Your Heart Is My Home
“Kamu cinta nggak sama aku?” tanya seorang wanita dengan tatapan sedihnya.
“Cinta dong masa nggak, pokoknya kamu harus nunggu aku pulang ya, aku bakal nikahin kamu.” Lelaki yang di depannya kini mulai melangkah pergi memasuki mobil yang ingin di naikinya.
Dia hanya bisa melambaikan tangannya dengan senyuman palsu terukir di bibirnya, tak bisa membohongi perasaan kehilangan dan rindu yang akan datang.
**
Lagi-lagi itu semua hanya kenangan tiga tahun lalu yang selalu Naya ingat. Kenangan itu membuatnya menetap hati yang tak pasti kehadirannya.
Pandangannya tertuju pada sekumpulan koran yang tertata rapi di rak buku, koran itu berisi berita kematian Raka pacarnya yang hilang tiga tahun lalu akibat kecelakaan pesawat. Naya masih tak menerima berita itu karena dia belum menemukan jasad Raka hingga saat ini.
**
Naya menuruni anak tangga dengan tas yang digendongnya dan tumpukan buku yang ada di tangannya.
Pagi-pagi sekali dirinya akan pergi ke kampus, mengerjakan skripsi bersama Airin sahabatnya.
Terlihat bagaskara tersenyum dengan sinarnya, angin sejuk menemani pengendara mobil dan motor yang berlalu lalang di jalan raya. Sekumpulan anak geng motor melajukan motornya menuju ke sekolah.
Naya telah sampai di kampus, menuju ruangan dosen pembimbing adalah ketakutannya, bagaimana tidak hari ini adalah hasil apakah dia akan diterima skripsi atau malah di tolak.
Dosen itu melihat hasil skripsi Naya dengan sangat teliti. Naya meremas kedua tangannya dengan wajah cemas ia berharap hasil yang memuaskan.
15 menit sudah, Dosen itu kini menatap Naya dengan tatapannya yang tak bisa diartikan.
“Maaf Naya, kamu tidak akan mengulang Skripsi kamu lagi, karena kamu lulus,” seru Dosen itu.
*
Katanya masa-masa SMA adalah masa yang sangat indah bukan? Ya benar sekali. Tetapi Naya berpandangan lain, katanya masa SMA adalah masa yang menyebalkan dan malu jika di kenang.
“Lo ya yang naruh permen karet di kursi gue!” Naya mencengkram kerah baju lelaki blasteran inggris itu.
“Enak aja kalau ngomong, jangan fitnah ya, kurang kerjaan banget gue naruh permen karet di kursi lo,” gumam lelaki itu.
Kenangan itu muncul lagi di memori otaknya. Bagaimana tidak lelaki blasteran yang menjadi musuh bebuyutannya itu membuat memori otaknya penuh akan hal konyol tentang dia.
SMA Darma Bangsa
Naya menatap nama SMA itu yang dulu menjadi sekolahnya dan kini ditempati adik perempuannya yang duduk di bangku kelas 12 Mipa 3.
“Kak Naya!” Suara itu membuyarkan lamunan Naya.
Pandangannya tertuju pada gadis cantik mengenakan seragam putih abu dengan jepitan rambut kupu-kupu terpasang rapi samping telinga.
Kayra Florence Mardani
“Kayra, kamu ngagetin Kakak aja deh.”
“Lagian Kak Naya diam aja, lagi mikirin apa sih?” tanya Kayra.
“Kepo. Udah ayo masuk mobil.”
**
“APA DIJODOHIN!!”
Bagaimana tidak terkejut, Naya yang baru kehilangan cintanya, harus memulai dengan cinta yang baru, itu bukan hal yang mudah. Tiga tahun menunggu bukan waktu yang cepat untuk melupakan seseorang.
“Ma, Pa. Tapi Naya kan masih punya Raka,” tolak Naya.
“Naya dengerin Papa. Raka itu sudah meninggal, kamu harus ikhlas untuk dia, kamu berhak bahagia,” desis sang Papa
“Pa, Raka itu belum meninggal buktinya jasadnya aja belum ditemukan, itu artinya kemungkinan masih ada kesempatan buat dia,” bantah Naya.
Nisa hanya bisa mengusap lembut bahu putrinya sebagai penguat. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa bahkan melakukan apapun, karena percuma Naya tidak akan mendengar ucapannya.
