NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Tak Pernah Sampai

Cahaya Yang Tak Pernah Sampai

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Romansa / Roman-Angst Mafia / Pembantu / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Trauma masa lalu
Popularitas:950
Nilai: 5
Nama Author: Queen Jessi

Rara Maharani Putri, seorang wanita muda yang tumbuh dalam keluarga miskin dan penuh tekanan, hidup di bawah bayang-bayang ayahnya, Rendra Wijaya, yang keras dan egois. Rendra menjual Rara kepada seorang pengusaha kaya untuk melunasi utangnya, namun Rara melarikan diri dan bertemu dengan Bayu Aditya Kusuma, seorang pria muda yang ceria dan penuh semangat, yang menjadi cahaya dalam hidupnya yang gelap.

Namun Cahaya tersebut kembali hilang ketika rara bertemu Arga Dwijaya Kusuma kakak dari Bayu yang memiliki sifat dingin dan tertutup. Meskipun Arga tampak tak peduli pada dunia sekitarnya, sebuah kecelakaan yang melibatkan Rara mempertemukan mereka lebih dekat. Arga membawa Rara ke rumah sakit, dan meskipun sikapnya tetap dingin, mereka mulai saling memahami luka masing-masing.

Bagaimana kisah rara selanjutnya? yuk simak ceritanya 🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Jessi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rahasia yang Menghancurkan

Setelah kepergian Arga pagi itu, Rara memutuskan untuk membersihkan dirinya. Air hangat membasahi tubuhnya, namun tidak cukup untuk membersihkan kekacauan emosi yang ia rasakan. Perasaan hampa terus menghantuinya. Setelah selesai, ia turun ke dapur dan memberi tahu Bibi Sari agar tidak perlu menyiapkan makan siang.

"Saya ingin makan di luar saja, Bi," ucap Rara singkat sebelum mengambil kunci mobilnya dan pergi.

Tujuannya adalah sebuah restoran Jepang yang sering ia kunjungi dulu. Setelah memesan makan siangnya, Rara menikmati suasana restoran yang tenang sambil mencoba melupakan beban pikirannya. Namun, pandangannya tiba-tiba tertuju pada seseorang yang duduk di sudut ruangan.

Itu Rendra Wijaya.

Ayahnya sedang berbicara dengan seseorang, mungkin klien bisnisnya. Rara merasa hatinya berdegup kencang. Sudah lama ia tidak bertemu ayahnya. Meski Rendra selalu bersikap dingin dan keras, sebagai anak, Rara tetap merindukan kehadiran sosok itu.

Setelah klien ayahnya pergi, Rara dengan penuh harap menghampirinya. "Yah..." sapanya, senyum kecil menghiasi wajahnya.

Namun, bukannya balasan hangat yang ia dapatkan, justru tatapan tajam yang penuh kebencian.

"Kamu sudah aku keluarkan dari keluarga Wijaya, untuk apa kau menemuiku?" suara Rendra terdengar seperti cambuk yang menyakitkan.

"Yah, Rara rindu..." jawab Rara dengan suara bergetar, air mata mulai mengalir di pipinya.

"Aku tidak mempunyai anak durhaka sepertimu," balas Rendra dingin, membuat hati Rara semakin remuk.

Rara mencoba mempertahankan keberaniannya. "Yah, aku ini anak kandung ayah. Kenapa ayah selalu seperti ini kepadaku?"

Rendra terdiam sejenak sebelum akhirnya melontarkan kalimat yang menghancurkan dunia Rara. "Sepertinya kau memang harus tahu, Rara... sebenarnya kamu bukanlah anakku."

Kata-kata itu menggema dalam kepala Rara. Ia terpaku, tubuhnya terasa lemas seolah dunia di sekitarnya berhenti bergerak.

"A-apa maksud ayah?" tanyanya, suaranya hampir tak terdengar.

Rendra bangkit dari tempat duduknya, merapikan jasnya, dan menatap Rara dengan dingin. "Ibumu membawamu ke dalam pernikahan kami. Aku hanya menerimamu karena mencintai ibumu. Setelah dia meninggal, aku tidak punya alasan lagi untuk mempertahankanmu. Kamu bukan darah dagingku."

Rara terdiam, air mata mengalir deras. Kehangatan yang ia harapkan dari sosok ayah kini berubah menjadi kenyataan pahit yang tidak pernah ia bayangkan.

Rendra berlalu pergi, meninggalkan Rara yang masih berdiri terpaku di tempatnya. Di tengah restoran yang ramai, Rara merasa seperti berada di dunia yang kosong. Segala hal yang selama ini ia percayai kini hancur berkeping-keping.

