Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketika sama sekali tidak dihargai (13)
"Apa dia tidak memiliki kemarahan di hatinya?" Dalam hati Kenzie terus dipenuhi oleh berbagai pertanyaan.
"Tunggu! Bukankah alat yang ada di telingamu itu tidaklah murah? Lantas dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu," ujar Kenzie karena tiba-tiba saja teringat akan alat yang menempel di telinga Ardi.
"Aku hanyalah seorang mekanik. Jadi, kamu sudah tahu jawabannya." Jawab Ardi.
"Selebihnya itu bukan urusanku," balas Kenzie.
"Pergilah karena jika kamu masih ada di sini. Yang terjadi pekerjaanku tidak akan selesai!"
Kenzie mengangkat bibirnya, menertawakan lelaki dengan gaya sibuknya. Tanpa mengucapkan satu kata pun, akhirnya wanita itu pergi juga.
Setelah kepergian Kenzie. Ardi melepas kedua alatnya, lebih baik tidak mendengar suara apa pun, dari pada hatinya terus terluka.
"Aku memang lelaki dengan banyak kekurangan, tapi haruskah selalu diperlakukan tidak adil?" Ardi mengusap wajahnya dengan kasar.
Hati Ardi terlalu kacau, hingga memutuskan untuk mengeluarkan sebatang rokok. Akhirnya, sesuatu yang tak mampu ia tahan berakhir tumpah di kedua pipinya.
Seberapa kuat seorang lelaki, tetap saja bisa menangis jika keberadaannya tak pernah dianggap bahkan keluarganya sendiri.
Keesokan hari, seperti biasa. Kenzie menghabiskan waktu bersama dengan Leo sepulang bekerja. Berjalan dan berpapasan, sedikitpun tak ada keinginan Ardi untuk menoleh.
Melihat istrinya berjalan dengan pria lain. Membuat Ardi membuang jauh-jauh perasaan pedulinya pada Kenzie, tidak ingin terlibat dalam urusan pribadi. Yang mana dirinya hanyalah seorang lelaki tuli.
"Jika kamu bahagia dengan seseorang yang jauh lebih sempurna, maka teruslah tersenyum." Semua itu hanya mampu diucapkan dalam hati. Setelah melewati sebuah kenyataan, lantas Ardi pun bergegas kembali setelah membeli sesuatu.
Sedangkan Kenzie terus bercanda gurau dengan Leo. Tanpa mereka sadari jika ada seseorang yang terus mengawasinya. Pertemuan pertama dengan wanita tersebut, membuat penguntit jatuh hati dan kali ini tak akan membiarkan lolos begitu saja.
"Leo, kalau begitu. Kamu pulanglah karena aku juga akan pulang," ucap Kenzie setelah puas berjalan-jalan dengan Leo.
"Kenapa tidak aku antar saja," ujar Leo.
Kenzie tersenyum. "Tidak, jika kamu mengantarku. Lantas bagaimana dengan kendaraanku," tukas Kenzie.
Leo pun tersenyum. Merasa bahagia dan tiba-tiba saja seseorang menyerang tanpa siapa tahu orang tersebut.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Leo pun tak luput dari pukulan para preman, hingga membuat Kenzie berteriak histeris.
"Berhenti, aku mohon ... berhenti!" teriak Kenzie karena Leo pun sudah tak berdaya akibat serangan oleh tiga orang dengan identitas tidak dikenalnya.
Bukan hanya itu, ketiga preman tersebut terus memukuli Leo hingga benar-benar tidak berdaya. "Tolong, berhenti! Bahkan aku tidak mengenal kalian."
Melihat tubuh Leo penuh luka, membuat para preman pergi begitu saja. Hingga Kenzie mengangkat kepalanya karena terluka parah.
"Leo, Leo bangun. Tolong bangun," ucap Kenzie seraya mengusap wajah Leo yang dipenuhi oleh dar4h.
Suara tangisan Kenzie membuat Leo tersenyum sebelum benar-benar tak sadarkan diri. "Leo, sadar Leo sadar!" Meski Kenzie sudah menggoyangkan tubuhnya, tetap saja lelaki yang ada di pelukannya sudah tak sadarkan.
Untuk orang-orang yang sempat memukuli Leo sudah kabur terlebih dulu. Saat ini, mata tajam Kenzie menatap ke arah depan. "Aku tahu jika pelakunya adalah kamu," batin Kenzie dengan segala kemarahan.
