🔥Bocil dilarang mampir, dosa tanggung masing-masing 🔥
———
"Mendesah, Ruka!"
"El, lo gila! berhenti!!!" Ruka mendorong El yang menindihnya.
"lo istri gue, apa gue gak boleh pakek lo?"
"El.... kita gak sedekat ini, minggir!" Ruka mendorong tubuh El menjauh, namun kekuatan gadis itu tak bisa menandingi kekuatan El.
"MINGGIR ATAU GUE BUNUH LO!"
———
El Zio dan Haruka, dua manusia dengan dua kepribadian yang sangat bertolak belakang terpaksa diikat dalam sebuah janji suci pernikahan.
Rumah tangga keduanya sangat jauh dari kata harmonis, bahkan Ruka tidak mau disentuh oleh suaminya yang merupakan Badboy dan ketua geng motor di sekolahnya. Sementara Ruka yang menjabat sebagai ketua Osis harus menjaga nama baiknya dan merahasiakan pernikahan yang lebih mirip dengan neraka itu.
Akankah pernikahan El dan Ruka baik-baik saja, atau malah berakhir di pengadilan agama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Punya hubungan apa lo sama El?" tanya Melodi dengan nada penuh selidik, alisnya terangkat seperti detektif yang hampir memecahkan kasus besar.
Ruka, yang sudah muak dengan pertanyaan yang sama sejak tadi pagi, hanya mendengus. Ia menatap Melodi dan gengnya dengan tatapan datar, lalu menjawab ketus, "Kacung sama majikan!"
Tanpa memberi mereka waktu untuk merespons, Ruka berlalu begitu saja, meninggalkan Melodi dan teman-temannya yang masih terpaku, mulut mereka terbuka karena kaget. Bisik-bisik kembali terdengar di belakangnya, tapi Ruka sudah terlalu lelah untuk peduli.
Begitu sampai di kelas, dia langsung menjatuhkan diri ke bangkunya, tubuhnya terasa berat seolah habis lari maraton. "Sialan banget tuh orang," gumamnya pelan sambil memijat pelipisnya.
Ruka mengibas-ngibaskan tangannya untuk mencari angin, meski jelas-jelas kelasnya ber-AC. Namun, rasa panas yang merambat di tubuhnya bukan karena suhu ruangan, melainkan emosi yang memuncak sejak pagi tadi.
Sahabatnya, Hana, yang duduk di sebelah, menatapnya dengan bingung. "Lo kenapa?"
"Dikejar Anjing gila!" jawab Ruka dengan nada penuh frustrasi.
Hana tersedak air minumnya. "Hah?! Anjing gila? dimana, disekolah?"
Ruka menghela napas panjang, menyadari betapa absurdnya jawabannya tadi. Ia melirik Hana yang kini menatapnya dengan ekspresi horor bercampur penasaran.
"Bukan anjing beneran, Hana," jelas Ruka akhirnya sambil memijat pelipisnya. "Gue ngomongin si El, kelakuannya gak jauh beda sama anjing gila." bohongnya, tidak mungkin dia akan jujur tentang statusnya kini yang sudah menjadi istri dari orang yang ia sebut dengan, Anjing gila.
"El? Maksud lo—El Zio? Ketua Speed Demons?"
Ruka mengangguk malas sambil mengibaskan tangannya seolah mengusir angin. "Iya, siapa lagi? Kelakuannya makin gak manusiawi aja belakangan ini."
"Tapi kenapa lo ngomongin dia kayak gitu? Lo gak takut dia denger?" Hana mencondongkan tubuhnya, suaranya mengecil seperti tengah membisikkan gosip rahasia. "El kan terkenal gak punya toleransi sama orang yang berani ngata-ngatain dia."
Ruka mendengus. "Kalau gue takut sama dia, gue udah pindah planet dari kemarin, Han. Lagian, dia gak ada di sini kan? Jadi aman."
Namun, sebelum Ruka sempat menikmati rasa lega karena obrolan ini akan segera berlalu, suara berat yang sangat dikenalnya terdengar dari arah pintu kelas. "Siapa bilang gue gak ada di sini?"
Ruka menoleh cepat, dan di sana berdiri El, bersandar santai di pintu dengan seringai khas yang membuat siapa pun merasa seperti sedang dipermainkan.
Hana buru-buru menegakkan punggungnya, wajahnya pucat seketika. "Gue inget gue ada tugas, bye!" bisiknya, sebelum dengan gesit kabur meninggalkan Ruka sendirian menghadapi El.
"Lo denger semuanya?" tanya Ruka, mencoba terdengar santai meski detak jantungnya berpacu.
El melangkah masuk, tangannya dimasukkan ke saku celana. "Semua? Gak perlu dengar semuanya buat tau kalau lo ngomongin gue, kan? Tapi gue tertarik sama satu hal, tuh. Anjing gila?"
