"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Pertarungan Lidah dan Main 3 Rounde
Lily menarik leher Rian, menciptakan jarak di antara wajah mereka semakin dekat. Kedua pasang mata saling menatap, merasakan panas yang mulai menjalar di antara mereka. Tanpa ragu, Lily melumat bibir Rian dengan lembut, membiarkan semua yang ada di sekitar mereka menghilang dalam momen itu. Ciuman semakin dalam dan semakin berani, seolah-olah menantang satu sama lain untuk lebih.
Ketika mereka terjebak dalam keasyikan ciuman, Lily sejenak menghentikan aksi mereka. Ia membisikkan sesuatu di telinga Rian dengan nada genit, “Eh, uang kontannya udah disiapin kan? Butuh duit nih…”
Rian tersentak, terkejut dengan nada berbicara Lily yang tiba-tiba berubah. Namun, alih-alih merasa tertekan, ia merasa terangsang. Dengan senyuman nakal, Rian menjawab, “Tentu saja. Berapa yang kamu mau?”
“1 juta 500,” jawab Lily santai, seolah-olah angka tersebut adalah hal biasa dalam percakapan mereka. Rian terkejut, matanya melebar. “Satu juta lima ratus? Itu banyak banget, Lil! Kenapa semahal itu?”
“Yah, ini untuk belanja, kan? Kamu tahu aku butuh barang-barang baru,” jawabnya sambil melanjutkan ciuman, membuat Rian kembali terfokus pada bibirnya yang manis.
“Belanja?” Rian sedikit bingung, namun keinginan untuk melanjutkan interaksi itu lebih besar daripada keraguannya. “Tapi… ini harga yang cukup tinggi, harus ada syaratnya.”
“Hmm, syarat?” Lily menatapnya penuh rasa ingin tahu, dengan alis yang terangkat.
“Kalau kamu mau harga segitu, kita harus main 3 ronde sampai puas,” ujarnya dengan nada menggoda, menunjukkan bahwa ia tidak main-main. Ia ingin mendapatkan kesenangan yang sepadan dengan jumlah yang diminta.
“Deal! Tapi jangan sampai mengecewakan, ya?” jawab Lily dengan senyum menggoda. “Aku nggak mau ngeluarin uang segitu untuk sesuatu yang biasa-biasa saja.”
Mereka kembali terjebak dalam ciuman, Rian kini merasa lebih percaya diri. Ia merasa seperti baru mendapatkan kekuatan super setelah pergi ke Spontan. Lily tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya saat ia membayangkan bagaimana pengalamannya akan berbeda kali ini.
Setelah beberapa saat, Lily terhenti sejenak, memperhatikan Rian dengan penuh rasa ingin tahu. “Ngomong-ngomong, kamu beneran udah pergi ke Spontan? Aku penasaran, hasilnya gimana?” tanyanya sambil mengedipkan mata.
Rian tersenyum lebar, “Iya, aku pergi ke sana. Hasilnya? Bener-bener bikin kaget.”
Lily melirik Rian dengan penuh minat. “Oh, ya? Kayaknya kamu semakin percaya diri deh.”
Rian mengangguk, “Iya. Dan aku ingin menunjukkan padamu apa yang sudah aku dapatkan.”
“Pasti lebih seru dari yang sebelumnya, deh,” jawab Lily dengan semangat. Ia tak sabar menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Rian bergerak lebih dekat, sambil menempelkan dahi mereka. “Tapi, kamu harus ingat, kita punya banyak waktu untuk saling eksplorasi,” ucapnya dengan nada menggoda.
“Jadi, sepertinya kita sudah siap untuk memulai ronde pertama?” tanya Lily sambil tersenyum nakal.
Rian menatap Lily dengan tatapan penuh hasrat. “Tentu saja. Mari kita mulai!”
Mereka kembali berciuman, tetapi kali ini dengan lebih bersemangat. Rian merasakan energi baru mengalir di dalam dirinya, dan ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Mereka berdua melanjutkan permainan ini dengan penuh gairah, merasakan gelombang keinginan yang terus meningkat.
Setelah beberapa menit ciuman penuh gairah, Lily menghentikan lagi sejenak. “Aku penasaran, kenapa kamu mau melakukan semua ini untukku? Ini bukan hal yang biasa, kan?”
Rian tersenyum, “Karena aku merasa nyaman denganmu. Kamu selalu bisa bikin aku merasa spesial.”
