Lunara Ayzel Devran Zekai seorang mahasiswi S2 jurusan Guidance Psicology and Conseling Universitas Bogazici Istanbul Turki. Selain sibuk kuliah dia juga di sibukkan kerja magang di sebuah perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI.
Ayzel yang tidak pernah merasa di cintai secara ugal-ugalan oleh siapapun, yang selalu mengalami cinta sepihak. Memutuskan untuk memilih Istanbul sebagai tempat pelarian sekaligus melanjutkan pendidikan S2, meninggalkan semua luka, mengunci hatinya dan berfokus mengupgrade dirinya. Hari-hari nya semakin sibuk semenjak bertemu dengan CEO yang membuatnya pusing dengan kelakuannya.
Dia Kaivan Alvaro Jajiero CEO perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI. Kelakuannya yang random tidak hanya membuat Ayzel ketar ketir tapi juga penuh kejutan mengisi hari-harinya.
Bagaimana hari-hari Ayzel berikutnya? apakah dia akan menemukan banyak hal baru selepas pertemuannya dengan atasannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12. Perubahan sikap Ayzel pada Alvaro
Ayzel menggelengkan kepalanya melihat tingkah atasannya tersebut, CEO dengan karakter alpha man yang terkenal tegas, dingin, cuek dengan segala pesona ketampanannya itu baginya adalah toddler yang terjebak dalam tubuh dewasa.
“Ze ... “ Alvaro berjalan mendekat ke meja Ayzel.
“Perlu sesuatu?” Ayzel tetap fokus membuat MOU sambil melihat sebentar kearah Alvaro.
“Butuh kamu,” kekeh Alvaro yang sudah duduk di hadapan Ayzel.
“Ini,” Ayzel dengan tetap pada fokusnya memberikan kaca dan menaruhnya di hadapan Alvaro. Entah apa maksudnya memberikan kaca pada atasannya tersebut.
“Saya tahu saya tampan Ze,” dengan narsisnya Alvaro berkaca sambil memuji dirinya sendiri.
“Kalau cantik justru aneh,” berbeda dengan dulu. Saat ini Ayzel menanggapi kerandoman Alvaro dengan jawaban datar.
“Cantik itu kamu Ze,” lagi-lagi Alvaro melakukan serangan. Entah sudah ke berapa kali pagi ini dia terus berusaha membuat Ayzel agar bersikap seperti sebulan yang lalu.
“Silahkan di baca. Kalau masih ada yang perlu di tambahkan akan saya rubah,” Ayzel memberikan MOU yang baru saja selesai dia cetak.
“Lukamu bagaimana?” Alvaro bertanya padanya saat melihat plester yang ada pada lengan kiri Ayzel saat lengan bajunya tidak sengaja tersingkap. Dia ingat kalau Ayzel terluka saat kemarin mereka bertabrakan di loby.
“Tidak apa-apa. Sudah diobati,” Ayzel segera membenarkan lengan bajunya yang tidak sengaja tersingkap saat memberikan MOU pada Alvaro.
Alvaro tidak kembali ke mejanya, dia tetap di sana membaca dengan teliti. Ayzel menggelengkan kepala melihat atasannya yang tetap duduk pada kursi yang ada di depan mejanya. Mereka akan ngobrol dengan hangat jika itu sebulan lalu, tapi berbeda dengan saat ini. Ayzel hanya sesekali menanggapi kerandoman Alvaro dengan jawaban singkat. Alvaro merasakan perubahan itu, bahkan saat mereka duduk berhadapan, tak sekalipun Ayzel saat ini melihatnya dengan tatapan teduh seperti dulu.
“Aku ingin melihatmu seperti saat itu Ze,” gumam Alvaro lirih. Ayzel sebenarnya masih bisa mendengarnya, tapi dia memilih untuk tetap fokus dengan apa yang dia kerjakan saat ini.
Suasana menjadi hening setelah itu, sampai pak Kim masuk ke dalam ruangan untuk membahas kerjasama dengan klien mereka yang sebentar lagi akan datang.
“Saya tidak menggangu kan?” suara pak Kim mengalihkan atensi dua orang yang sedang sibuk dengan pikiran dan pekerjaan masing-masing.
“Tidak pak Kim. Silahkan jika ingin bicara dengan pak Alvaro,” Ayzel pamit keluar untuk ke ruangan Athaya karena ada beberapa hal yang harus di bicarakan dengan pimpinan HRD tersebut.
“Ze. Bisa pinjam ipadnya? Saya lupa bawa,” Ayzel mengambil ipad dengan layar yang retak karena jatuh kemarin pada Alvaro sebelum dia berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.
“Anaknya sudah pergi masih juga di liatin,” ujar pak Kim yang melihat Alvaro melihat Ayzel pergi menuju ruangan Athaya.
“Sikapnya yang dulu lebih hangat,” Alvaro menghembuskan napasnya kasar.
“Lebih baik jangan kalau kamu hanya penasaran. Dia bukan Naima,” pak Kim tahu kenapa Ayzel bisa membuat semua atensi Alvaro beralih padanya. Meskipun Ayzel hanya duduk diam tanpa bicara, bagaimanapun dia sudah mengenal Alvaro lama.
