Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesalahan Yang Tak Di Sengaja.
Setelah Faris ke kantor, Nia tak tahu harus berbuat apa di apartemen yang begitu luas itu. Semua pekerjaan sudah dikerjakan oleh Bibi, Nia hanya tinggal di kamar dan melihat-lihat isi kamar itu, membuka laci satu persatu dan ia terhenti saat melihat sebuah album fat di sana, ia pun mengambil album itu, terdapat ada dua album, ia mengambil keduanya dan duduk di sudut kasurnya.
Nia menarik garis senyumnya, ternyata foto yang ada di dalam album yang pertama dibukanya adalah foto keluarga, foto masa kecil Faris dan Farhan.
Terlihat foto itu sengaja khusus untuk foto mereka berdua, mulai foto Faris dari kecil hingga dewasa. Nia membolak-balik, tak ada lagi foto Faris, sepertinya usia terakhir dia berfoto di sana saat kuliah dulu. Kemudian Nia kembali mengambil album satunya, senyum yang tadi berkembang saat melihat album foto yang pertama itu terhenti, saat melihat foto yang ada di dalam album kedua adalah foto keluarga Faris yang dulu. Terlihat Faris mengenakan setelan jas berwarna hitam dan juga ada seorang wanita yang memakai gaun dengan warna senada serta menggendong seorang bayi dan dua anak di depan mereka juga mengenakan warna yang senada. Semuanya tersenyum melihat ke arah kamera.
Nia mengusap foto Faris, "Mereka pasti sangat bahagia waktu itu. Tapi, mengapa mereka sampai bercerai?" gumamnya kemudian ia kembali membuka foto lainnya. Terlihat foto anak-anak di sana dan Nia yakin itu adalah foto anak-anak Faris. Begitu lucu, di mana mereka semua tersenyum.
"Mereka pasti anak-anak Mas Faris. Tapl, mengapa tak ada pemberitaan tentang anak-anaknya, ya?" gumam Nia masih terus melihat foto-foto itu, tak ada lagi foto Faris di dalam foto itu dan istrinya selain foto keluarga di depan album tadi, semua foto ketiga anak kecil yang Nia yakini adalah anak Faris.
Disaat Nia tengah asik melihat foto tersebut, tiba-tiba Faris datang dari kantor dan merampas foto itu, menatap Nia dengan tatapan tajam.
"Jangan menyentuh barang yang bukan milikmu!" ucap Faris dengan tegas kemudian ia pun berlalu menuju ke ruang ganti. Nia tersentak kaget, ia tak menyangka jika hanya karena melihat album itu ia sangat marah. Apakah dia telah melakukan kesalahan, tapi Nia hanya melihat foto itu.
Faris menyimpan foto itu diruang ganti dan keluar dari kamar tanpa melihat kearah Nia. Mendapat perlakuan itu dari Nia membuat Nia menjadi bingung harus berbuat apa, apakah ia harus menyusul Faris dan meminta maaf atau tetap diam di tempatnya. Bagaimana jika dia menyusul dan Faris semakin marah padanya karena hal tadi. Nia sangat ketakutan, ia bingung harus berbuat apa. Ia sama sekali tak tahu seperti apa sifat asli dari suaminya.
Satu jam kini sudah Nia di dalam kamar. Tapi, Faris tak kembali masuk ke dalam kamar. Nia pun memberanikan diri untuk mencari suaminya itu keluar kamar, ditemuinya Bibi yang sedang menyapu di ruang tengah.
"Bi, apa Bibi melihat Mas Faris?" tanyanya.
"Tadi Pak Faris sudah keluar kembali, Bu," jawab Bi Nining yang kebetulan tadi sedang mengepel di ruang tengah, sehingga melihat Faris saat keluar kembali. Tadinya, ia juga bingung mengapa majikannya itu baru saja datang dan kembali pergi.
"Ada apa, Bu? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bi Nining melihat kebingungan di wajah majikannya itu.
