Menceritakan tentang gadis lugu yang kerap kali mendapat perlakuan buruk dari orang sekitarnya terutama keluarganya sendiri. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat berpulang yang nyaman justru bagaikan jeruji besi penjara bagi sang gadis. Dirinya diperlakukan bak tawanan di rumahnya sendiri.
Tiada baginya tempat bersandar walau hanya sejenak saja. Rasa letih kian menggebu dalam hatinya, rasa ingin membunuh dirinya begitu besar namun semua terhalang oleh impian serta besarnya dosa yang akan ia tanggung.
Hingga menginjak bangku sekolah menengah atas dirinya bertemu dengan lelaki dingin nan ketus yang menggedor pintu hatinya dan menjadikan dirinya seorang istri di usianya yang masih sangat muda.
🥀🥀🥀
Bagaimana kisahnya? Apakah lelaki itu akan membawanya keluar dari lubang penderitaan? Ataukah justru semakin membuatnya terpuruk ke dalam lubang yang sama?
Penasaran? Yuk, langsung baca. Jangan lupa vote dan comment-nya yaw. Happy reading^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhiya Andina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19. Pacar?
...Cobalah 'tuk mengabaikan mereka yang membicarakan hal buruk tentangmu atau sesuatu yang membuatmu terbebani, sebab itu hanya akan membuatmu semakin terpuruk. Semangat berjuang🥀...
...-Most Wanted vs Nerd Girl-...
***
Kehidupan Ratu di sekolah masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Dirinya selalu disambut hangat oleh cibiran tidak mengenakkan dari para penggemar Raja dan Dylan. Terutama penggemar Raja yang selalu menghujat dirinya baik melalui akun sosial media atau menyindir dengan nyinyiran pedasnya.
Ratu tetap mengabaikannya selama mereka tidak bertindak berlebihan seperti melukai dirinya. Ratu sendiri tidak mengerti mengapa justru gadis buruk rupa seperti dirinyalah yang sangat diincar oleh kedua most wanted SMA Gold Garuda.
Dirinya sempat berpikir hendak pindah ke sekolah lain, meskipun sangat sulit membujuk papanya yang begitu galak melebihi raja singa jantan. Akan tetapi pikiran itu ditepis kuat oleh Raja, entahlah apa alasan cowok itu melarang tegas dirinya untuk berpindah ke sekolah lain.
Pelajaran demi pelajaran telah Ratu lewati dengan rasa malas. Ia tidak begitu fokus pada pelajaran lantaran otaknya bercabang memikirkan tentang kehidupannya yang begitu menjengkelkan ditambah dengan Raja dan Dylan yang selalu saja berada di sampingnya, membuat dirinya semakin terancam.
"Lo kenapa, sih, dari pelajaran pertama sampai ketiga ini lo kayak gak fokus gitu? Ada masalah lagi, ya? Kemarahan Papa lo kambuh lagi, ya? Coba cerita, deh." Niara mengguncang bahu Ratu pelan membuyarkan lamunan gadis itu.
Ratu mengembuskan napas panjangnya kemudian merubah posisinya menghadap Niara. "Kalau tentang Papa, Ratu gak masalah. Ratu udah terbiasa sama Papa yang kayak gitu. Cuma ini lain, Ratu gak bisa berhenti mikirin ini," ungkapnya.
Niara tampak bingung dengan apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu. "Emangnya ada masalah apa? Coba cerita, siapa tahu gue yang imut ini bisa nolongin lo."
"Ih, jangan terlalu percaya diri, deh. Padahal Niara jauh dari kata imut loh," gurau Ratu dengan cengiran khasnya.
"Udah, jangan ngalihin topik. Lo gak pandai ngalihin topik tahu, ada apa buruan cerita. Jangan buat gue mati penasaran karena lo, deh. Gemes banget gue," lontar Niara.
"Iya, dong! Ratu, 'kan, gemesin," kekeh Ratu dibalas jitakan oleh Niara tentu dengan teriakan mematikan dari gadis itu.
"BURUAN CERITA SAMA GUE JANGAN BUAT GUE PENASARAN, MISCHA!" pekik Niara tepat di telinga Ratu.
"NIARA! RATU! APA KALIAN TIDAK MEMPERHATIKAN PELAJARAN SAYA? SILAKAN KELUAR SEKARANG DAN HORMAT TIANG BENDERA SAMPAI ISTIRAHAT NANTI DAN JANGAN COBA-COBA UNTUK BERISTIRAHAT SEBELUM BEL BERBUNYI!" perintah Bu Sisil sembari berkacak pinggang.
"T-tapi, Bu—" Baru hendak membela ucapan Ratu dipotong oleh Bu Sisil, tentunya.
