NovelToon NovelToon
Aletha Rachela

Aletha Rachela

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Delima putri

Masa lalu yang kelam mengubah hidup seorang ALETHA RACHELA menjadi seseorang yang berbanding terbalik dengan masa lalunya. Masalah yang selalu datang tanpa henti menimpa hidup nya, serta rahasia besar yang ia tutup tutup dari keluarganya, dan masalah percintaan yang tak seindah yang dia banyangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Pingsan

Jam menunjukkan pukul 07.00 tapi seorang gadis masih terbalut diselimut enggan untuk bangun dari tempat tidurnya.

tok..

tok..

tok..

"DEK BANGUN UDAH 07.00 KAMU NGGAK SEKOLAH APA EMANG NYA." teriak Bunda Diana.

"Astaga, whatttt jam 07.00?" guman aletha dan langsung berlari ke kamar mandi dengan linglung.

Aletha dengan cepat berganti pakaian lalu turun kebawa, disana terdapat diana dan para pelayan.

"Bunda kenapa nggak bangunin thata sih?, kan thata jadi telat." kesal aletha.

"Dasar anak imi, bunda udah bangunin kamu dari jam 6 tau nggak, kamu nya aja yang kebo jadi nggak denger bunda kan." ucap Diana.

"Enak aja, aku nggak kebo ya cuma kebablasan tidur nya."

"Udah sana pergi , kamu mau dihukum apa. 15 menit lagi kamu masuk." ucap diana santai.

"Aduh, aduhh bundaaa gimana dong." rengek aletha dengan berlari secepat kilat menuju garasi.

Aletha menjalankan mobil dengan ugal ugalan membuat para pengedara lain nya meneriakkan nya, akhirnya aletha pun sampai disekolah.

berjalan dilorong kelas yang sudah seperti karena ini sudah memasuki jam pelajaran, aletha berjalan dengan hati yang berdebar debar.

"Huhh! aman." Aletha menghela napas sambil mengelus dada nya.

"Siapa yang aman aletha dann... ini sudah jam berapa kamu baru masuk kelas." ucap handoko guru kilir di AHS.

"Eh, bapak. bapak kok nggak kok nggak ngajar? kan seharusnya bapak lagi ngajar." tanya aletha dengan cengegesan.

"hmm, Hari ini bapak nggak ada jadwal mengajar, bapak ada urusan." ucap pak handoko.

"ohh, urusan apa pak." jawa aletha dengan mengulur waktu berharap tidak dihukun nantinya.

"tidak perlu mengulur waktu lagi aletha, sekarang kamu hormat ditiang bendera sampai jamjam istirahat pertama." tegas pak handoko pada aletha.

"yahh, kok gitu sih pak ini,hari lagi terik banget lho masa saya harus panas panas, gimana kalo saya item, nanti kalo item pacar saya jadi nggak suka lagi , nggak cinta lagi sama saya gimana pak, bapak mau tanggung ja-" cerocos aletha, namun terpotong dengan teriakan pak handoko.

"ALETHA RACHEL."

"Ehh, iya pak iya." ucap aletha langsung ngacir ke lapangan.

Kini sudah jam 08.00 Aletha masih terus berjemur dibawah teriknya sinar matahari yang sangat amat panas ini.

kepala aletha sedikit pening dengan sinar matahari yang berada dibawahnya."sial banget sih, gue pake lupa makan segala lagi mana pala pusing, punya maag juga." keluh aletha dengan wajah yang sudah pucat dan berkeringat.

Tanpa menyadari ada seseorang orang yang terus memperhatikan nya dipinggir Lapangan..

"Aduh, kok pusing banget sih.." Aletha memegangi Kepala nya dan tiba tiba kesadaran melemah membuat yang dia lihat buram.

sebelum jatuh, tubuh aletha ditangkap seseorang dan mengendong nya berlari cepat menuju uks.

Dafit membuka pintu uks dengan kaki nya, membuat semua kaget. "Cepat, periksa cewek gue." ucap Dafit sambil meletakan aletha dibangkar uks.

"Maag nya kambuh, seperti nya tadi siang dia belum sarapan jadi membuatnya pingsan kak." ucap penjaga uks yang memeriksa aletha.

Aletha terbaring lemah di atas ranjang UKS, wajahnya masih pucat dan keringat masih membasahi dahinya. Pandangannya buram saat pertama kali membuka mata.

"Angkasa?" Aletha mencoba berbicara, suaranya lemah. Dia memalingkan wajah, menatap sosok tinggi yang sedang duduk di samping ranjang, tampak mengawasinya dengan wajah khawatir.

Dafit menghela napas panjang, lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Aletha. "Akhirnya sadar juga. Kamu bikin aku panik, tahu nggak?"

Aletha mencoba tersenyum, meskipun wajahnya terlihat lemah. "Panik kenapa? Aku cuma pingsan, bukan mati."