Rara menatap punggung Rendra yang mulai berjalan menjauh. Meski hatinya hancur, rasa penasaran mengalahkan rasa sakitnya. Dengan langkah berat, ia mengejar pria yang selama ini ia panggil "ayah."

"Kalau aku bukan anakmu, siapa ayahku sebenarnya?" suara Rara terdengar gemetar, namun cukup keras untuk membuat Rendra berhenti melangkah.

Rendra menoleh perlahan, tatapannya dingin seperti biasanya. "Aku tidak tahu," jawabnya singkat, seolah ucapan itu tidak penting.

Rara terkejut. "Apa maksudmu tidak tahu? Bukankah kau bilang ibuku membawaku ke dalam pernikahan kalian?"

Rendra menghela napas panjang, tampak tak ingin memperpanjang percakapan. "Ibumu tidak pernah memberitahuku siapa ayah kandungmu. Saat itu, aku memilih untuk tidak peduli. Aku menikahinya karena aku mencintainya, bukan karena kamu."

Jawaban itu menusuk hati Rara lebih dalam. Selama ini, ia selalu merasa terabaikan oleh Rendra, tapi tak pernah menyangka bahwa ia tidak dianggap sebagai bagian sejati dari keluarga Wijaya.

"Jadi, aku ini siapa, Ayah?" Rara bertanya dengan suara yang hampir berbisik, air matanya mengalir deras.

"Aku tidak tahu," ucap Rendra dingin sebelum kembali melangkah pergi tanpa menoleh lagi.

Rara jatuh terduduk di lantai restoran. Dunia yang sudah rapuh di sekitarnya kini runtuh sepenuhnya. Ia merasa seperti sosok tanpa identitas, tanpa akar, tanpa kejelasan. Orang yang selama ini ia sebut ayah tak mengenalinya, dan ia pun tak tahu harus mencari kebenaran ini ke mana.

Dengan lemah, ia bangkit dan meninggalkan restoran itu. Di balik kaca mobilnya, tangisnya pecah tanpa henti. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Rara merasa benar-benar sendirian di dunia ini.

Setelah lama meluapkan tangisannya. Rara memutuskan untuk pergi ke tempat yang mungkin bisa memberinya sedikit ketenangan: makam ibunya. Perjalanan menuju pemakaman terasa begitu panjang, meski sebenarnya jaraknya tak begitu jauh. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban.

Saat tiba, matahari sudah condong ke barat, memancarkan sinar lembut yang menyinari batu nisan bundanya. Nama sang ibu, Indira Maharani, terpahat indah di sana. Rara berlutut di depan makam itu, merasakan hembusan angin seolah membawa aroma kenangan masa kecilnya.

"Bu..." ucapnya dengan suara bergetar. Air mata mulai mengalir tanpa bisa ia tahan. "Kenapa semua ini terjadi? Kenapa aku tidak pernah tahu siapa ayahku? Kenapa aku harus merasa seperti ini, seperti orang asing di dunia ini?"

Rara memegang batu nisan itu erat, seolah berharap ibunya bisa mendengar semua keluh kesahnya. "Aku selalu mencoba menjadi anak yang baik. Tapi kenapa aku tidak pernah cukup? Kenapa semuanya terasa salah, Bu? Tolong aku... aku lelah."

Tangisnya pecah, menggema di pemakaman yang sepi. Hanya suara burung dan desau angin yang menjadi saksi keterpurukannya.

"Kalau saja Ibu masih ada... mungkin semua ini tidak akan seberat ini. Aku butuh Ibu..." bisiknya.

Lama ia menangis di sana, mencurahkan seluruh kepedihan hatinya. Rara tidak tahu berapa lama ia duduk di depan makam itu, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lega. Seolah ibunya masih di sana, mendengarkan dan memeluknya dalam keheningan.

Namun, saat ia akan pergi, ia menemukan sebuah bunga mawar putih segar yang tertinggal di atas nisan. Ia tidak meletakkannya, dan tidak ada siapa pun di sekitar. Rara memandang bunga itu dengan bingung, lalu tersenyum tipis, merasa bahwa mungkin ini adalah cara ibunya memberi tahu bahwa ia tidak pernah sendirian.

1
Tomat _ merah
semangat thor cerita nya bagus, mmpir juga ya ke cerita aku yg "Terpaksa dijodohkan dengan seorang dosen"
Kelly Andrade
Gak bisa berhenti membaca nih, keep it up thor!
Luna de queso🌙🧀
Bawa pergi dalam imajinasi. ✨
Queen: Semoga suka ya kak sama alur ceritanya 🤗🤍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!