Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus bagaimana?
Naya menggenggam benda persegi panjang berwarna biru di tangannya dengan erat. Dia masih takut untuk melihat apa hasil yang tertera di dalam beda itu. Tapi perasaannya seolah sudah meracuni pikirannya. Naya sudah sangat ketakutan dengan apa yang ia rasakan pada tubuhnya saat ini.
Setelah kemarin dia mual mencium bau soto yang notabennya begitu ia sukai. Tadi malam saat pulang kerja, dia mual hanya dengan mencium bau minyak gosok milik Ayahnya.
Belum lagi tadi pagi sebelum berangkat kerja Naya mengalami mual yang begitu parah sampai badannya terasa begitu lemas.
Jadi tadi saat berangkat kerja, Naya menyempatkan diri untuk membeli alat penguji kehamilan di apotek dekat rumah sakit.
Dan saat ini, Naya masih terjebak di dalam toilet untuk memastikan apa yang terjadi pada tubuhnya itu.
Tangannya yang gemetar itu mulai bergerak terbuka dengan perlahan. Pertama yang Naya lihat adalah satu garis yang begitu jelas berwarna merah.
Deg...
Tes...
Air mata Naya jatuh karena dia melihat satu garis lagi di samping garis yang begitu jelas itu. Meski agak sedikit samar, tapi Naya tau betul apa arti garis itu.
"Nggak mungkin!" Lirihnya diiringi dengan air mata dari kedua matanya yang meluncur bebas.
"Ini nggak mungkin!" Naya menyentuh perutnya.
Dia masih tak percaya jika dirinya benar-benar hamil. Pasalnya dia yakin saat melakukannya dengan Hesa, dia tidak di dalam masa subur.
Tapi hasil testpack itu serta gejala yang di alami Naya, juga dia baru ingat kalau bulan lalu ternyata dia tidak datang bulan sama sekali setelah melakukannya dengan dokter Hesa. Semua itu benar-benar mematahkan teori Naya.
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Aku tidak mungkin menerima pinangan dokter Hesa. Aku tidak mau menghancurkan masa depannya hanya karena anak ini. Dia orang kaya dan juga orang hebat, aku tidak mau kehadiran ku dan anak ini justru menghalangi karirnya"
"Aku juga tidak mau terikat dengan dokter Hesa hanya karena anak dalam kandungan ku ini. Aku tidak mau menjalani rumah tangga tanpa cinta. Sudah cukup aku hidup tanpa kasih sayang dari Ayah dan Ibu, aku tidak mau lagi berada di sisi pria yang tidak mencintaiku" Naya mengusap air matanya yang begitu deras.
Kenyataan yang baru saja ia dapat tentu saja meruntuhkan dunianya.
"Sayang, kamu tenang aja. Mama akan membesarkan mu meski tanpa Papa. Mama nggak mau menjadi penghambat masa depan Papa kamu" Naya mengusap perutnya dengan lembut untuk pertama kali setelah ia tau jika ada benih dokter Hesa yang tumbuh di dalam sana.
Entah mengapa sisi keibuan Naya juga langsung muncul, dia menyayangi janinnya itu dengan begitu dalam.
Tapi kini Naya harus memikirkan bagaimana dia harus menyembunyikan kehamilannya itu dari Hesa. Semakin lama perutnya pasti akan semakin besar. Jalan satu-satunya tentu dia harus keluar dari sana.
"Tinggal satu Minggu lagi gajian, setelah itu aku akan mengundurkan diri dari sini"
Tekad Naya sudah bulat, dia akan membesarkan anak itu sendiri meski tanpa ikatan pernikahan dan tanpa memberitahu Hesa tentang kehamilannya.
Mungkin banyak yang menganggap Naya keras kepala dan juga bodoh. Tapi dari dulu Naya selalu mengharapkan pernikahan sempurna, hidup bahagia dan saling mencintai dan tanpa keterpaksaan di dalamnya. Dan menurut Naya dia tidak mungkin mendapatkan itu semua dari Hesa.
Naya keluar dari kamar mandi tepat sebelum pergantian shiftnya di mulai. Dia mencoba untuk merubah suasana hatinya itu saat bekerja agar semua berjalan dengan lancar.
Saat waktu istirahat tiba, Gisel pasti akan menghampirinya untuk makan siang jika Naya bekerja di shift pagi bersamaan dengan Gisel.