Dafit mendengus kesal, tapi ada sedikit senyum di ujung bibirnya. "Jangan bercanda, Tha. Kamu tadi nyaris jatuh di tengah lapangan. Kalau aku nggak tangkap tepat waktu, bisa-bisa kamu udah ngecium tanah. Dan parahnya lagi, kamu pingsan karena maag kamu kambuh. Kenapa sih kamu nggak makan pagi dulu?"

Aletha mengalihkan pandangannya, merasa sedikit bersalah. "Aku buru-buru, Fit. Mana sempat makan. Lagian aku pikir nggak bakal separah ini."

"Separah ini?" Dafit menatapnya tajam, membuat Aletha sedikit menciut. "Tha, kamu tahu nggak bahayanya maag yang nggak dijaga? Kalau begini terus, aku nggak bakal izinin kamu keluar rumah tanpa sarapan. Besok, aku datang ke rumahmu buat pastiin kamu makan dulu sebelum berangkat."

Aletha terkejut. "Hah?ngapain repot-repot kayak gitu, ?"

"Repot nggak repot urusan belakangan. Aku cuma nggak mau kamu sakit. Titik." Nada Dafit tegas, tidak memberi ruang untuk perdebatan.

Aletha menatapnya dengan campuran rasa kesal dan malu. Dafit memang selalu begini, terlalu perhatian sampai membuatnya bingung harus bersikap seperti apa. Tapi di sisi lain, perhatian itu membuat hatinya sedikit hangat.

Penjaga UKS datang membawa segelas air putih dan beberapa biskuit. "Ini, Kak. Tolong disuruh makan dulu. Kalau maag, perut nggak boleh kosong terlalu lama."

Dafit langsung menerima biskuit itu tanpa berkata apa-apa. Dia menyodorkannya ke Aletha. "Ayo, makan. Jangan ngeyel."

Aletha mendengus pelan, tapi tangannya menerima biskuit itu. "Aku bisa makan sendiri, tahu."

"Bukan soal bisa atau nggak, tapi soal mau atau nggak," balas Dafit sambil melipat tangannya di dada. Matanya tak lepas mengawasi Aletha yang mulai menggigit biskuit itu perlahan.

Setelah beberapa gigitan, Aletha meletakkan biskuit di meja kecil di samping ranjang. "Udah, puas? Aku makan, kok."

"Belum puas, tapi untuk sekarang cukup," jawab Dafit dengan senyum kecil yang jarang terlihat di wajahnya. "Tapi ingat, besok nggak ada alasan lagi. Kamu sarapan, atau aku yang ngurus."

Aletha memutar bola matanya. "Kamu kayak Bunda aja, cerewet."

Dafit hanya tertawa kecil, tapi matanya masih memancarkan kekhawatiran. Dia mengulurkan tangan, menyentuh dahi Aletha untuk memastikan suhu tubuhnya tidak panas. "Kamu masih pucat. Sebaiknya istirahat dulu di sini. Nggak usah mikirin kelas."

Aletha mencoba bangkit, tapi tubuhnya masih terasa lemas. Dia akhirnya menyerah, berbaring kembali. "Aku nggak suka kayak gini, Angkasa. Rasanya nggak enak banget."

"Itulah kenapa kamu harus lebih perhatian sama diri sendiri, Tha. Aku nggak bakal selalu ada buat jagain kamu. Jadi mulai sekarang, jangan anggap remeh kesehatan kamu."

Aletha terdiam. Dia tahu Dafit benar, meskipun dia enggan mengakui hal itu. "Yaudah, besok aku nggak bakal lupa sarapan lagi. Puas?"

"Puas sih belum, tapi setidaknya kamu ngerti."

Hening sejenak di antara mereka. Aletha menatap langit-langit ruangan, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Sementara Dafit masih duduk di sana, tidak berniat pergi.

"Makasi, Angkasa" gumam Aletha pelan.

Dafit menoleh. "Untuk apa?"

"Untuk selalu ada. Aku tahu kamu nggak harus repot-repot begini, tapi kamu tetap lakuin."

Dafit tersenyum tipis, kali ini tanpa nada sarkastik seperti biasanya. "Nggak usah pikirin itu. Kamu penting buat aku, Tha. Jadi, aku bakal selalu ada, sesulit apapun itu."

Kata-kata Dafit membuat Aletha terdiam. Di balik sikapnya yang sering terlihat santai, Dafit benar-benar tulus. Dalam hati, Aletha bersyukur memiliki seseorang seperti dia.

1
Febrianto Ajun
cerita ini bisa bikin saya menangis! Tapi juga sukses bikin saya tertawa geli beberapa kali.
Hitagi Senjougahara
Boss banget deh thor, jangan lupa terus semangat nulis ya!
Dear_Dream
Senang banget bisa menemukan karya bagus kayak gini, semangat terus thor 🌟
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!