“Mama, percayakan kalau Raka itu masih hidup, dia nggak meninggal Ma, dia cuma hilang.” Naya meminta pembelaan kepada Mamanya.
Nisa hanya tersenyum tak bisa menahan kesedihan putrinya.
Kabar kecelakaan pesawat itu memang tiga tahun yang lalu, namun Naya masih menganggap bahwa Raka masih hidup. Tidak mungkin bisa Naya melupakan itu dengan sangat singkat dan mulai dengan orang baru.
Kayra hanya bisa menangis, ia tak kuasa melihat Kakaknya tersiksa seperti ini.
**
Pertemuan itu akan tetap terjadi kepada kedua keluarga yang sudah merencanakan makan malam bersama. Malam ini Naya harus mengenakan gaun yang sangat cantik. Pertemuan antara kedua keluarga Mardani dan keluarga Abikara akan dimulai pada jam 20.00 wib.
Setelah sepuluh menit menunggu, keluarga Abikara yang di nantikan keluarga Mardani akhirnya sampai di meja yang sudah di siapkan.
“Selamat malam Pak Aldan Mardani!” sapa Pak Abikara.
“Malam Pak Abikara.”
Pak Aldan mempersilakan duduk Pak Abikara, begitu juga dengan lelaki bertubuh tinggi dengan kemeja abu-abu yang dia kenakan.
Tatapan Naya tertuju pada lelaki yang duduk di hadapannya. Mata mereka saling bertemu, rasa rindu, kesal dan kesan ada pada mata itu. Keduanya saling memperlihat ekspresi terkejut mereka.
“Naya!”
“Naufal!”
Naufal Putra Abikara
Naya langsung mengalihkan pandangannya.
“Kalian saling kenal?” tanya Pak Abikara.
Naya beranjak pergi meninggalkan makan malam itu. Naufal lalu mengikuti langkah Naya pergi.
Dengan perasaan kesal dan campur aduk itu, Naya berjalan tanpa tujuan, menembus udara malam yang begitu dingin.
“Naya … Naya!” Suara itu Naya hiraukan bahkan menengok kebelakang pun dia tak akan mau.
Tin!tin!
Bunyi klakson mobil membuyarkan lamunannya, tanpa sadar dirinya sudah ada di tengah-tengah jalan raya dengan mobil motor yang berlalu lalang. Suara klakson saling bersahutan, Naya membuat kemacetan para pengendara. Seseorang langsung menarik lengan tangan Naya, membawa Naya dari kerumunan jalan raya.
“Lo gila atau gimana sih, kalau mau mati jangan nyusahin orang!” sentak Naufal.
Naya mendorong tubuh kekar Naufal. “ Lo ngapain sih dateng ke hidup gue!”
Lelaki berwajah blasteran inggris itu menatap Naya dalam, tak pedulikan pukulan yang Naya berikan tidak membuat dirinya sakit, justru dia malah menarik Naya untuk masuk ke dalam pelukannya. Semakin Naya melawan, semakin erat pelukan yang dia berikan.
**
“Ngapain lo datang ke hidup gue lagi Naufal?” Naya menanyakan hal itu lagi.
Tempat mereka berbeda bukan di pinggir jalan lagi. Naufal menghantarkan Naya pulang dan kini mereka tengah mengobrol di depan teras rumah.
“Hidup itu penuh plot twist, Naya. Mungkin kita dipertemukan lagi karena ada sesuatu hal yang belum kita selesaikan.”
“Semuanya sudah selesai Naufal, cerita gue sama lo itu udah selesai lama. Nggak ada manfaatnya gue ketemu lagi sama lo,” gumam Naya.
Hembusan angin malam semakin membuat keduanya larut dalam pikiran masing-masing.
“Ada manfaatnya, gue bisa ngobatin orang sakit.”
Ya jelas karena Naufal sekarang sudah menjadi seorang dokter di rumah sakit milik papanya.
“Nggak usah banyak cincong lo, sana pergi!” Naya beranjak masuk meninggalkan Naufal yang masih berdiam diri di teras rumah.
**
Naya sudah berpakaian rapih, ia ingin berniat pergi ke rumah Raka bertemu dengan keluarganya.
Tok!tok!
Suasana rumah yang terlihat sepi dan dedaunan pohon yang berserakan membuat rumah ini seperti tidak berpenghuni. Terakhir kali Naya datang tiga tahun lalu, saat tau kabar hilangnya Raka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments