Dilarang Boom Like!!!
Tolong baca bab nya satu-persatu tanpa dilompat ya, mohon kerja sama nya 🙏
Cerita ini berkisah tentang kehidupan sebuah keluarga yang terlihat sempurna ternyata menyimpan rahasia yang memilukan, merasa beruntung memiliki suami seperti Rafael seorang pengusaha sukses dan seorang anak perempuan, kini Stella harus menelan pil pahit atas perselingkuhan Rafael dengan sahabatnya.
Tapi bagaimanapun juga sepintar apapun kau menyimpan bangkai pasti akan tercium juga kebusukannya 'kan?
Akankah cinta segitiga itu berjalan dengan baik ataukah akan ada cinta lain setelahnya?
Temukan jawaban nya hanya di Noveltoon.
(Please yang gak suka cerita ini langsung Skipp aja! Jangan ninggalin komen yang menyakitkan. Jangan buka bab kalau nggak mau baca Krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertian nya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENDUA 29
🍁Mansion Rafael🍁
"Aku tidak bisa menikahimu, Angel!" Ucap Rafael tegas dengan sorot mata tajam menatap Angel yang ada di hadapannya.
Angel yang mendengar penolakan Rafael sontak dia naik pitam, matanya semakin gelap dan nada suaranya semakin meninggi. "Kamu harus menikahiku, Rafael. Ini adalah tanggung jawabmu. Jika kamu tidak menikahiku, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya." Angel menunjuk Rafael dengan jari telunjuknya.
Rafael berusaha keras menahan emosi. Dia tahu ini bukan saat yang tepat untuk bertindak gegabah.
"Angel, aku sudah memberitahumu. Aku ingin memperbaiki rumah tanggaku dengan Stella. Aku mencintainya, dan sampai kapan pun aku tidak akan meninggalkannya hanya karena kamu hamil." Katanya dengan tegas, meskipun ada rasa cemas yang terus menggerogoti hatinya.
Namun, Angel tidak terima. Wajahnya merah padam, dan tanpa peringatan, dia berbalik dan berjalan cepat menuju dapur. Rafael mencoba mengejarnya, namun dia sudah terlanjur sampai di sana. Tak lama, Angel kembali dengan sebuah pisau tajam di tangannya.
Rafael menatap bingung, namun tidak sempat mencegah saat Angel mengambil pisau dari laci dapur. "Apa yang kamu lakukan, Angel?" Teriak Rafael panik.
Angel berdiri dengan pisau yang gemerlap di jemari tangannya. "Jika kamu tidak menikahiku, aku akan mengakhiri hidupku, Rafael. Kau tidak punya pilihan."
Dengan langkah tergesa, Angel mengarahkan pisau ke pergelangan tangannya, pura-pura hendak bunuh diri. Wajahnya terdistorsi dalam kesedihan yang dramatis.
Rafael terperangah, terkejut melihat aksi ekstrem itu. "Jangan, Angel! Tolong jangan!" Dia berlari menghampiri Angel, berusaha merebut pisau tersebut, namun Angel menepis tangannya dengan kekuatan yang tak terduga. "Menjauhlah! Atau kamu ingin melihat pisau ini menggores di tanganku."
Dengan tangan yang gemetar, Rafael menatap Angel yang tampaknya benar-benar nekat. Dia menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.
"Baiklah ... aku akan menikahimu. Tapi, aku hanya akan melakukannya jika Stella memberikan izin. Aku tidak ingin kehilangan keluargaku begitu saja." Ucap Rafael dengan bibir yang bergetar, dia terpaksa menyetujui permintaan konyol Angel.
Mendengar apa yang di katakan Rafael, sontak Angel terdiam sejenak, menimbang keputusan tersebut. Kemudian, dengan senyum penuh kemenangan, dia mengangguk setuju. "Aku akan menunggumu, Rafael. Tapi ingat, jika kamu menunda lagi, semuanya bisa jadi lebih buruk dari ini."