“Aku senang mendengar itu,” ucap Lily dengan senyum manis. “Oke, sekarang lanjut ke ronde pertama!”
Rian mengangguk, dan mereka kembali terlibat dalam ciuman yang mendalam. Saat mereka saling menjelajahi, Lily merasakan detak jantungnya meningkat. Dengan setiap sentuhan, ia tahu ini akan menjadi pengalaman yang sangat berbeda dari yang sebelumnya.
Satu ronde berlalu, dan mereka tak henti-hentinya tertawa dan bercanda. Rian menginginkan lebih, dan ia yakin Lily juga demikian. “Ayo, kita lanjut ke ronde kedua. Kamu siap?” tanyanya penuh semangat.
“Siap!” jawab Lily dengan suara ceria.
Mereka melanjutkan ke ronde kedua dengan semangat yang membara. Rian merasakan betapa intimnya momen ini, seolah-olah dunia di luar mereka menghilang. Setiap ciuman, setiap sentuhan, semakin membuat mereka terikat satu sama lain.
Setelah ronde kedua, mereka berhenti sejenak untuk bernafas. Rian memperhatikan Lily dengan penuh rasa ingin tahu. “Gimana rasanya? Lebih seru, kan?”
“Seru banget! Kamu beneran bikin aku terkejut,” jawab Lily sambil tersenyum nakal. “Tapi kita belum selesai, kan? Ronde ketiga, yuk!”
Tanpa ragu, mereka kembali melanjutkan ke ronde ketiga. Suasana semakin menggairahkan saat mereka berdua terlibat dalam pertarungan gairah yang tak terhindarkan. Rian merasa semakin percaya diri dan berani dalam setiap aksi yang ia lakukan, berusaha memberikan pengalaman terbaik bagi Lily.
Momen demi momen berlalu, dan mereka akhirnya menyelesaikan semua ronde yang telah mereka sepakati. Setelah beristirahat sejenak, Lily menatap Rian dengan senyum puas. “Wow, aku nggak tahu kamu sebaik itu!”
Rian tertawa, “Dan aku nggak tahu kamu semenarik itu. Ini pengalaman yang luar biasa.”
Mereka berdua tersenyum satu sama lain, saling merasakan kebahagiaan dan kepuasan setelah melalui momen-momen yang intens.
Lily menggelengkan kepala, “Kayaknya kita harus melanjutkan ini lebih sering, ya? Supaya kamu bisa jadi lebih baik lagi.”
Rian mengangguk setuju, “Iya, kita bisa atur waktu untuk ini. Aku senang bisa membuatmu bahagia.”
Mereka berdua menghabiskan waktu bersama, merencanakan pertemuan berikutnya dan mengobrol tentang hal-hal yang lebih ringan. Namun, mereka berdua tahu bahwa pengalaman malam itu akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan.
Keduanya tersenyum, merasakan getaran positif dalam hubungan mereka. Rian merasa beruntung bisa bertemu dengan Lily, sedangkan Lily merasakan kesenangan yang luar biasa dari momen-momen yang baru saja mereka lalui.
“Siap untuk mengulangi semua ini?” tanya Rian dengan nada menggoda, dan Lily hanya bisa tertawa.
“Pastinya!” jawabnya, menatap Rian dengan semangat yang tidak pernah pudar.
Setelah semua selesai, suasana di dalam kamar menjadi hangat dan intim. Rian dan Lily tidak langsung berpakaian. Mereka memilih untuk menikmati momen ini lebih lama, saling berpelukan dengan lembut. Rian menatap Lily yang tersenyum manis, seolah-olah ingin menyimpan setiap detik dari pertemuan ini di dalam ingatannya.
“Eh, Lil,” Rian memulai dengan suara rendah, “kamu tahu, aku bisa melakukan ini selamanya.”
Lily tertawa kecil, “Mungkin kamu bisa, tapi jangan sampai kita lupa waktu, ya? Nanti bisa berabe.”
Mereka berdua kembali mendekat, dan tanpa ragu, Rian mencium bibir Lily sekali lagi. Ciuman itu lembut dan penuh rasa, seolah-olah mereka berdua tidak ingin momen ini berakhir. Mereka menikmati kehangatan tubuh masing-masing, merasakan denyut jantung yang berdetak cepat.
Lily melingkarkan tangannya di leher Rian, menariknya lebih dekat. “Mmm, kamu enak banget dicium,” ucapnya sambil menggelitik leher Rian.