Alvaro tidak merespon ucapan pak Kim, dia justru mengalihkan pembicaraan dengan membahas kerjasama yang akan di lakukannya dengan perusahaan Tech Startup Althan. Sementara pak Kim hanya bisa menggelengkan kepalanya, semoga saja Alvaro benar tertarik dengan Ayzel bukan karena penasaran.
Ayzel sudah berada di ruangan Athaya dengan wajah yang sedikit di tekuk, dia merebahkan kepalanya di meja Athaya. Karena si pemilik ruangan sedang ke toilet.
“Bagaimana ceritanya dari dua minggu jadi tiga bulan?” tanya Athaya pada Ayzel, pak Kim sudah memberitahunya kalau Ayzel menyetujui permintaan Alvaro untuk menjadi asistennya selama tiga bulan. Sampai dia mendapatkan asisten baru.
“Karena tidak mau berdebat panjang lebar dengannya,” walaupun sebenarnya salah satu alasan menyetujui Alvaro karena ipadnya yang retak. Selain itu dia berencana menggunakan aplikasi untuk memantau kondisi kliennya, hal tersebut butuh biaya.
Pembicaraan Ayzel dengan Athaya menjadi lebih serius saat Ayzel mengataka tentang pekerjaan, dia memberitahu Athaya tentang jam praktiknya. Agar dua-duanya bisa saling menyeimbangkan, Ayzel mengajukan pembagian waktu kerjanya pada Athaya.
Ayzel akan ada di Jaziero Tech empat hari dalam seminggu dari hari senin sampai dengan kamis, maksimal sampai jam dua belas siang. Selebihnya dia akan berada di pusat konseling Istanbul, dia harus mengejar 100-200 jam sesi konsultasi dengan klien untuk bisa ikut ujian lisensi. Butuh waktu satu hingga dua tahun praktik klinis untuk mendapatkan lisensi, Ayzel berencana memperpendek masa praktiknya. Jadi dia akan lebih sering berada di pusat konseling.
“Okay. Aku berikan pada pak Alvaro nanti setelah kupelajari semuanya,” ujar Athaya.
“Terimakasih. Anda memang yang terbaik,” ucap Ayzel yang di sambut seyum merekah dari Athaya. Ayzel pamit pada Athaya karena harus segera menyelesaikan pekerjaannya, rencananya dia akan makan siang dengan Humey hari ini.
Ayzel kembali keruangannya, di dalam ternyata tidak hanya pak Kim tapi ada satu orang lagi. Alvaro memperkenalkan rekan bisnisnya pada Ayzel, dia adalah pendiri perusahaan Tech Startup seperti Alvaro. Hanya saja perusahaannya di bidang keamanan data.
“Ze. Perkenalkan ini adalah Althan, lengkapnya Althan Malvin Zerrano. Dia yang akan bekerjasama dengan kita untuk keamanan data care clinic,” Alvaro merasa aneh dengan respon Ayzel pada Althan.
“Hallo kak Ze, apa kabar?” Malvin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia sedikit terkejut melihat Ayzel ternyata adalah karyawan seniornya.
“Jadi? Althan atau Malvin?” ucap Ayzel dengan senyum smirk kepada Althan.
“Kalian sudah saling kenal?” Alvaro penasaran melihat interaksi mereka berdua, sementara pak Kim terkekeh melihat Alvaro.
“Jelaskan pada saya nanti setelah urusanmu dengan pak Alvaro selesai, jam dua belas Humey akan kemari” ucap Ayzel halus namun penuh penekanan.
“Baik kak Ze. Tapi jangan bilang Humey dulu,” Ayzel hanya mengangguk.
Mereka kembali pada tujuan utama pertemuan, yaitu membahas tentang kerjasama dua perusahan. Selama meeting Alvaro terus melihat kearah Ayzel maupun Althan, Ayzel sadar dengan tingkah atasannya tersebut. Dalam hati Alvaro dia ingin cepat selasai dan menanyai juniornya, bagaimana dia dan Ayzel bisa saling kenal.
Semua bejalan dengan lancar, baik Jaziero Tech maupun Zerrano Tech hari itu melakukan penandatanganan kerja sama.
“Althan!” ucap Alvaro sambil menatap tajam kearah juniornya, pak Kim terkekeh dengan ulah Alvaro. Sementara Ayzel tidak perduli dan memilih kembali ke mejanya.
“Iya ... iya tuan muda Alvaro. Kak Ze,” Althan memanggil Ayzel yang sudah kembali duduk di tempatnya.
“Hmm ...” Ayzel kembali berdiri dan duduk di sofa yang berhadapan dengan Alvaro maupun Althan.
“Aku minta maaf kak. Tapi bisa minta tolong jangan beritahu Maira dulu?” Alvaro dan pak Kim tetap mendengarkan, meskipun semakin tidak mengerti arah pembicaraan mereka berdua.