Rafael merasa terperangkap dalam situasi ini, hatinya hancur oleh keputusan yang terpaksa dia buat. Dia hanya ingin kembali bersama keluarga kecilnya, tetapi kini ia harus menghadapi kenyataan bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
Beberapa menit kemudian, Angel akhirnya pergi meninggalkan mansion dengan langkah yang penuh keyakinan. Setelah Angel menghilang dari pandangannya, Rafael terjatuh di lantai, kedua tangannya terulur lemas, sementara pikirannya kembali terbayang pada wajah Stella yang penuh luka. Dia tahu, perjalanannya untuk memperbaiki semuanya baru saja dimulai, namun masalah yang jauh lebih besar telah datang menghampirinya.
*
Setelah meninggalkan mansion, Angel segera meraih gawai nya, jemari lentiknya begitu lihai menari-nari di atas layar pintarnya, mencari sebuah nomor yang hendak dia hubungi, kemudian di tekan nya tombol hijau. Sambungan telpon pun terhubung terdengar suara berat dari seberang telpon. Tampak Angel begitu serius berbicara dengan seseorang di seberang telpon.
"Aku sudah berhasil. Tapi, aku butuh bantuanmu." Ujar Angel dengan nada penuh percaya diri.
Di ujung telepon, terdengar suara berat dan misterius. "Kamu tenang saja, Angel. Aku sudah siap untuk menjalankan rencanamu. sebentar lagi keinginanmu segera tercapai."
Setelah beberapa saat, sambungan telpon pun terputus, Angel tersenyum licik merasa puas dengan apa yang dia rencanakan karena sebentar lagi semua misi nya akan berjalan dengan lancar sesuai apa yang telah susun dengan rapi. Sementara di luar, malam mulai turun, menyelimuti mansion Rafael dalam kegelapan yang semakin dalam.
🍁Villa Keluarga Stella🍁
Malam itu, udara terasa dingin dan hening. Lampu-lampu yang ada di sekitar villa berpendar redup, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang menari-nari di dinding. Stella duduk di tepi tempat tidur, menatap kosong ke luar jendela. Pikirannya penuh dengan kegelisahan. Terutama tentang Rafella, anak semata wayangnya, yang tampaknya belum bisa sepenuhnya bisa berjauhan dengan Daddy nya mengingat Rafella yang selalu manja dan menyayangi Daddy nya membuatnya tidak bisa melupakan Daddy nya. Terlebih Daddy nya yang sangat menyayangi Rafella dan selalu membelanya di saat sang Mommy memarahinya.
Malam itu, seperti beberapa malam sebelumnya, Rafella kembali terbangun dengan tangisan. Suara tangisannya yang dalam dan terisak-isak menghantui seluruh penjuru villa. Stella menghela nafas panjang dan mendekati tempat tidur anaknya. Dengan lembut, dia menyentuh pipi Rafella yang basah oleh air mata.
"Daddy ... Daddy ...." Gumam Rafella dalam tidurnya, seolah-olah nama itu adalah mantra yang tak bisa dia lepaskan meski dalam tidurnya.
Stella menahan nafas, merasakan sakit yang mendera hatinya. Suara itu, isakan kecil yang penuh harap, begitu jelas terdengar. Setiap kali mendengar nama Daddy disebutkan oleh anaknya, Stella merasa ada luka yang kembali menganga di dadanya. Hatinya bergetar, seakan merasakan kesakitan Rafella yang ingin bertemu dengan sang ayah.
Lama-lama, tatapan Stella kosong, bingung, dan patah. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan lagi. Sebagai seorang ibu, dia ingin anaknya bahagia, tapi keputusan yang harus diambil semakin berat. Namun, malam itu, seiring suara isakan Rafella yang makin terisak, Stella merasa hatinya tersentuh oleh satu perasaan yang semakin kuat.
'Rafella butuh Rafael. Aku tidak bisa egois seperti ini, aku ingin melihat putriku bahagia. Terlebih saat ini aku tengah mengandung anak Mas Rafael. Dan aku akan coba memberi kesempatan lagi pada Mas Rafael.'