Rian balas tersenyum, “Kalau begitu, kita harus sering-sering melakukan ini.”
Dengan semangat, Lily kembali mengecup bibir Rian, kali ini lebih dalam. Rian merasakan lidah Lily yang lembut saat ia membalas ciuman tersebut. Mereka terjebak dalam pertarungan lembut antara lidah, seolah-olah ingin menunjukkan siapa yang lebih mahir dalam seni mencium.
“Eh, jangan gitu dong! Nanti aku kebablasan!” Rian bercanda sambil tertawa, namun ia tidak berniat untuk menghentikan momen tersebut.
Lily menggigit bibirnya, “Kebablasan gimana? Kan seru!”
Mereka kembali terlarut dalam ciuman, tidak peduli waktu yang berlalu. Rian menikmati aroma manis dari rambut Lily yang terurai, membuatnya semakin terpikat. Sesekali, mereka saling melepaskan ciuman hanya untuk bernafas, tetapi setiap kali mereka menatap satu sama lain, mereka langsung melanjutkan aksi manis tersebut.
“Jadi, apa rencanamu setelah ini?” tanya Rian ketika mereka sejenak berhenti.
Lily mengangkat bahu, “Mungkin belanja? Aku butuh barang-barang baru, kan?”
“Barang-barang baru? Kayaknya mahal,” Rian menggoda, “apa kamu nggak mau minta lebih dari itu?”
“Eh, pasti dong! Aku kan mau tampil menawan. Tapi, kamu tahu kan? Belanja itu butuh biaya!” jawab Lily sambil tersenyum nakal.
Rian tertawa, “Oke, oke, deal! Kalau kamu mau belanja, aku siap membantu.”
“Wah, terima kasih, sayang,” ucap Lily dengan suara genit. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Keduanya kembali tenggelam dalam ciuman yang semakin intens, merasakan keinginan yang tak tertahankan.
Setelah beberapa waktu, Rian mulai merasa perlu untuk bangkit dan berpakaian. “Kita sepertinya harus bersiap-siap. Nanti ada yang nyari kita,” ucapnya.
“Ah, ntar aja! Ini lebih seru,” Lily menggoda sambil menempelkan bibirnya lagi ke bibir Rian, menahan untuk tidak berpisah dari momen ini.
Rian tertawa, “Kalau gitu, aku juga mau kelonan terus!” Ia kembali menarik tubuh Lily, memeluknya erat sambil kecup-kecup manja di lehernya.
“Mau berapa lama sih kita di sini?” tanya Lily sambil mengelus wajah Rian.
“Sampai kita merasa puas!” jawab Rian dengan semangat.
Keduanya kembali melanjutkan permainan manis itu, terjebak dalam keasyikan yang hanya mereka berdua yang mengerti. Kecupan demi kecupan terasa begitu berarti, seolah-olah mengikat mereka dalam satu kesatuan.
“Rian, ini momen terbaik yang pernah aku alami,” Lily berbisik, merasa nyaman dalam pelukan Rian.
“Dan aku tidak ingin mengakhirinya. Kita bisa terus begini,” balas Rian, merasakan ikatan yang semakin kuat di antara mereka.
Keduanya melanjutkan permainan mereka, menikmati setiap detik yang ada, merasakan cinta dan keinginan yang tak terungkapkan. Dalam momen-momen ini, semua masalah dunia luar seakan menghilang, dan hanya ada mereka berdua yang ada di dalam kamar tersebut.
Setelah beberapa saat, Lily tersenyum, “Tapi kita harus keluar juga, kan? Biar orang lain tahu kita ada di sini.”
“Baiklah, kita bisa keluar, tapi hanya jika kamu janji untuk terus menemaniku,” Rian menggoda, mencubit lembut pipi Lily.
“Ya, pasti! Kita kan sudah sepakat,” jawab Lily, bersiap untuk mengenakan pakaian.
Dengan satu terakhir ciuman, mereka berdua akhirnya bersiap untuk keluar, namun masih membawa kehangatan dan kebahagiaan dari momen yang baru saja mereka alami. Keduanya tahu, ini hanyalah awal dari petualangan mereka selanjutnya, dan mereka tidak sabar menunggu apa yang akan terjadi berikutnya.
Mereka berdua saling tersenyum, membawa semangat baru untuk menjalani hari, dengan harapan dan impian yang terus menyala di dalam hati mereka.