Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Bisa lemah.
Pagi ini Bang Rama mengurungkan niatnya untuk berangkat kerja. Karena perasaan hatinya juga jauh dari kata nyaman, ia pun memilih menjaga Dilan dan baby Letnan.
Tanpa banyak tanya Bang Rama langsung membuka selimut Dilan tapi seperti biasa Dilan kembali menarik selimutnya.
Bang Rama membuang nafasnya perlahan, lagi-lagi ia berusaha keras untuk menekan emosinya dengan segala sikap Dilan.
"Sebenarnya ada apa? Buat Abang mengerti..!! Abang tidak ingin menduga apapun dengan sikapmu. Terus terang penolakanmu itu menyakiti hati Abang." Jawab Bang Rama dengan nada tenang.
Dilan tidak ingin masalah semakin berlarut-larut apalagi Bang Rama sudah sedemikian marahnya dengan berbagai hal yang terjadi.
Bang Rama melihat gelas di atas nakas. Dilan pun meraih tangan Bang Rama.
"Jangan lempar barang lagi..!! Mama sulit membersihkannya." Kata Dilan.
Bang Rama tetap mengambilnya dan membantu Dilan untuk minum. Setelah Dilan minum beberapa teguk, Bang Rama menyingkirkan tangan Dilan.
Hati-hati Bang Rama membuka selimut Dilan. "Masih sakit sekali?? Apa nyerinya belum berkurang??" Tanya Bang Rama.
Dilan menggeleng pelan. Sangat jelas Dilan belum berani banyak bergerak.
Terlihat sedikit noda di atas tempat tidur, dan kekhawatiran Bang Rama semakin menjadi.
"Sampai kapan seperti ini??? Apa yang Abang lakukan juga sudah sewajarnya suami lakukan. Apa ada yang salah dari perlakuan Abang??" Tanya Bang Rama lagi.
Dilan masih menjawabnya dengan gelengan kepala.
"Jangan pernah kamu samakan Abang dengan si Juan itu. Yang ada di hadapanmu ini Rama.. bukan Juan." Ucap tegas Bang Rama.
Bang Rama tetap sibuk dengan kegiatannya. Ia tidak peduli harus memegang barang yang biasanya begitu familiar dengan wanita.
Meskipun tangannya sedikit gemetar tapi dengan jantan Bang Rama tetap melakukan tugasnya. Namun kali ini Bang Rama sampai berjongkok dan menyandarkan kepalanya pada sisi lengannya.
"Biar Dilan saja, Bang." Kata Dilan.
Bang Rama menyentuh tangan Dilan untuk beberapa saat hingga nyalinya perlahan kembali dan segera dirinya merawat Dilan.
"Ternyata Letnan Rama punya rasa takut juga." Ledek Dilan.
"Musuh Abang rata-rata laki-laki. Di lapangan, menebas leher orang juga bukan hal yang sulit. Darah terpercik ke wajah Abang tidak pernah membuat Abang cemas. Tapi kamu beda. Suami mana yang sanggup melihat istrinya berjuang menyelamatkan nyawa baru ke dunia, bertaruh nyawa setengah mati atau mungkin bisa mati. Bagaimana wanita bisa di beri hal semenyakitkan ini demi membuat status ayah pada seorang laki-laki." Ujar Bang Rama.
"Sudah kodratnya, Bang." Jawab Dilan singkat saja.
"Kalau Abang mampu, pasti Abang akan menggantikanmu. Tapi pada kenyataannya, Abang tidak bisa berbuat lebih." Kata Bang Rama sembari terus merawat Dilan.
"Begini saja Dilan sudah terpesona."
"Terima kasih, tapi Abang tidak percaya bualanmu." Bang Rama berdiri dan membungkus benda kecil yang membuatnya sempat bergidik ngeri.
~
Bang Rama keluar dari kamar mandi, kepalanya terasa berputar berkunang-kunang hingga rasanya nyaris pingsan. Papa Hanggar dan Prada Jubair yang kebetulan sedang lewat ke arah belakang rumah sampai kaget melihat Danton nyaris tersungkur.
"Dantooonn..!!!!" Pekik Prada Jubair.
Bang Rama kembali berjalan dan membuang sampah namun langkahnya lagi-lagi terhenti dan terhuyung lemah.
"Ram..!!!" Papa Hanggar menyentuh lengan putranya dan terasa gemetar. "Kamu kenapa??????"
Bang Rama menggeleng dan akhirnya Papa Hanggar dan Prada Jubair memapahnya untuk duduk di ruang tamu.
"Maaa.. mamaaa..!!! Coba periksa Rama. Kenapa nih anakmu." Kata Papa Hanggar.
Rasanya Bang Rama ingin membalasnya namun dirinya seakan tidak ada tenaga meskipun hanya sekedar berdebat.
Mama Arlian segera mengambil peralatan kesehatan lalu memeriksa kondisi Bang Rama.
"Oohh.. nggak apa-apa Pa."
"Nggak apa-apa bagaimana? Rama hampir pingsan di depan kamar mandi." Jawab Papa Hanggar.
Mama Arlian hanya tersenyum saja mendengarnya.
~
"Jadi Rama mengalami trauma persalinan. Kenapa bisa begitu?? Bukannya kebanyakan yang mengalaminya perempuan??" Tanya Papa Hanggar.
"Laki-laki juga bisa, Pa. Yaa.. karena cemas, tidak tega, mendengar Dilan terus menjerit dan menangis kesakitan, berdarah-darah sampai akhirnya baby Letnan lahir langsung di depan matanya. Ketidak mampuannya laki-laki dalam 'menolong' istri juga membuat Rama sedikit terguncang." Jawab Mama Arlian.
"Bisa juga Rama pakai acara trauma, gelud aja nomer satu. Kalau sudah begini malah mati kutu. Mana nyali tempurnya??" Gumam gemas Papa Hanggar.
"Sama seperti Papanya waktu lihat lahirnya Riffat, kan?" Kata Mama Arlian tidak bisa menyembunyikan rasa gelinya.
.
.
.
.