Your Heart Is My Home

Vero mengendarai motornya dengan kecepatan lumayan tinggi, dikarenakan jalanan begitu sepi dia pergunakan untuk melaju lebih cepat agar cepat sampai di angkringan tempat biasa dia dengan teman-temannya. Sudah menjadi hal biasa untuk Vero pergi malam terkadang pulang pun sekitar subuh, Naufal tidak melarang hal itu karena dulunya dia pun suka main malam dan pulang subuh, selagi Vero pulang dengan keadaan baik-baik saja. Namun kita tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi, kehidupan tidak semulus dalam bayangan.

Dari arah kanan sebuah mobil kolbak melaju dengan kecepatan sama dengan Vero, dari kaca helmnya Vero fokus dengan arah jalan, Vero berusaha menepi motornya di pinggir agar dia tidak bertabrakan dengan mobil itu, namun Vero terkejut mobil itu semakin melaju kearahnya, Vero berusaha membelokkan motornya ke arah samping sengaja agar menabrak pohon, tetapi sayangnya dengan singkat mobil itu sudah mengenai Vero dengan motor sportnya. Vero terjatuh tersungkur dengan motornya yang menindihkan badannya. Ternyata kecepatan Varo itu malah membawanya dalam iringan luka yang menyebabkan dirinya tak sadarkan diri.

Mobil itu pergi entah kemana, apa motif dari ini semua. Kabar kecelakaan Vero ini langsung sampai di telinga keluarga Abikara. Malam itu juga Abikara, Naufal dan Naya pergi ke rumah sakit dimana Vero ditangani.

🥀

Naufal melihat dari jendela kaca ruangan Vero dirawat, dimana dokter dan para medis lainnya sibuk dengan Vero. Lelaki itu terbaring lemah hospital bed, banyak alat-alat yang dipasang. Naufal merasa bersalah, atas kecelakaan Vero dia menyalakan dirinya, padahal itu semua bukanlah kesalahannya.

Naya merangkul Naufal, memberikan kekuatan untuk suaminya, walaupun dia tau itu tidak akan membuat Naufal tegar, namun setidaknya Naya memberikan kenyamanan dan kehangatan. Naya seketika teringat akan ucapan di telepon pagi itu.

“Keluarga Abikara akan hancur “

Kata-kata itu yang terngiang di otak Naya pada saat ini, rasanya aneh dan ganjal kejadian Vero begitu cepat dengan jarak orang itu bicara. Rasanya Naya ingin menceritakan keganjilan ini pada Naufal, tetapi melihat kesedihan lelaki itu membuat Naya mengurungkan niatnya.

Tak lama dari itu, Kayra berlari kearah Naya dengan air mata yang sudah membasahi semua wajahnya. Kayra langsung memeluk Naya, perempuan itu sudah lama menangis sejak Naya memberitahu kabar Vero kecelakaan, Kayra segera pergi ke rumah sakit.

“Gimana keadaan Vero, Kak?” tanya Kayra, pandangannya beralih pada Vero.

“Dia sedang ditangani dokter, Kakak yakin Vero akan baik-baik saja,” ucap Naya menenangkan.

Naya tahu Kayra begitu cemas dengan Vero, walaupun sikapnya terlihat biasa saja tetapi di matanya ada rasa kecemasan. Pandangan Kayra beralih pada kaca yang memperlihatkan Vero yang tengah berbaring tak berdaya, kenangannya kembali terbayang bersama Vero saat mereka masih bersama.

‘Ver, cepat bangun ya. Gua ada buat lo,’ monolognya dalam hati.

Beberapa jam kemudian, dokter pun keluarga dengan masker yang dilepasnya. Naufal menghampiri dokter, menanyakan keadaan adiknya.

“Gimana keadaan adik saya, Dok?” tanya Naufal.

“Keadaan Vero begitu krisitis, dia kehilangan banyak darah. Apakah di antara kalian ada yang golongan darahnya AB negatif?” tanya Dokter itu.

“Saya golongan darahnya B Dok.”

Pandangan Naufal langsung tertuju pada Abikara, selama ini dia hanya dia dan duduk tanpa mengucapkan kata apapun.

“Pa, golongan darah Papa apa?” tanya Vero.

“Go-golongan darah Papa O,” jawab Abiraka dengan sedikit patah-patah.