“Alasan kuat apa yang bisa membuatku menyetujui permintaanmu Althan? Ah atau Malvin?” tanya Ayzel yang sedang menatap tajam pada Althan.
“Aku ingin kami saling mengenal dengan alami kak. Aku tahu dia kemari karena masih ragu, awalnya aku tidak tahu dia kemari. Aku ke Istanbul murni untuk membahas kerjasama dengan kak Alvaro, kemudian mama bilang Maira juga sedang ada di Turki” jelas Althan pada Ayzel.
“Pertemuan pertama kalian sengaja kamu atur?” Ayzel melihat sorot mata Althan, mencari kejujuran dan ketulusan dari setiap ucapannya.
“Sebelum berangkat kemari aku sempat bertemu dengan bunda(ibu Humey), beliau mengatakan Maira adalah copy paste kak Ze. Kemungkinan besar dia akan ada di restoran dukkan galata karena kakak sering ke sana juga, saat itu aku masih tidak yakin kalau dia ada di sana. Tuhan dan semesta ternyata membantuku, Maira ada di sana sedang menunggumu” Ayzel memang akan bertemu Humey di sana waktu itu.
“Kamu punya pilihan untuk jujur padanya saat ini atau segera kembali ke Indonesia, menanti jawaban dari Humey. Kalian di minta nikah bulan depan jika Humey menerima khitbahmu bukan?” Althan terkejut dengan ucapan Ayzel yang sudah lebih dulu tahu.
“Lusa aku balik ke Indo kak,” Althan ingat tentang ucapan bunda soal Ayzel. Karakter Ayzel sangat kuat mempengaruhi Maira (dalam arti yang positif), pembawaannya yang tenang namun tegas membuat Maira menjadikan kakak sepupunya sebagai trendsetter.
Althan paham mengapa Maira sangat mengagumi kakak sepupunya, bukan hanya Maira. Tapi pria yang duduk di samping Althan saat ini juga sepertinya terkesima dengan Ayzel.
“Hari ini makan sianglah dengan kami. Aku akan membantumu untuk melihat bagaimana perasaannya sebenarnya,” Ayzel sebelumnya memang sudah di beritahu ayah dan bunda Humey tentang Althan dengan semua informasinya. Hanya memang dia belum tahu seperti apa wajahnya, begitupun dengan Humey.
“Jadi di restui?” tanya Althan sedikit takut pada Ayzel.
“Hmm ... selebihnya serahkan pada Allah,” ucap Ayzel sebelum dia kembali ke meja kerjanya. Althan tersenyum lega sampai memeluk Alvaro yang masih bingung.
“Aku pergi dulu, masih ada urusan lain. Ambil kesempatan ini untuk makan siang dengannya,” ucap pak Kim pada Alvaro sambil berjalan keluar dari ruangan mereka.
Alvaro menatap tajam Althan, menuntut penjelasan karena masih bingung. Althan mulai menjelaskan bahwa dia dan adik sepupu Ayzel di jodohkan, keluarga menginginkan mereka menikah bulan depan. Seharusnya Maira hadir dalam pertemuan ke dua keluarga saat itu. Tapi dia justru kabur ke Turki menemui Ayzel dengan dalih liburan dan masih di Istanbul sampai hari ini.
“Plot twist sekali kisah kalian,” Alvaro terkekeh.
Siang itu mereka makan siang bersama dengan Alvaro yang ikut, Humey tentu heran kenapa Malvin keluar dari tempat Ayzel bekerja. Sebelumnya Althan minta pada Alvaro untuk memanggilnya dengan sebutan Malvin, karena Humey belum tahu kalau dia adalah calon suaminya.
“Kak Malvin kenapa bisa keluar dari kantormu kak,” tanya Humey yang penasaran.
“Perusahaan Malvin bekerjasama dengan perusahaan pak Alvaro. Dia juga juniornya Alvaro,” Ayzel tersenyum lembut dan mengusap puncak kepala Humey yang tertutup hijab.
Alvaro tak melepaskan pandangannya dari Ayzel, dia melihat perempuan cantik itu dari kaca mobil. Sesekali dia menengok kebelakang, Alvaro terkesima dengan perlakuan Ayzel pada Humey.
“Tidak bisa ... ini tidak bisa, aku tidak kuat jika lebih lama lagi. sia terlalu menggemaskan” batin Alvaro saat melihat senyum menghiasi sudut bibir Ayzel.
“Bang ... bang Kim Roan, carikan semua informasi tentang Ayzel secepatnya” pinta Alvaro pada pak Kim, asisten yang sudah dianggapnya sebagai kakak.
“Kerasukan setan mana Al?” balas pak Kim pada Alvaro, pasalnya dia meragukan perasaan Alvaro pada Ayzel.
“Serius Kim Roan!!”
“Iya ... iya aku carikan sekarang,” pak Kim berharap Alvaro kali ini benar-benar serius. Dia akan melakukan apapun untuk membantu Alvaro untuk dekat dengan Ayzel, sama halnya dengan Athaya karena pak Kim juga menyukai cara kerja dan kepribadian Ayzel.