(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Hani duduk termenung di sudut ruangan, dia masih kepikiran dengan ucapan Feni, bagaimana mungkin pria impoten memperkosa mu?. Hal itu terus terngiang-ngiang di pikirannya, mau dia impoten yang jelas dia lah orang yang sudah merenggut mahkotanya.
"Woi, loh dipanggil polisi" teriak wanita gendut yang juga berada di ruang tahanan. Dimana wanita gendut itu terlibat kasus pembunuhan.
Hani hanya mampu mengangguk lalu melangkah keluar menghampiri polisi yang sedang berdiri di dekat pintu.
"Ikuti saya" ucap polisi pria itu lalu melangkah terlebih dahulu menuju ruang besuk tahanan.
Hani mengekor di belakang polisi bertubuh tegap itu hingga masuk ke dalam ruang besuk. Hanya dia yang seharian ini berkali-kali dibesuk.
Hani mengerutkan keningnya melihat pria tua duduk di kursi kayu dengan penuh wibawa, di belakang kursi pria tua itu berdiri dua pria setengah baya dan diyakini itu pasti pengawalnya.
"Silahkan duduk" pria tua itu mempersilahkan Hani duduk di kursi.
Kemudian disusul dua polisi berpangkat tinggi ikut duduk di samping pria tua itu dan tak lupa mereka saling berjabat tangan.
Hani yang tidak tahu siapa pria tua itu hanya menurut saja dan lekas duduk di kursi yang memang dikhususkan untuk tahanan seperti dirinya.
"Bagaimana kabarmu nona Hani?" tanya pria tua itu yang mengetahui nama asli wanita muda dihadapannya.
"Seperti yang anda lihat " jawab Hani terdengar ketus.
"Syukurlah. Hemm, aku sampai lupa memperkenalkan diri. Perkenalkan nama saya Wibowo" ucap pria tua itu sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Hani.
Apa! Wibowo. Jangan-jangan dia tuan Wibowo pemilik Villa itu. Batin Hani menduga-duga. Hani mulai waspada kepada pria tua itu.
Dengan ragu Hani berjabat tangan dengan tuan Wibowo alias kakek Hans. Terlihat tuan Wibowo tersenyum ramah kepadanya, sedang Hani hanya acuh sambil memasang wajah dingin.
"Saya mewakili keluargaku meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada nona Hani" ucap tuan Wibowo dengan tulusnya.
"Saya tidak butuh maaf anda, yang saya butuhkan keadilan" ucap Hani dengan tegasnya.
"Baiklah, sebagai bentuk permintaan maaf ku bersama keluargaku. Maka hari ini juga, nona Hani dibebaskan tanpa bersyarat. Segala bentuk kerugian yang nona Hani dapatkan akan kami tanggung, termasuk mengembalikan nama baik nona Hani" ucap tuan Wibowo dengan entengnya.
Bukan tanpa sebab, tuan Wibowo sudah mengetahui tunduk permasalahan yang melibatkan cucu penerusnya dengan wanita muda ini yang sama sekali tidak bersalah. Karena kesibukan pekerjaan, dia baru bergerak untuk membebaskan wanita muda bernama Hani Handoko. Ditambah perdebatan panjang yang sering dia lakukan bersama dengan putri semata wayangnya memperlambat pergerakannya.
Hani terkejut bukan main mendengar ucapan tuan Wibowo, namun dia tidak ingin langsung percaya begitu saja. Bisa saja itu hanya sebuah jebakan untuknya agar masuk ke dalam perangkap orang tua kaya itu.
"Benar yang dikatakan tuan Wibowo. Selamat saudari Hani Handoko, anda dinyatakan bebas hari ini" ucap polisi pria berpangkat tinggi itu kepada Hani.
"Apa! Saya dinyatakan bebas?" tanya Hani dengan mata berkaca-kaca dan masih terkejut atas ucapan kedua orang itu.
Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba dirinya dinyatakan bebas. Keajaiban Tuhan benar-benar nyata terjadi pada dirinya, sabarnya, ikhlasnya, ketegarannya, tangisannya bersama bibi nya terbayarkan sudah hari ini.
Hani meneteskan air mata bahagianya atas kabar bahagia yang menghampirinya. Dia akhirnya akan menghirup udara bebas sesuai yang dikatakan tuan Wibowo.
"Te-terima kasih, tuan Wibowo" ucap Hani terbata-bata sambil menunduk menyembunyikan wajahnya yang sudah berderai air mata.
Hani sampai mengatupkan kedua tangannya sebagai bentuk ucapan terima kasihnya kepada pria tua dan para polisi yang bertugas.
Lalu Hani berpamitan kepada tahanan lainnya dan polisi yang bertugas. Selama beberapa hari ini, begitu banyak pengalaman hidup yang dia dapatkan selama menjadi tahanan.