"Sudah, tidak ada tapi-tapian. Kalian harus melaksanakan hukuman dari saya SEKARANG! ATAU NILAI KALIAN MENJADI TARUHANNYA!" tegas Bu Sisil disertai dengan kedua tanduk berwarna merah di kepalanya. Ah, tidak itu hanya perumpamaan saja.
"B-baik, Bu. Saya permisi," cicit Ratu dan Niara bersamaan kemudian keduanya keluar kelas dengan langkah begitu cepat sebelum nilai mereka berubah menjadi telur ceplok.
Setibanya di lapangan, keduanya hormat pada tiang bendera melawan terik matahari. Sudah berulang kali Ratu mengusap keringatnya yang terus bercucuran hingga tiba-tiba dirinya dikejutkan dengan benda dingin di pipi kanannya.
Sebuah botol mineral terpampang nyata di hadapannya. Rasanya ia ingin merampas kemudian meneguknya untuk memuaskan dahaga yang ia rasakan. Namun ia menepis rencananya, ia teringat ucapan Bu Sisil jika dirinya dan Niara tidak diperbolehkan beristirahat sebelum bel surga berbunyi.
"Ah, makasih Kak udah tawarin Ratu minum. Hmm ... tapi maaf Ratu gak bisa nerima soalnya gak dibolehin sama Bu Sisil. Ratu sama Niara harus nungguin sampai bel dulu baru boleh istirahat," celetuk Ratu polos.
Tiba-tiba Niara merampas botol mineral kemudian meneguknya hingga tidak tersisa setetes pun. Ratu mendelik kemudian menatap cowok di hadapannya, ia merasa bersalah pada cowok itu.
"Kak, maafin Niara, ya? Dia memang kayak gitu, malu-maluin aja kerjaannya! Sebel, deh!" kesalnya menyenggol lengan Niara agar gadis itu meminta maaf.
Akan tetapi Niara justru hanya menatap Ratu penuh tanya tanya. Cowok yang tak lain adalah Liam menyunggingkan senyumnya kemudian mengacak-acak puncak kepala Ratu lembut.
"Santai aja, gak perlu minta maaf. Mau gue gantiin? Kayaknya lo udah kecapekkan dan agak pucat, gue takut lo pingsan," tawar Liam santai.
"Dia yang bersalah kenapa lo yang jalani hukuman?" sahut seseorang dari arah belakang dengan suara berat basahnya. "Lo suka dia?"
"Gue kasihan sama dia, Ja. Itu cewek pucat banget kalau dia kenapa-napa lo mau tanggung jawab?" kilah Liam.
"Ya, dia pacar gua dan gua akan tanggung jawab apa pun yang terjadi sama dia. Lo bisa pergi sekarang," tegasnya sembari mengeraskan suaranya hingga terdengar di telinga beberapa siswi yang berkeliaran di luar kelas.
"APA!?" teriak Niara dan Liam bersamaan lantaran merasa tidak percaya dengan apa yang mereka dengar.
"Kenapa? Kalau gak percaya tanya dia," tunjuknya pada Ratu yang tengah menundukkan pandangannya, nampaknya gadis itu tengah merasa malu.
"Cha, lo beneran pacaran sama Kak Raja? S-seriusan? Kapan kalian pacaran? Waktu itu lo bilang kalau lo gak punya perasaan, tapi sekarang Kak Raja jadi pacar lo. Sebenarnya apa yang terjadi?" bisik Niara membuat telinga Ratu memerah lantaran menahan kesal.
"IH, RATU GAK SUKA SAMA KAK RAJA SAMPAI KAPAN PUN! LAGIAN KAK RAJA YANG MAKSA RATU BUAT JADI PACARNYA, PADAHAL RATU GAK PERNAH BERHARAP JADI PACAR DIA!" pekik Ratu berhasil menyita beberapa siswi di sekitarnya.
Tapi Ratu kurang tahu juga tentang perasaan Ratu. Ratu harap Ratu gak akan tersakiti kembali. Ratu lelah, rintih Ratu membatin.
Sudut bibir Raja terangkat membentuk senyuman kecil di wajahnya. "Itu karena kelakuan lo dan kali ini lo udah berani ngerusak nama gua. Lo harus tanggung akibatnya!" tegas cowok itu.
"Pulang bareng gua, jangan coba lari dari gua!" imbuhnya sebelum berlalu.
Ratu hanya diam sembari menatap Raja yang semakin menjauh darinya. Memangnya salah Ratu apa? Bukannya yang Ratu bilang tadi sesuai kenyataan, 'kan? Tapi kenapa Kak Raja marah lagi? pikir Ratu.