"Nggak, Bi. Makasih, silakan dilanjutkan pekerjaannya," ucap Nia kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamar pecah sudah tangisan yang sejak tadi ditahannya. Apakah dia melakukan sebuah kesalahan hanya karena melihat album itu, jika memang album itu tak boleh disentuh oleh siapapun mengapa ia menyimpannya di kamar. Padahal dia sendiri sudah tahu kamar Itu juga adalah miliknya. Nia terus menangis sambil berbaring di atas tempat tidurnya, ia tak tahu harus berbuat apa saat ini, Nia merasa asing di kamar yang sudah menjadi kamar miliknya itu. Ia sangat merindukan kamar tidurnya yang berada di rumah kedua orang tuanya.
Ponselnya Nia berdering, dia pun mengambil ponsel yang ada di atas nakas di samping tempat tidurnya dan saat melihat ternyata itu panggilan dari Dita. Ia langsung mengangkatnya sambil menagis tersedu-sedu. Dita yang mendengar suara tangis Nia menjadi khawatir dan panik.
"Nia, ada apa? Kamu baik-baik saja kan?" tanya Dita yang saat ini sedang berada di kantornya.
"Kakak, aku ingin pulang," ucapnya disela isak tangisnya, membuat Dita semakin merasa bersalah karena telah membiarkan adiknya itu menanggung derita orang tuanya sendiri. Mereka seharusnya mencari cara lain selain memberikan Nia kepada keluarga Pak Septian sebagai persyaratan untuk mendapat pinjaman suntikan dana agar perusahaan ayahnya tetap bisa diselamatkan.
"Nia, tenanglah dulu, jika kamu menangis seperti ini Kakak ikut bingung harus berbuat apa. Coba kamu tenangkan dirimu dulu dan ceritakan apa yang terjadi," ucap Dita mencoba menenangkan adiknya.
Nia mendengarkan apa yang dikatakan Dita, Nia pun mencoba menarik nafas dan menghembuskannya dengan perlahan, kemudian ia pun mulai bercerita jika tadi dia hanya melihat foto kemudian Faris tiba-tiba marah dan mengatakan jika dia tak boleh menyentuh barang miliknya tanpa Seizinnya. Nia bercerita sambil sesegukan.
"Hanya karena foto dia sampai marah? Memangnya kamu melihat foto album apa?" tanya Dita
"Aku menemukannya di laci di samping tempat tidur, itu adalah foto mantan istrinya dan anak-anaknya, aku mana tahu jika aku tak dibolehkan untuk menyentuhnya," ucap Nia masih terus berusaha menenangkan dirinya. Namun, tetap saja ia tak bisa menghentikan sesegukannya.
Mendengar itu, Dita menghela nafas. Ia sendiri tak tahu Faris marah karena membenci mantan istrinya atau justru masih mencintainya.
"Ya sudah, kamu tenang saja. mungkin sekarang suamimu keluar untuk menenangkan diri, cobalah untuk menenangkan dirimu juga. Jika malam nanti dia masih marah padamu telepon Kakak, Kakak akan menjemputmu, Kakak tak peduli ayah dan ibu marah dengan tindakan Kakak. Kamu bisa percaya pada Kakak, sekarang kamu share lokasinya," ucap Dita membuat Nia yang memang selama ini selalu menceritakan semua masalahnya kepada kakak tirinya itu pun melakukan apa yang diminta oleh Dita, mengirim lokasinya pada kakaknya. Ia takut bagaimana jika sampai Faris melakukan kekerasan juga pada Nia seperti apa yang dilakukannya oleh istrinya yang terdahulu berdasarkan cerita yang didengarnya.
Sementara itu, Faris kembali ke kantor. Ia ingin menenangkan diri sejenak. Emosinya tiba-tiba meluap saat melihat Nia membuka album foto keluarganya, foto keluarga yang selama ini berusaha untuk dilupakannya.
sukses selalu author