NovelToon NovelToon
Tomodachi To Ai : Vampir Dan Serigala

Tomodachi To Ai : Vampir Dan Serigala

Status: sedang berlangsung
Genre:Akademi Sihir / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: BellaBiyah

Masih belajar, jangan dibuli 🤌

Kisah ini bermula saat aku mengetahui bahwa kekasihku bukan manusia. Makhluk penghisap darah itu menyeretku ke dalam masalah antara kaumnya dan manusia serigala.

Aku yang tidak tahu apa-apa, terpaksa untuk mempelajari ilmu sihir agar bisa menakhlukkan semua masalah yang ada.

Tapi itu semua tidak segampang yang kutulia saat ini. Karena sekarang para Vampir dan Manusia Serigala mengincarku. Sedangkan aku tidak tahu apa tujuan mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25

Aku berdiri diam, memproses setiap kata yang baru saja keluar dari mulut Aleister. Kebingungan dan kemarahan bersatu dalam hatiku, menciptakan perasaan yang begitu berat hingga sulit bagiku untuk bernapas. Dia memandangku dengan kesedihan di matanya, tetapi saat ini aku tidak bisa merasa kasihan padanya.

"Jadi, kau pikir dengan mengejarku dalam kehidupan ini, dengan segala sihirmu, kau bisa menebus kesalahanmu di masa lalu?" tanyaku, suaraku bergetar. "Apa aku hanya kelanjutan dari apa yang tidak selesai di kehidupan sebelumnya?"

Aleister menundukkan kepalanya, suaranya hampir berbisik, "Zara, aku tidak ingin kau berpikir seperti itu. Aku mencintaimu di kehidupan ini, bukan hanya karena siapa kau sebelumnya, tapi siapa kau sekarang."

Aku tertawa kecil, namun tidak ada humor di baliknya. "Kau mencintaiku karena aku adalah reinkarnasi dari cinta lamamu, Aleister. Bagaimana bisa aku merasa bahwa cinta ini nyata jika aku tahu kau mengejarku dari kehidupan yang lalu? Seolah-olah aku tidak pernah benar-benar memiliki diriku sendiri, karena seluruh eksistensiku dibayangi oleh seseorang yang bahkan tidak kuingat."

Dia tampak putus asa, tidak tahu harus berkata apa. "Zara, aku tidak pernah bermaksud menyakiti atau membebani hidupmu dengan masa laluku. Aku hanya ingin kita bisa bersama lagi... dalam kehidupan yang lebih baik."

Aku terdiam, kata-katanya berputar di benakku. Satu bagian dari diriku ingin percaya bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari kehidupan ini, bahwa cintanya tulus terlepas dari semua yang terjadi. Namun, bagian lain dari diriku merasa terluka, merasa seperti aku hanya perpanjangan dari cerita yang tidak pernah selesai di masa lalu.

"Aleister, aku tidak tahu bagaimana harus melanjutkan," kataku akhirnya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa terus bersamamu setelah mengetahui semua ini. Tidak hanya tentang siapa aku dulu, tapi juga tentang bagaimana kau memilih untuk tidak jujur kepadaku sejak awal."

Air mata kembali mengalir di pipiku, dan aku menghapusnya dengan cepat. "Aku membutuhkan waktu untuk berpikir... tentang kita, tentang semuanya."

Aleister tampak patah hati, tapi dia mengangguk. "Aku mengerti. Aku hanya ingin kau tahu, Zara, bahwa aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu, dalam kehidupan ini atau yang lain."

Aku menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikiranku yang berputar. "Aku hanya ingin tahu bahwa cintamu pada *aku*, Zara yang ada di kehidupan ini, nyata. Bukan karena siapa aku dulu, bukan karena seorang gadis yang sudah mati."

Dengan perasaan berat, aku melangkah keluar dari rumah. Pikiran-pikiran yang berlarian di kepalaku begitu kacau, aku tidak tahu bagaimana merapikannya. Jalan ke depan tampak suram, tapi aku tahu bahwa aku perlu waktu untuk menemukan jawabanku sendiri—jawaban yang hanya aku yang bisa temukan.

Aku menyesap teh yang disediakan Gerda, mencoba menenangkan diri sebelum menjalani apa yang mungkin akan menjadi pengalaman paling mendalam dalam hidupku. Jantungku masih berdegup kencang, sementara pikiran tentang siapa aku di masa lalu terus berputar di benakku. Reinkarnasi, kenangan, dan cinta yang terjalin di antara dua kehidupan terasa seperti beban yang begitu berat. Aleister telah menyembunyikan begitu banyak hal dariku, dan aku merasa tertipu.