"Sok banget, sih, jadi cewek!"
"Dia ngaku Raja yang maksa? Gue gak percaya, dia mimpi kali!"
"Belagu banget, sih, jadi cewek. Cantik enggak, belagu iya. Cih!"
"Mimpi dia terlalu tinggi, cih! Gue siram air cebokan bisa sadar kali tuh cewek!"
"Sok cantik!"
Begitulah cibiran yang Ratu denger dari ciwi-ciwi di sekolahnya. Ratu lebih memilih mengabaikannya sebab jika dirinya memikirkannya itu hanya akan membawa dampak buruk bagi dirinya. Bisa-bisa dirinya akan frustasi karena mendengar ocehan mereka.
"Gue ke kelas dulu, ya? Lo gak pa-pa, 'kan, gue tinggal?" tanya Liam dengan wajah khawatir. "Lo pucat banget kalau gak kuat ke UKS aja."
"Ratu gak pa-pa kok, Kak Liam ke kelas aja. Makasih udah perhatian sama Ratu," cengirnya dengan wajah pucatnya.
Liam kemudian mengacak-acak puncak kepala Ratu. "Ya udah, gue ke kelas, oke? Kayaknya gue harus mulai sedikit jaga jarak sama lo, kalau gue terlalu dekat sama lo bisa-bisa gue habis di tangan pacar lo."
"Gue duluan," pamit Liam meninggalkan Ratu dan Niara.
Niara menyenggol lengan Ratu kemudian menyunggingkan senyum jahil padanya. "Kayaknya banyak yang suka sama lo, deh. Pertama Kak Dylan, kedua Kak Raja, dan sekarang Kak Liam. Huwaa ... Mischa! Andai gue ada di posisi lo!"
"Emang Kak Liam suka sama Ratu? Perasaan Niara doang kali?" timpal Ratu tidak percaya.
"Coba lo perhatiin semua perilaku Kak Liam dari awal, deh. Perhatian Kak Liam ke lo itu bukan sekedar kakak adik kelas tahu, gak mungkin kalau Kak Liam gak punya perasaan sama lo. Terlalu munafik," tutur Niara berharap Ratu menyadarinya.
Ratu tampak terdiam, dirinya mengingat kembali apa yang sudah Liam lakukan kepadanya. Dari awal MOS hingga saat ini, memang Liam selalu ada di saat ia membutuhkan.
Seperti memberinya syal di saat dirinya kedinginan, menggendongnya di saat kakinya terluka sewaktu MOS hari ketiga, mengobati luka pada kakinya, bahkan sekarang cowok itu menyodorkan air mineral kepadanya. Jikalau dipikir memang sedikit berlebihan jika itu bukanlah cinta. Akan tetapi jika itu memanglah cinta mengapa harus kepada gadis dengan wajah buruk dan penampilan apa adanya seperti dirinya?
"Hmm ... Ratu gak percaya kalau itu cinta. Udahlah, mending kita lanjut hormat aja daripada nanti tiba-tiba Bu Sisil muncul terus ngomelin kita sampai subuh nanti gimana?" cicitnya sembari bergurau.
"Males! Mending ke kantin aja gue traktir, deh! Gue pengin beli es teh, huwaa ... pasti segar banget, tuh!" pekik Niara sembari mengusap lehernya.
"Tapi kalau ketahuan sama Bu Sisil gimana? Niara tahu, 'kan, Bu Sisil itu galak banget kayak cewek PMS," lontar Ratu menarik lengan Niara pelan.
"Dikira Bu Sisil PMS setiap hari? Auto habis, tuh, darah, udah ayo ke kantin. Gue jamin bakalan aman seribu persen!" Niara menarik lengan Ratu kemudian membawanya ke kantin untuk memuaskan dahaga keduanya.
Sesampainya di sana Niara mengajak Ratu untuk membawa minumannya ke rooftop. Mulanya Ratu menolak dengan tegas, namun Niara terus mendesaknya agar menurutinya.
Keduanya menikmati angin semilir yang menerbangkan setiap helai rambut keduanya. Niara kemudian melontarkan pertanyaan pada Ratu, entahlah ia merasa begitu penasaran akan jawaban sahabatnya itu. "Mischa? Gue mau tanya, deh. Lo pilih Kak Dylan, Kak Raja, atau Kak Liam? Harus jawab salah satunya!"
"Pertanyaan apa itu? Gak jawab boleh gak?" kilahnya.
"Wajib jawab!" tegas Niara sembari merubah posisinya menghadap Ratu.
"Ratu lebih milih—"
semangat...
ayo mampir juga dikaryaku /Smile/