." Sahut Juna yakin.
Jihan kemudian mengakhiri sambungan telfonnya setelah mendapatkan informasi dari adiknya. Kabar itu harus segera di sampaikan pada Shaka.
"Mas,, Mas Shaka,,," Jihan berteriak dari tempatnya duduk. Matanya menatap ke arah pintu kamar mandi karna Shaka ada di dalam.
Shaka yang sedang mencuci wajahnya, buru-buru. keluar dari kamar mandi karna mendengar teriakan Jihan. Jantungnya sudah bergemuruh, takut terjadi sesuatu pada istrinya yang terdengar panik karna teriak-teriak. Pria berusia lebih dari setengah abad itu setengah berlari menghampiri istrinya. Untung saja Shaka masih rajin olahraga, jadi stamina dan kesehatannya terjaga. Di usia yang terbilang sudah sepuh, Shaka masih terlihat gagah dengan postur tubuh yang tegap dan atletis.
"Jihan, kamu membuatku kaget saja." Shaka menghela nafas lega karna melihat istrinya baik-baik saja. "Ada apa.?" Sebelah tangannya menyentuh wajah Jihan dan memandanginya dengan tatapan penuh cinta yang tidak pernah berubah sejak dulu. Waktu dan usia yang menua, tak membuat cinta di hati Shaka pudar. Dia sudah terkontrak bucin pada istrinya untuk seumur hidup.
Jihan malah terkekeh melihat wajah panik Shaka ketika menghampirinya. Kalau ingat dengan perjalanan cintanya dengan Shaka yang unik itu, Jihan selalu merasa bersyukur karna akhirnya bisa hidup bersama sampai detik ini.
"Tadi Juna telfon, katanya dia sempat melihat Bryan dengan Annelise di bandara." Tutur Jihan senang. Dia sudah punya asumsi sendiri, berfikir kalau Bryan dan Annelise diam-diam berkencan di belakangnya, sampai harus pergi ke Batam hanya berdua. Walaupun Jihan tau kalau Bryan ada urusan bisnis di sana, setidaknya ada sedikit harapan kalau putranya berkencan dengan Annelise karna hanya pergi berdua.
"Sayang, ternyata mereka hanya pergi berdua. Felix tidak ikut. Juna tidak melihat ada Felix di sana. Apa sebenarnya Bryan dan Anne punya hubungan.?" Tuturnya antusias.
Shaka mengangkat kedua bahunya, dia tidak berani mengiyakan ataupun mengambil kesimpulan dari penuturan Juna. Karna pergi berdua bukan berarti ada hubungan spesial. Terlebih status Bryan dan Annelise adalah atasan dan sekretaris. Rasanya sangat wajah kalau mereka pergi berdua untuk urusan pekerjaan.
"Jihan, putra kita belum terlalu tua. Kamu tidak usah mengkhawatirkan jodohnya, apalagi sampai menggebu-gebu seperti ini karna ingin melihat Bryan dan Anne bersatu." Shaka membelai lembut kepala sang istri agar lebih rileks. Akhir-akhir ini Shaka selalu melihat istrinya terlalu tegang dan khawatir memikirkan masa depan putranya.
"Aku hanya seorang Ibu yang sedang khawatir putranya salah jalan. Itu sebabnya aku ingin melihat putra kita dekat dengan wanita." Jihan menghela nafas berat. Bagaimana tidak khawatir kalau sampai sekarang belum pernah melihat Bryan dekat dengan wanita manapun. Bagaimana kalau putranya suka batang, siapa yang tidak akan malu. Tentu nama orang tua dan keluarga yang tercoreng.
"Mas, kamu ingat kejadian di lantai 3 yang waktu itu aku ceritakan.? Aku belum sempat melihat cctv, bagaimana kalau kita lihat sekarang." Tiba-tiba Jihan ingat untuk mengecek cctv, dia ingin melihat apa saja yang di lakukan Bryan dan Anne ketika pergi dan kembali dari ruang kerja.
Shaka tidak banyak berkomentar, dia langsung menyetujui permintaan Jihan untuk melihat cctv. Pria berbadan tinggi itu kemudian mengambil tablet miliknya di atas meja. Keduanya memutar rekaman cctv tepat 3 hari yang lalu.
...*****...
Di dalam kamar hotel, Annelise beberapa kali jalan mondar-mandir di depan cermin. Dia ingin memastikan baju yang dia pakai tidak salah kostum untuk menghadiri undangan makan malam dari salah satu pebisnis di Batam.
"Kenapa juga aku tidak membawa pakaian semi formal.!" Annelise menggerutu sendiri. Persiapannya sangat kurang, mungkin karna sudah malas di awal. Padahal tidak ada dalam. agenda kalau dia harus ikut ke Batam, tapi tiba-tiba di minta ikut oleh Bosnya yang super dingin.