Pemimpin Brittany duduk di seberangku, menatapku dengan pandangan yang penuh perhatian. "Regresi ini bisa mengungkap banyak hal, Zara," katanya dengan lembut. "Tapi ingat, apa yang kita lihat tidak selalu mudah diterima. Kenangan masa lalu bisa memberikan pemahaman, tapi juga bisa membawa rasa sakit. Apakah kamu siap untuk menghadapi kebenaran apa pun yang akan muncul?"

Aku mengangguk perlahan, meski di dalam diriku masih ada rasa ragu. "Aku harus tahu," jawabku. "Apa pun kebenarannya, lebih baik aku tahu daripada terus hidup dalam bayang-bayang kebohongan."

Gerda mendekat dan menaruh tangannya di pundakku, memberi isyarat untuk mulai bersiap. "Regresi ini akan membawa kita ke masa lalu, melewati tirai kehidupan ini. Kau akan dibimbing, tapi kau juga harus membiarkan dirimu terbuka untuk apa pun yang akan datang."

Aku berbaring di atas kursi panjang yang ada di ruangan itu, berusaha mengatur napas, sementara pemimpin Brittany mulai mengucapkan mantra yang menenangkan. Aku merasakan tubuhku semakin rileks, dan suara-suara di sekelilingku mulai memudar.

"Fokus pada pernapasanmu, Zara," suara lembut Brittany terdengar samar. "Biarkan dirimu tenggelam lebih dalam. Sekarang bayangkan dirimu berjalan di sepanjang jalan yang gelap. Di ujungnya ada pintu. Di balik pintu itu, adalah kenanganmu dari kehidupan yang lampau. Saat kau siap, buka pintu itu."

Dalam pikiran, aku mengikuti instruksinya. Jalan itu terasa asing, gelap, tapi aku terus melangkah, hingga akhirnya aku melihat pintu kayu besar di hadapanku. Tanganku ragu-ragu di gagangnya, tapi aku menarik napas panjang dan mendorong pintu itu terbuka.

Begitu aku melangkah masuk, seolah dunia di sekitarku berubah. Aku melihat diriku sebagai gadis muda, mungkin belasan tahun, mengenakan gaun putih sederhana. Aku berada di sebuah desa, dan di kejauhan terlihat rumah-rumah kayu serta kebun yang tertata rapi. Aku mendengar tawa di belakangku, dan ketika aku berbalik, di sanalah dia—Kalen, dan di sampingnya, Aleister yang lebih muda. Mereka tersenyum padaku, tapi ada sesuatu di mata mereka yang membuat hatiku berdebar.

Aku merasakan hangatnya matahari di kulitku, bau rerumputan yang segar. Kami bermain bersama, seperti dalam kenangan yang pernah diceritakan Kalen. Tapi kali ini, aku merasakannya—perasaan lembut di hatiku terhadap Aleister yang mulai tumbuh, dan Kalen, yang terus memberiku hadiah, mulai tampak seperti sahabat yang mulai menjauh.

Tiba-tiba, aku melihat adegan yang lain. Ada perkelahian antara Kalen dan Aleister. Kalen berteriak, air mata mengalir di wajahnya, sementara Aleister tampak terluka oleh kata-kata yang terucap. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan, tapi jelas bahwa cinta di antara kami bertiga telah membuat semuanya rumit.

Adegan berganti lagi. Aku melihat diriku terbaring di tempat tidur, sakit parah. Aleister ada di sampingku, memegang tanganku erat-erat. Kalen berdiri di ambang pintu, wajahnya penuh penyesalan dan kesedihan. Aku merasa begitu lemah, dan seiring dengan napasku yang semakin tipis, aku bisa merasakan cinta yang kuat dari keduanya, tapi juga kepahitan yang tersisa.

Dan kemudian, semuanya memudar. Aku kembali ke ruangan Gerda, napasku terengah-engah, tubuhku berkeringat dingin.

"Zara, apa yang kamu lihat?" tanya Gerda dengan lembut, suaranya penuh perhatian.

Aku terdiam sejenak, mencoba memahami semuanya. "Aku adalah dia... Aku adalah Ana," kataku pelan. "Tapi cinta yang mereka miliki untukku dulu penuh dengan kesalahpahaman, rasa sakit, dan penyesalan. Sekarang, aku harus memutuskan apakah kisah ini akan berlanjut dalam hidupku yang sekarang, atau aku akan mengakhirinya."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!