Dalam kehidupan sebelumnya, Xin Yi tidak pernah mengerti. Mengapa Gu Rui, yang disebut sebagai Putri satu-satunya keluarga Gu, selalu membidiknya.
Selalu merebut apa yang jadi miliknya, dan berusaha mengalahkan nya disetiap hal yang ia lakukan.
Tidak sampai suatu hari, Xin Yi menemukan catatan lama ibunya.
Dia akhirnya mengerti, bahwa yang sebenarnya anak kandung Tuan Gu adalah dirinya...
" Xin Yi, matilah dengan tenang dan bawa rahasia itu terkubur bersama tubuhmu. "
Gu Rui membunuhnya dengan kejam, merusak reputasinya, mencuri karya miliknya, dan memfitnah nya sebagai putri palsu yang hanya ingin menipu harta ayahnya.
....
" Tunggu, jadi maksudnya aku adalah Xin Yi itu sekarang.. "
Xi Yi, seorang pemenang penghargaan aktris terbaik selama lima tahun berturut-turut.
Harus kehilangan nyawanya akibat ditikam sampai mati oleh fans fanatiknya.
Dia kemudian terlahir kembali sebagai Xin Yi didunia yang lain.
Dia adalah seorang aktris, mampukah dia berubah menjadi Xin Yi Idol.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 : "Langkah Pertama di Panggung Takdir"
Setelah menyelesaikan rekaman pertama, Xin Yi kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk. Kelelahan fisik bercampur dengan kegembiraan dan sedikit kekhawatiran tentang apa yang akan datang. Ayahnya menyambutnya dengan senyum hangat dan hidangan favoritnya, menciptakan suasana yang nyaman di tengah kesibukan dunia hiburan yang baru saja dimasukinya.
Selama beberapa hari berikutnya, Xin Yi menghabiskan waktu bersama ayahnya, mencoba memahami lebih dalam tentang keluarganya yang baru. Dari percakapan mereka, dia mengetahui bahwa dia memiliki tiga kakak laki-laki dengan latar belakang yang beragam di industri musik. Kakak pertama adalah seorang trainee aktif yang sedang berjuang untuk debut, kakak kedua telah mencapai popularitas sebagai idol, sementara kakak ketiga, seorang mantan trainee, kini mengelola bisnis studio rekaman keluarga mereka, Yang Record. Kesibukan mereka membuat Xin Yi belum berkesempatan bertemu langsung, namun cerita-cerita ayahnya memberikan gambaran tentang dinamika keluarga yang hangat dan penuh dedikasi.
Suatu hari, saat mencari inspirasi di ruang kerja ayahnya, Xin Yi menemukan sebuah buku tebal dengan sampul kulit yang tampak usang. Penasaran, dia membuka halaman pertama dan menemukan tulisan tangan yang indah. Tulisan itu berisi ungkapan perasaan yang mendalam, penuh dengan metafora dan deskripsi yang puitis. Xin Yi mengira itu adalah kumpulan lirik lagu yang belum dipublikasikan.
"Ayah tidak pernah menyebutkan tentang ini," gumamnya sambil terus membaca. Setiap halaman mengungkapkan emosi yang berbeda, mulai dari kebahagiaan, kerinduan, hingga kesedihan yang mendalam. Tanpa disadari, Xin Yi tenggelam dalam kata-kata tersebut, merasa terhubung dengan penulisnya.
Beberapa hari kemudian, saat makan malam, Xin Yi memutuskan untuk menanyakan tentang buku itu. "Ayah, aku menemukan sebuah buku di ruang kerjamu. Isinya seperti kumpulan lirik lagu. Siapa yang menulisnya?"
Ayahnya terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut. "Itu adalah buku harian ibumu. Dia menulis perasaannya dalam bentuk puisi dan prosa. Musik adalah jiwanya, dan menulis adalah caranya mengekspresikan diri."
Xin Yi terkejut. "Jadi, itu bukan lirik lagu?"
"Beberapa di antaranya mungkin bisa menjadi lirik," jawab ayahnya. "Tapi sebagian besar adalah curahan hatinya. Dia memiliki jiwa seni yang mendalam."
Mendengar itu, Xin Yi merasa terharu. Dia menyadari bahwa melalui tulisan-tulisan ibunya, dia bisa mengenal sosok yang selama ini hanya ada dalam bayangannya. Dia memutuskan untuk membaca lebih lanjut, berharap menemukan inspirasi dan memahami lebih dalam tentang ibunya.
Sementara itu, di lokasi syuting survival show, dinamika antar peserta mulai memanas. Gu Rui, dengan sikap manipulatifnya, berusaha menjatuhkan Xin Yi di depan kamera. Dia berpura-pura bersikap manis dan ramah, namun di balik layar, dia merencanakan strategi untuk membuat Xin Yi terlihat buruk di mata penonton. Gu Rui memanfaatkan teknik "evil editing" dengan memberikan komentar yang tampak mendukung Xin Yi, namun sebenarnya menyudutkannya.
"Xin Yi, kamu benar-benar berbakat," kata Gu Rui dengan senyum palsu saat sesi latihan bersama. "Tapi mungkin kamu perlu lebih banyak berlatih agar tidak mengecewakan penonton."
Komentar seperti itu, meskipun terdengar seperti saran, sebenarnya dirancang untuk meragukan kemampuan Xin Yi. Beberapa peserta lain mulai terpengaruh oleh sikap Gu Rui, menciptakan atmosfer yang tidak nyaman bagi Xin Yi.