Sekarang mereka hanya duduk berdua sedangkan Rendra belum datang karena dia mendapat jadwal jaga malam. Sedangkan Hesa, pria itu baru saja duduk saat Naya membawa makanan miliknya dan Gisel.
Pria itu juga sudah membawa makanan sendiri yang ia pesan di counter lain.
"Kok tumben kamu pesan bakso tanpa mie Nay? Kaya Kakak aja!" Celetuk Gisel yang melihat Naya hanya memesan bakso tanpa tambahan mie di dalamnya. Hal itu membuat Hesa menoleh ke arah Naya.
Naya juga baru sadar dengan apa yang ia pesan ternyata mirip dengan yang sering Hesa pesan. Pria itu bahkan hampir setiap hari makan bakso tanpa mie sedangkan hari ini Hesa memilih gado-gado sebagai menu makan siangnya.
"I-iya lagi pingin aja" Gugup Naya. Mungkin itu adalah keinginan dari jabang bayi yang menginginkan makanan kesukaan Papanya.
"Bukan cuma Kakak aja yang suka bakso tanpa mie. Biarkan Naya makan jangan ganggu dia" Tegur Hesa pada adiknya.
"Yee kan cuma nanya!" Gisel merenggut menatap Kakaknya itu.
Naya pun mulai memakan bakso dengan kuah panas itu. Meniupnya sebentar kemudian menyeruputnya dengan pelan.
Rasanya puas sekali setelah merasakan segarnya kuah bakso yang ia dambakan sejak tadi. Dia memang sudah mengidam-idamkan bakso itu sejak jam sepuluh pagi tadi.
Tapi selera Naya pada bakso itu langsung hilang saat dia tak sengaja menatap gado-gado milik Hesa. Segarnya sayur di siram dengan saus kacang, juga taburan kerupuk udang di atasnya membuat air liur Naya menggenang di dalam mulutnya.
"Nay, kenapa? Kamu pingin gado-gado Kak Hesa?" Gisel tampaknya menyadari tatapan Naya tertuju ke mana.
"Eh, e-enggak kok Sel"
Naya menjadi gugup karena aksinya itu ketahuan oleh Gisel. Apalagi kini Hesa juga turut menatapnya.
Dia menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan Hesa. Namun dia hanya mengaduk baksonya saja karena tiba-tiba sudah tak berselera.
"Apa ini yang dinamakan ngidam?" Naya bertanya dalam hati.
Hingga dia merasakan pergerakan di depannya. Piring gado-gado milik Hesa tadi juga sudah pindah ke hadapannya.
"Makanlah, saya baru makan sesuap dan ini sendoknya juga sudah saya ganti. Mau pesan lagi juga sudah habis karena kata penjualnya ini yang terkahir" Ucap Hesa dengan lembut.
Naya amat sangat terkejut bahkan lebih dari terkejut dengan apa yang Hesa lakukan termasuk Gisel yang masih melongo menatap Kakaknya.
"T-tapi dokter..."
"Sudah makan saja, biar saya yang makan bakso kamu" Tanpa menunggu persetujuan Naya, Hesa langsung mengambil mangkuk bakso milik Naya.
"Kalian apaan sih? Waktu itu sharing minuman, sekarang tukeran makanan. Kalian pacaran ya?" Selidik Gisel membuat Naya gelagapan.
Tentu saja Gisel berpikir ke sana karena tingkah Kakaknya itu sangat di luar nalar menurutnya. Di mata Gisel, Kakaknya itu adalah orang yang higienis dan selalu menutup diri pada orang yang tidak terlalu dekat dengannya. Tapi dengan Naya?
"Naya itu sudah Kakak anggap kaya kamu. Jadi jangan mikir macam-macam!" Hesa menyentil dahi adiknya.
"Makanlah!" Hesa beralih pada Naya.
"I-iya dokter terimakasih"
Naya mantap aneh pada Hesa yang tanpa rasa jijik memakan bakso milik Naya tadi. Dan tanpa sadar, di bawah meja, Naya mengusap perutnya dengan lembut seolah sedang menunjukkan perhatian yang di berikan oleh Papa dari si jabang bayi.
tapi pasti mamas dokter bisa bungkam mulut mereka.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Tapi itulaa n̈amanya pengikat kasih sayang ♥️♥️♥️♥️♥️