Naufal mengerutkan dahinya, golongan darah papanya tidak sama dengan Vero. Sedangkan golongan darah Naufal sama dengan almarhumah mamanya begitu juga dengan almarhumah oma. Disitu Naufal berasa keheranan, tidak ada golongan darah Vero yang sama diantara mereka.

“Apakah golongan darah AB negatif disini kosong?” tanya Naufal.

“Iya, dirumah sakit ini golongan darah AB negatif susah sekali, kami kesulitan mencarinya,” jawab sang Dokter.

Kemudian Naufal merogoh saku celananya, mengambil handphone menelpon rumah sakit tempat dia bekerja untuk menanyakan golong darah AB negatif.

“Saya sudah bertanya kepada rumah sakit saya bekerja, mereka akan mengantarkan stok darah AB negatif,” terang Naufal.

“Baik, terimakasih.”

“Lakukan yang terbaik untuk adik saya dokter,” ucap Naufal, harapannya begitu besar.

“In syaa Allah.”

Dokter itu masuk kembali untuk mengecek keadaan Vero. Naufal melirik sinis papanya, ada kecurigaan di hatinya.

“Pa, aku perlu bicara dengan Papa,” ucapnya datar, lalu pergi.

Abikara bangkit dari duduknya, lalu mengikuti langkah Naufal.

Bukan hanya Naufal yang Naya pun juga ikut curiga, dia hanya diam baginya itu bukan urusannya, itu urusan mereka. Perannya hanya sebagai menantu di keluarga Abikara, tidak pantas jika Naya ikut campur tetapi Naya juga harus tahu.

*

Mereka terdiam beberapa saat, sebelum kemudian Naufal mendahului untuk berbicara.

“Apa yang Papa sembunyikan dari aku dan Vero?” tanya Naufal to the point.

Selama ini dia sudah curiga dengan papanya, apalagi saat papanya mengetahui kalau ada penelpon yang tidak dikenal menyatakan hal itu, terlihat wajahnya tidak ada kecemasan, apalagi saat Vero masuk rumah sakit, tidak ada rasa cemas atau khawatir, hanya duduk dan diam yang Abikara lakukan.

“Kalau diam, berarti iya Papa sedang menyembunyikan sesuatu. Pa, aku ini bukan anak kecil lagi, aku sudah menikah. Cobalah mengerti Pa, jika ada hal yang Papa sembunyikan dari kami, tolong beri tahu Pa, aku berhak tau,” desak Naufal.

Dengan berat hati dan berusaha tenang, Abikara pun mulai bercerita.

“Beberapa tahun yang lalu, Saat Papa dan Mama di Inggris, kami nggak sengaja menemukan seorang bayi yang tergeletak di depan rumah kami, entah bayi kecil itu dari mana datangnya, tapi mama kamu langsung jatuh cinta dengan bayi itu. Sebenarnya kami ingin menaruh anak itu ke panti asuhan, apalagi diumur kamu yang masih lima tahun, kami takut kewalahan untuk mengurusnya. Namun oma menyarankan untuk merawat bayi itu untuk jadikan dia adik kamu hingga dia tubuh besar, bayi itu Vero.”

“Jadi itu alasan kenapa tidak ada satupun keluarga kita yang golongan darahnya mirip dengan Vero?”

“Iya Fal.”

Naufal tidak berhentinya menangis, itu adalah pernyataan yang amat sangat sakit dan perih. Naufal tidak kuat mendengarnya lagi.

“Oma, kamu dan mama kamu sangat menyayangi Vero, sejujurnya Papa masih belum bisa menerima Vero sepenuhnya hingga saat ini,” ungkap Abikara.

“Walaupun dia bukan adik kandung ku, tapi bagi aku dia akan tetap jadi adik kandung ku, Pa,” tegas Naufal.

Suasana di taman terlihat sepi itu, berubah menjadi tangisan yang mendalam. Naufal tak menyangka Papanya menyembunyikan hal sebesar ini. Naufal pergi dengan luka yang dalam, entah apakah Naufal bisa menerima kenyataan ini atau tidak. Indahnya masa kecil bersama keluarga yang lengkap itu kembali teringat, Naufal membiarkan pipinya dibasahi oleh air mata yang sedari tadi keluar.