Di tengah tekanan tersebut, Xin Yi tetap berusaha menjaga profesionalismenya. Dia fokus pada latihannya dan berusaha membangun hubungan baik dengan peserta lain. Namun, ada satu sosok yang diam-diam memperhatikannya dengan intensitas yang berbeda.
Huo Qian, seorang juri dengan reputasi tegas, sering terlihat mengamati Xin Yi dari kejauhan. Suatu hari, saat istirahat, Xin Yi merasa ada yang mengikutinya. Dia mempercepat langkahnya, namun tiba-tiba sebuah tangan menariknya ke sudut yang sepi.
"Siapa—" serunya terkejut, namun suaranya terhenti saat melihat wajah Huo Qian yang tampan di depannya.
"Tenang, ini aku," kata Huo Qian dengan suara lembut, namun ada kilatan nakal di matanya.
Xin Yi mengerutkan kening. "Apa yang Anda lakukan? Mengapa menarik saya seperti ini?"
Huo Qian tersenyum tipis. "Aku hanya ingin berbicara tanpa gangguan. Kamu menarik perhatianku, Xin Yi."
Pipi Xin Yi memerah. "Saya tidak mengerti maksud Anda."
"Kamu berbeda," lanjut Huo Qian, mendekat sedikit. "Ada sesuatu dalam dirimu yang membuatku ingin tahu lebih banyak."
Xin Yi merasa jantungnya berdebar kencang. Situasi ini di luar dugaannya. "Saya hanya peserta biasa. Tidak ada yang istimewa."
Qian tertawa kecil, suaranya dalam dan penuh keyakinan. "Kamu mungkin merasa begitu, tapi aku melihat sesuatu yang lain. Kamu memiliki potensi besar, bukan hanya dalam bakatmu, tapi juga dalam caramu menghadapi tekanan. Itu adalah kualitas yang tidak dimiliki semua orang."
Xin Yi terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak terbiasa dengan perhatian seperti ini, apalagi dari seseorang seperti Huo Qian, yang dikenal dingin dan sulit didekati. "Terima kasih atas pujiannya, tapi saya hanya ingin fokus pada kompetisi," jawabnya akhirnya, mencoba menjaga jarak.
Huo Qian mengangguk, tapi matanya tetap tertuju padanya. "Fokus itu penting, tapi jangan biarkan dirimu terisolasi. Dunia ini penuh dengan orang-orang yang ingin menjatuhkanmu, tapi juga ada yang ingin mendukungmu. Pastikan kamu tahu siapa yang bisa dipercaya."
Kata-kata itu terasa seperti peringatan, dan Xin Yi tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya apa maksud sebenarnya. Sebelum dia sempat menjawab, Huo Qian melangkah pergi, meninggalkannya dengan pikiran yang bercampur aduk.
Malam itu, Xin Yi duduk di kamarnya, memikirkan interaksi dengan Huo Qian. Dia membuka buku harian ibunya lagi, berharap menemukan ketenangan di tengah kekacauan pikirannya. Saat dia membaca, dia menemukan sebuah halaman dengan tulisan yang lebih emosional dari sebelumnya.
"Hidup adalah panggung, dan kita semua memainkan peran kita. Tapi siapa yang tahu peran mana yang benar-benar milik kita? Apakah kita mengikuti naskah, ataukah kita menulisnya sendiri?"
Kata-kata itu menghantam Xin Yi dengan keras. Dia merasa seperti ibunya berbicara langsung kepadanya, mengingatkannya untuk tetap setia pada dirinya sendiri di tengah tekanan dan ekspektasi.
Keesokan harinya, di lokasi syuting, Xin Yi memutuskan untuk menghadapi Gu Rui dengan tenang. Saat Gu Rui mencoba memanipulasi situasi lagi, Xin Yi menanggapinya dengan senyum percaya diri. "Terima kasih atas sarannya, Gu Rui. Saya akan terus berusaha. Saya yakin kita semua di sini untuk memberikan yang terbaik, bukan?"
Jawaban itu membuat Gu Rui terkejut dan sedikit kehilangan kata-kata. Para peserta lain mulai melihat Xin Yi dalam cahaya yang berbeda, menyadari bahwa dia lebih kuat dari yang mereka kira.
Sementara itu, Huo Qian diam-diam memperhatikan dari jauh, senyum tipis menghiasi wajahnya. Dia tahu bahwa Xin Yi memiliki sesuatu yang istimewa, dan dia ingin melihat sejauh mana gadis itu bisa melangkah. Namun, dia juga sadar bahwa perhatiannya pada Xin Yi mungkin akan menimbulkan masalah, baik untuknya maupun untuk gadis itu.
Di rumah, ayah Xin Yi menerima telepon dari kakak ketiga, yang memberi kabar bahwa kakak kedua mereka, idol terkenal, akan pulang untuk waktu singkat. "Aku ingin Xin Yi bertemu dengannya. Dia bisa belajar banyak dari pengalamannya di industri ini," kata kakak ketiga.
Ayahnya setuju, tapi dia juga merasa khawatir. Dunia hiburan bisa menjadi tempat yang kejam, dan dia ingin memastikan Xin Yi siap menghadapi semua tantangan. Dia hanya berharap bahwa dengan dukungan keluarga, Xin Yi bisa menemukan jalannya sendiri, seperti ibunya dulu.
Hari-hari berikutnya menjanjikan lebih banyak tantangan dan kejutan untuk Xin Yi, baik di lokasi syuting maupun di rumah. Namun, dengan kekuatan dari kata-kata ibunya, dukungan ayahnya, dan tekad yang tumbuh di dalam dirinya, dia bertekad untuk menghadapi semuanya dengan kepala tegak.
Duh siapa itu kak, apa bakal ada penguntit dirumah xin yi?