Ruka menatapnya dengan tatapan datar. "Kalau lo suka, pake aja buat ganti nama geng lo." jawabnya ketus.
El terkekeh kecil, tapi ada kilatan di matanya yang membuat Ruka menyesal dengan jawabannya. Ia berhenti di depan meja Ruka, lalu mencondongkan tubuhnya hingga wajah mereka berjarak sangat dekat.
"Lo lupa satu hal, istriku," bisiknya pelan tapi cukup untuk membuat jantung Ruka berhenti berdetak. "Anjing gila biasanya menggigit."
Ruka menelan ludah, lalu berusaha menguasai diri. "Gue gak takut digigit. Lo cuma... sok gahar, padahal—"
Sebelum Ruka sempat menyelesaikan kalimatnya, El menarik kursi di sebelahnya dan duduk. Dengan santai, ia menyandarkan tubuhnya sambil mengangkat satu kaki ke atas meja, menarik perhatian seluruh kelas.
"Kita lihat aja nanti di rumah." ucapnya sambil tersenyum sinis.
Ruka memejamkan mata, merasa hari ini akan jadi lebih panjang daripada yang ia harapkan.
***
Helaan napas panjang Ruka yang terus berulang sejak tadi membuat Hana, sahabat setianya, akhirnya ikut mendesah frustrasi. Gadis itu menatap Ruka dengan ekspresi campuran iba dan penasaran.
"Ruka, lo sebenarnya ada salah apa sih sama El, sampai dia segitunya ngejar lo?" Hana memiringkan kepalanya, mencoba memahami situasi pelik sahabatnya.
Ruka menatap lurus ke depan, wajahnya dipenuhi kelelahan mental. "Entahlah, Han," jawabnya malas, sambil menopang dagu dengan tangan. "Gue udah mikir dari seminggu yang lalu, tapi gak nemu jawaban sama sekali."
"Lo yakin gak pernah nginjek kakinya? Nyenggol motornya? Atau, jangan-jangan, lo ngehina dia depan publik?"
Ruka langsung menoleh tajam ke arah Hana. "Han, gue gak sebodoh itu, oke? Kalau pun gue ngelakuin sesuatu, pasti gue inget. Tapi ini enggak." Ruka kembali mendesah, "salah satu penyebab utamanya ya, karena gue setuju nikah sama dia." lanjut Ruka dalam hati, menutupi akar permasalahan.
Hana terdiam sebentar, matanya menyipit seolah sedang menganalisis sesuatu. Lalu, tiba-tiba ia tersenyum lebar. "Gue tahu jawabannya."
"Apaan?" Ruka mendongak, berharap Hana benar-benar menemukan sesuatu yang masuk akal.
"Dia suka sama lo."
Ruka langsung memutar bola matanya dengan dramatis. "OMG, Han. Kita lagi ngomongin El Zio, bad boy yang hidupnya cuma soal motor, masalah, dan cewek-cewek fanatiknya. Mana mungkin dia suka sama gue?!"
"Eh, cinta itu misterius, sayang. Kadang orang yang paling gak lo sangka justru yang paling suka. Lagian, lo cantik, pintar, dan Ketua Osis pula. Siapa yang gak jatuh hati?"
"Tolong simpan teori absurd lo itu," balas Ruka dengan nada jengkel sambil mengetuk-ngetuk meja lalu keningnya berulang-ulang. "amit-amit, El gak mungkin suka gue."
"Terus apa dong? Udah jelas dia lagi nyari perhatian sama lo. Masuk akal banget."
Ruka membuka mulut hendak membalas, namun suaranya terhenti ketika suara berat yang sangat dikenalnya memotong percakapan mereka.
"Eh, kalian lagi ngomongin apa sih? Serius amat mukanya."
Diego, wakil ketua OSIS, muncul dengan senyum ramah. Tubuhnya yang tinggi dan sikap tenangnya selalu memberi kesan seorang kakak yang bertanggung jawab. Hari ini, seusai jam sekolah, memang ada jadwal untuk rapat bulanan OSIS, dan Diego sudah siap dengan buku catatannya.
"Gak ada apa-apa, Di. Hana aja yang suka ngomong ngawur," jawabnya sambil melirik tajam ke arah sahabatnya, berharap Hana mengerti bahwa ini bukan saatnya bercanda.
"Iya, kita lagi bahas soal pacar halu gue, opa Min Yoon-gi," katanya, jelas mengada-ada.
Diego terkekeh kecil, "ngehalu aja lo kerjaannya, gimana persiapan rapat hari ini?"
"Rebes pak Bos!" Hana dengan percaya diri menyerahkan laporannya. Sebagai bendahara, meskipun dari luar ia terlihat lemot dan sering bercanda, begitu menyentuh urusan angka dan uang, hitungannya selalu detail dan teliti.