Dengan hati yang berat, Stella berdiri dan keluar dari kamar anaknya. Setelah memastikan Rafella tertidur kembali, dia segera menuju ruang tamu. Di sana, lampu-lampu redup menciptakan suasana sepi dan tenang. Tangannya meraih gawainya dengan sedikit gemetar, lalu Stella menghubungi ibunya, Mama Elena.
"Mama ... aku ... aku akan kembali ke mansion besok pagi. Aku memutuskan untuk memberi Mas Rafael kesempatan, dan ini semua aku lakukan demi Rafella, Ma." Kata Stella dengan suara pelan, tetapi penuh keyakinan.
Mama Elena di seberang telepon menghela nafas panjang. "Stella, kamu yakin? Kalau ini yang terbaik untuk Rafella, cucu mama, Mama akan mendukungmu. Jaga dirimu dan Rafella. Mama akan menunggu kedatanganmu besok."
Stella mengangguk meskipun Mama Elena tak bisa melihatnya. "Stella yakin Ma. Iya, aku akan berhati-hati Ma. Terima kasih."
Stella tersenyum tipis, meskipun ada rasa cemas yang tak bisa dia hilangkan. Meski begitu, setidaknya dia merasa sedikit lega. Keputusan ini, meskipun sulit, terasa benar. Sebagai seorang ibu, apa lagi yang bisa dia lakukan selain berusaha memberikan kebahagiaan pada anaknya?
Pagi itu, Stella bangun lebih pagi dari biasanya. Setelah merapikan barang-barangnya, dia menyiapkan segala keperluan untuk perjalanan menuju mansion Mama Elena. Rafella masih terlelap tidur di kamar, wajahnya tampak tenang, meski hatinya masih dihantui kerinduan pada sang ayah. Stella menghela nafas, berusaha menenangkan diri.
Sebelum pergi, Stella duduk di samping tempat tidur Rafella. Dia memeluk putrinya dengan lembut, mencium keningnya.
"Sayang, sebentar lagi kamu akan bertemu dengan Daddy, oke? Mama ingin kamu bahagia."
Mendengar itu sontak Rafella sedikit terbangun dan mengerjapkan matanya. Dia melihat Mommy nya dengan tatapan penuh harapan, dan meski belum sepenuhnya terjaga, dia tersenyum kecil.
"Makasih Mom, Rafella rindu Daddy ...." Ucap Rafella lirih, seolah tak sabar menanti pertemuan itu.
Stella menatap putrinya dengan mata berkaca-kaca. Meski hatinya terluka karena harus menerima kembali Rafael, dia tahu ini adalah jalan terbaik untuk Rafella.
Stella mengangguk dengan lembut. "Iya, Sayang. Sebentar lagi kamu bisa bertemu Daddy."
Dengan hati yang penuh perasaan campur aduk, Stella menatap anaknya yang tampak begitu antusias. Ada harapan di mata Rafella, yang meskipun telah lama terluka, tetap percaya pada kebahagiaan keluarga yang mungkin bisa terjalin kembali.
Stella berdiri dan berjalan keluar menuju halaman villa tempat Rafella sedang duduk di kursi santai. Meskipun tubuhnya masih lemah karena demam yang belum sepenuhnya reda, Rafella tersenyum lemah ketika melihat Mommy nya. Ada kebahagiaan di matanya yang terbersit, meskipun sakit yang terus mendera tubuhnya.
"Mommy aku akan bertemu Daddy, kan?” Tanya Rafella dengan suara yang masih parau, berusaha memastikan kembali bahwa Mommy nya tidak berbohong.
Stella tersenyum lembut. "Ya, Sayang. Sebentar lagi kamu bertemu Daddy."
Tak lama kemudian terdengar suara deru mesin mobil mewah dari kejauhan. Stella menoleh, matanya terfokus pada sebuah mobil besar yang meluncur masuk ke halaman villa. Dari dalam mobil itu, muncul beberapa pria berpakaian serba hitam. Mereka langsung mendekati Rafella yang sedang duduk tanpa curiga, sementara Stella yang sedang berada di dalam villa, tidak menyadari apa yang sedang terjadi dengan putrinya di halaman villa.
*
"Mommy ... Mommy ...."
.
.
.
🍁Bersambung🍁