Pihak Ambulans sudah membawa Leo, Kenzie juga sempat ikut ke rumah sakit karena ia khawatir tentang keadaan lelaki yang sudah melindunginya. Dengan langkah tergesa-gesa, ia pun ingin segera sampai di rumah dan setelahnya.
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi seorang lelaki yang kini sedang berdiri. "Kamu, dasar b4jingan!" seru Kenzie.
"Apa maksudmu dengan tiba-tiba menamparku." Sebuah pernyataan yang dibuat Ardi, membuat Kenzie justru tersenyum lebar.
"Jangan pura-pura seakan-akan kamulah orang yang paling tersakiti," jelas Kenzie.
Meski Ardi tidak dapat mendengar, bukan berarti dia tak mengerti akan apa yang dikatakan oleh Kenzie, lewat gerakan mulutnya Ardi juga yakin jika wanita itu sedang murka.
"Apa yang kamu katakan? Siapa yang berpura-pura," ujar Ardi dengan menggunakan bahasa isyarat karena alat pendengarnya kebetulan kurang nyaman ketika dipakai.
"Kamu bukan hanya tuli, tetapi juga lambat! Bukankah kamu yang menyuruh orang untuk memukuli Leo!"
Seketika mata Ardi membulat sempurna, bahkan tak mengerti dengan perkataan Kenzie, yang mengira jika dirinya orang di balik pemukulan itu.
"Apa kamu sudah gila? Bahkan aku tidak ada di sana!" sangkal Ardi.
"Bullshit! Kamu berbohong nyatanya kita sempat berpapasan saat itu," pekik Kenzie.
"Terserah kamu mau menuduhku, yang jelas aku tidak tahu menahu soal perkataanmu."
Ardi yang lelah berdebat memilih untuk meninggalkan Kenzie. Namun, siapa sangka jika kakinya yang hendak melangkah dihalangi oleh istrinya itu.
"Apa maumu?" Lagi ... Ardi berbalik. Seraya menggerakkan kedua tangannya memperjelas maksud dari Kenzie.
"Bicaralah, bukankah kamu baru saja membeli alat itu? Harusnya bisa mengeluarkan suaramu dan jangan menjadi seorang pengecut!"
Alat yang seharusnya sedikit bisa membantunya. Kini hancur hingga tak berbentuk dan Ardi pun menggunakan tangannya sebagai jawaban.
"Aku harap kamu tidak buta!" seru Ardi.
Yah, alat itu memang hancur terinjak oleh Kenzie ketika wanita itu membalikkan tubuhnya Ardi, setelahnya menampar lelaki tersebut dengan keras.
"Bahkan aku tidak peduli, berharap kamulah yang menjadi hancur seperti alat itu. Ingat! Jika sampai terjadi sesuatu aku tidak akan memaafkanmu." Dengan nada ancaman Kenzie berucap.
Menatap kepergian Kenzie wajah yang tak bisa di artikan. Seolah dialah penjahatnya bagi istrinya, kebencian yang teramat dalam hingga sosok Ardi selayaknya tak memiliki harga diri.
Di tempat lain.
"Bagaimana dengan rencana itu?" tanya lelaki kini duduk dengan angkuhnya.
"Anak buahku sudah melakukannya, Bos." Jawab seorang lelaki berpakaian serba hitam.
"Bagus, ini hanyalah rencana. Jangan harap kamu bisa melindungi wanita tak tahu diri itu," ujar lelaki tersebut.
Sang bawahan pun mengangguk, tak ada pilihan lain meski wanita tersebut menolaknya. Ada seribu cara untuk membuat perhitungan juga.
"Biarkan dia tahu sedang berhadapan dengan siapa! Jika berani menyinggungku, inilah yang terjadi." Dengan keangkuhannya, paruh baya itu pun tertawa lepas.
Menolak kerja sama, menganggapnya dengan remeh. Maka uang pun berbicara dan sekarang Kenzie sedang merasakan itu.
Hari kedua Leo di rawat di rumah sakit. Dengan telaten Kenzie merawatnya dan akan membuat perhitungan pada Ardi nanti, karena berusaha mencelakai Leo dengan maksud apa, ia juga tidak tahu. Jikapun cemburu, rasanya sedikit tak masuk akal.
"Zie, terima kasih karena kamu terus menjagaku." Leo pun tak henti mengucapkan kata maaf dan terima kasih karena Kenzie sudah meluangkan waktunya walau sedang bekerja.
"Sudahlah, jika tidak ada kamu juga. Mungkin entah apa yang terjadi kepadaku," ujar Kenzie.
"Beruntungnya kamu tidak apa-apa.”
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...