Rapat bulanan OSIS akhirnya dimulai setelah semua anggota berkumpul di ruang rapat. Ruka sebagai ketua OSIS berdiri di depan, membuka rapat. Sementara Diego, membuka map laporan yang sebelumnya diserahkan Hana. Dengan tenang, dia memindai beberapa halaman, lalu tersenyum puas.
"Wah, rapi banget, Han. Kalau lo gini terus, gue rasa OSIS gak akan pernah khawatir soal keuangan,"puji Diego sambil menoleh ke arah Hana.
Hana menyeringai penuh kemenangan, menepuk dadanya dengan bangga. "Tentu saja! Lo pikir gue bendahara abal-abal? Gue ini bendahara dengan tingkat akurasi setara kalkulator!"
"Yakin akurat? Jangan-jangan ada pemasukan tambahan yang gak dicatat, kayak uang titipan buat beli snack lo?"
"Hei! Itu fitnah!" Hana pura-pura tersinggung sambil menunjuk Ruka dengan penuh drama. "Semua transaksi tercatat, bahkan uang seribu perak pun gue laporin!"
Ruka terkekeh, suka sekali menjahili temannya. "Sekarang kita bahas program kerja untuk acara HUT SMA Bimantara bulan depan. Ada ide yang mau diajukan?"
Salah satu anggota, Rizal, mengangkat tangan. "Gimana kalau kita adain acara charity? Mungkin bazar buku bekas atau makanan?"
Ruka mengangguk sambil mencatat. "Ide bagus. Ada yang mau tambahin?"
Hana langsung mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Kita bikin bazar dan panggung pentas seni seperti tahun-tahun sebelumnya aja, tapi khusus untuk tahun ini kita perlu undang ayang gue, Min Yoon-gi, biar makin meriah." usul Hana sambil nyengir lebar.
"Halu lo!" Ruka mendesah sambil menepuk dahinya. "Tolong, jangan libatkan gue di rencana absurd ini. Gue udah cukup sibuk ngurusin program yang lain."
"Sibuk ngurus program atau sibuk ngurusin 'anjing gila' lo?" bisik Hana dengan nada jahil, membuat Ruka hampir tersedak udara.
Baru saja disebut julukan keramat itu, sebuah notifikasi pesan singkat masuk ke ponsel Ruka.
Anjing Gila
Gue di depan ruang Osis, keluar buruan. Jangan bikin gue nunggu.
Ruka
Gue masih rapat, lo balik aja sendiri.
Anjing Gila
Lo lupa malam ini ada janji makan malam sama nyokap gue? Keluar sekarang gak? Atau gue tarik lo dari dalam.
Ruka menghela nafas berat, tak punya pilihan lain dia harus keluar sebelum Anjing Gila diluar sana ngamuk.
"Guys, kayaknya gue pamit duluan deh. Ada urusan mendadak." Ia berpamitan lalu gegas membereskan barang-barangnya.
"Heh, rapat belum kelar, masa lo tinggal?"
"Sorry banget, Han, beneran nyokap gue minta gue dateng. Takut ada apa-apa." bohongnya, "ma, maaf banget, Ruka terpaksa bawa-bawa mama buat bohong." gumamnya dalam hati.
"Ya udah, hati-hati Ruka. Urusan Osis biar gue yang urus." sahut Diego.
"Thanks, Di." setelah berterimakasih, Ruka berjalan menuju pintu ruang OSIS dengan langkah berat. Begitu membuka pintu, dia menemukan El Zio bersandar santai di motor hitamnya, lengkap dengan helm di tangannya. Mata tajamnya langsung mengunci pada Ruka.
"Lama banget, gue udah hampir jamuran nungguin lo," katanya dengan nada penuh tuntutan.
"Ribet lo," balas Ruka sambil melipat tangan di depan dada. "Kenapa lo gak tunggu di rumah aja?" Ruka mendesah panjang. "Gue lagi rapat OSIS, El. Gue gak bisa ninggalin semuanya gitu aja cuma buat makan malam formal."
El melangkah mendekat, memberikan helm kepada Ruka. "Kalau lo gak ikut gue sekarang, gue masuk ke ruang OSIS itu, gue tarik lo keluar di depan semua orang."
"Lo gak akan berani."
"Mau coba?" El mengangkat bahu santai.
Dengan berat hati, Ruka akhirnya menerima helm itu. Sambil mengenakannya, dia menggerutu pelan. "Gue bener-bener nyesel pernah setuju sama pernikahan ini."
Mereka berdua naik ke motor, meninggalkan sekolah di tengah kerumunan siswa yang semakin penasaran. Hana yang mengintip dari jendela ruang OSIS hanya terkekeh sambil bergumam. "Fix, ini drama paling seru sepanjang sejarah Bimantara."
Bersambung...