Drrrtt,, drrrttt,,,
Mata Annelise reflek melirik ponselnya yang bergetar diatas meja rias. Ada chat masuk dari Bryan. Buru-buru Annelise membacanya.
'Aku tunggu di depan, jika kamu tidak keluar lebih dari semenit, berangkat sendiri saja pakai taksi.'
Mata Annelise membelalak sempurna setelah membaca chat dari Bryan. Bosnya itu selain dingin, juga super tega dan tidak punya hati.
Annelise menyambar tas kecilnya, dia berlari kecil untuk keluar dari kamar agar tidak terlambat. Bryan adalah orang yang tidak pernah main-main dengan ucapannya. Kalau sudah bilang A, sampai kapan pun tidak akan berubah menjadi B.
Annelise sedikit ngos-ngosan ketika keluar dari kamarnya. Bryan yang juga baru keluar dari kamar, hanya melirik Annelise sekilas. Pria yang memakai setelan jas itu memasang wajah datar, lalu beranjak begitu saja tanpa basa-basi mengajak Annelise.
"Sabar Anne,, manusia langka seperti itu belum waktunya punah." Gumam Annelise sambil menahan rasa dongkol di hatinya.
Sikap Bryan tidak ada ramah-ramahnya sama sekali. Annelise jadi sungkan untuk bersikap santai padanya. Seperti ada pembatas tebal antara bawahan dan atasan.
Setelah menempuh perjalanan kurang dari 15 menit dalam keheningan tanpa suara, keduanya akhirnya sampai di salah satu restoran mewah milik pebisnis yang mengundang Bryan makan malam.
Keduanya di sambut ramah oleh pelayanan, lalu di antar ke ruangan VIP setelah memberi tau ada janji dengan Pak Halim.
Begitu masuk, Bryan tampak terkejut lantaran di dalam ruangan itu hanya ada Pak Halim bersama wanita muda yang Bryan tau adalah anak dari Pak Halim itu sendiri. Bryan pikir, undangan makan malam ini akan di hadiri beberapa rekan bisnis.
Annelise juga gak kalah terkejut, tapi lebih tepatnya terkejut lantaran datang di momen yang salah. Dia yakin acara makan malam ini telah di rencanakan dengan baik oleh Pak Halim. Terlebih n ketika melihat tatapan tak suka dari wanita muda di samping Pak Halim.
"Selamat datang di Batam. Terimakasih karna bersedia menyempatkan waktu untuk makan malam bersama." Ujar Pak Halim ramah.
"Kenalkan, ini putri bungsu saya. Dia baru menyelesaikan kuliahnya"
Wanita itu langsung menyalurkan tangan pada Bryan seraya melempar senyum dan tatapan genit.
"Aku Bella, salam kenal Kak Bryan." Ucapnya dengan suara yang terdengar si buat-buat.
Bryan hanya menjawab singkat dengan menyebutkan nama. Wajahnya Bryan sudah menunjukkan aura tidak nyaman. Dia paling tau sifat-sifat wanita yang sedang berusaha menarik perhatiannya.
"Aku mendengar banyak hal dari Papa tentang Kak Bryan. Kakak sangat keren bisa mendirikan perusahaan di usia muda." Pujinya dengan wajah full senyum.
"Nama Bella memang meresahkan." Annelise membatin dalam hati sambil memperhatikan gerak gerik Bella yang tidak ada malu-malunya di depan pria.
"Terimakasih."
"Pak Halim, bisa kita mulai makan malamnya.? Pacar saya sepertinya kurang nyaman." Ujar Bryan sambil melirik Annelise.
Annelise membulatkan mata. Bryan bicara seolah dia adalah kekasihnya. Bosnya itu benar-benar tidak berperasaan karna menumbalkannya.
"Pacar.?? Aku pikir dia sekretaris.?Dia terlihat seperti sekretaris." Seloroh Bella sambil menatap remeh pada Annelise.
"Sekretaris sekaligus pacar, kami berencana menikah dalam waktu dekat." Bryan tiba-tiba menggenggam tanga Annelise dia atas meja. Pria itu juga memberikan kode dengan senyuman yang terlihat menggelikan di mata Annelise. Sebab baru kali ini Bryan tersenyum manis dan teduh seperti itu.
"Dia punya bakat terpendam, aktingnya totalitas sekali, padahal spontan." Gumam Annelise. Annelise memilih diam dan mengikuti alur dari Bryan. Dia paham kalau Bryan hanya pura-pura agar tidak di dekati Bella yang terlihat jelas menunjukkan ketertarikan padanya. Itu sebabnya Annelise pasrah saja ketika di ajak akting oleh Bryan.
/Ok/hehe maaf thor