Suka duka tetap dia jalani dengan lapang dada, walaupun perasaan marah dan benci mendarah daging di dalam pikirannya, karena sangat tidak adil jika dia harus mendapatkan hukuman penjara, sementara dirinya hanyalah korban.
"Mari nona Hani, saya akan mengantar nona pulang" ucap tuan Wibowo setelah melihat wanita muda itu tampak siap untuk pulang.
Tuan Wibowo sekalian ingin meminta maaf kepada bibi Hani atas masalah yang melibatkan Hani dengan cucu penerusnya.
"Tidak usah tuan, saya akan pulang...."
"Nona Hani, disekitar sini tidak ada ojek maupun taksi. Nona Hani perlu berjalan kaki sekitar 100 meter dari sini untuk menemukan kendaraan umum" jelas tuan Wibowo disertai senyuman tipis.
"Tolong nona Hani terima ajakan tuan Wibowo. Kebetulan tuan Wibowo ingin menemui keluarga nona Hani" ucap Budi yang merupakan asisten pribadi tuan Wibowo.
Hani sempat melihat disekelilingnya, dimana hari sudah berganti malam. Tak ada pilihan lain, Hani dengan terpaksa mengiyakan ajakan tuan Wibowo.
Supir pribadi tuan Wibowo bergerak membukakan pintu untuk mereka. Dengan sopan, tuan Wibowo mempersilahkan Hani masuk terlebih dahulu lalu disusul dirinya.
Suasana terasa hening sepanjang mobil melaju meninggalkan tempat tersebut. Hani hanya duduk diam dengan pikirannya, jantungnya terus berdetak kencang pertanda dia sudah tidak sabar bertemu dengan bibi nya.
Sementara tuan Wibowo juga sibuk melamun. Dia kembali teringat dengan kejadian tadi siang yang sempat membuatnya berdebat dengan orang-orang yang disayanginya.
Flashback on
"Bagaimana kondisimu Hans?" tanya tuan Wibowo kepada cucunya. Dia masih sempat menyempatkan waktunya untuk menjenguk sang cucu di rumah sakit.
"Sudah mulai membaik, kek" jawab Hans yang sudah tak memakai gip di bagian lehernya, hanya bagian lengannya saja. Untuk luka memar di wajah dan sudut bibirnya perlahan sudah memudar.
"Syukurlah, sekarang kamu hanya perlu mempertanggungjawabkan perbuatan mu" ucap tuan Wibowo tersenyum tipis sambil menepuk pundak cucu nya.
Seketika Hans langsung mendongak menatap wajah kakeknya. Dia merasa bingung dengan ucapan kakeknya barusan. Sepertinya sang kakek sudah tahu segalanya, sangat tidak mungkin jika kakek nya ketinggalan informasi.
"Hans, Hans, masa kamu kalah di tangan wanita, malu-maluin saja" ucap kakeknya mengejek sambil menepuk-nepuk pundak Hans berulang kali, membuat Hans mengalihkan pandangannya ke sembarang arah dengan raut wajah berubah datar, dia merasa tertampar atas ucapan sang kakek.
"Karena Hans menghadapi wanita berandalan, jadinya kalah dong. Ayah, tak usah lagi membahas wanita itu, dia sudah mendapatkan hukuman penjara. Tidak ada yang perlu Hans pertanggung jawabkan untuk wanita berandalan itu, titik!" ucap Nyonya Miranda yang begitu kekeh dan tak ingin di bantah.
"Mama, bebaskan pelakunya" ucap Hans buka suara.
"Tidak bisa! wanita berandalan itu sudah mencelakai mu. Pokoknya dia harus dipenjara!" sahut Nyonya Miranda penuh emosional.
"Benar yang dikatakan Hans, wanita itu harus dibebaskan sekarang juga, karena tidak bersalah. Tanyakan saja kepada putramu, apa yang sudah dilakukan kepada wanita itu sampai murka dan memukuli Hans" ucap tuan Wibowo disertai teka-teki di setiap ucapannya sambil melirik kearah Hans.
"Ayah, semuanya sudah jelas, wanita itu melakukan tindakan penganiayaan terhadap putraku. Pokoknya aku tidak mau mendengar hal yang lain" ucap Nyonya Miranda sambil mengangkat kedua tangannya yang sudah bosan membahas topik tersebut.
"Tapi ma, aku ingin masalah ini selesai" ucap Hans.
"Benar sekali, karena Hans akan memberikan kejutan untuk kita" ucap tuan Wibowo tersenyum lebar.
"Maksud kakek?" Tatapan Hans sudah tidak bersahabat.
"Pikirkan saja sendiri, rahasia mu di tangan kakek" ucap tuan Wibowo dengan penuh kemenangan.
Flashback off
"Kita sudah sampai" ucap Budi mengingatkan kedua orang berbeda usia itu yang masih sibuk melamun.
*
*
Bersambung....