Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Pancasakti
Seminggu kemudian di komplek sekitar rumah Ratu sedang digegerkan dengan seseorang asing yang datang dalam keadaan kerasukan sosok tak dikenal. Pada setiap malam hari, warga sekitar perumahan kelima remaja SMK itu selalu sepi. Semenjak ada salah satu warga yang diserang menggunakan batu, komplek Rajawali tak lagi sering dilewati orang-orang.
"Eh, mau ke mana, Mas Panca?" tanya Ratu begitu melihat Panca bersama para pemuda Rajawali sedang berjalan menyusuri jalan.
"Ronda malam, Ratu. Kamu kenapa jam segini di luar rumah? Masuk aja, ya? Jangan keluar-keluar, suasana di komplek kita lagi gak aman." kata Panca berhenti di depan rumah Ratu.
Reyza keluar dari dalam rumah memakai jaket hitam tebal dan bercelana panjang senada. Ratu yang melihatnya lantas mengernyit.
"Loh, kamu mau ke mana juga nih?"
Dengan santainya Reyza tersenyum. "Mau ikut Mas Panca, karena pemuda di sini butuh aku, Mas Panca sama Bisma. Cewek-cewek juga ikut, Ninda nanti bareng aku, terus Bisma juga dengan Intan. Kalau kakak yaa ... Sama Mas Panca aja kalau mau ikut juga." jawabnya.
Panca menatap Ratu yang seolah ingin ikut. "Kalau mau ikut kamu langsung ganti baju dan bawa jaket sama obat-obatan yang sering kamu butuhkan. Karena kita akan menyusuri jalan."
Tanpa lama Ratu berbalik badan untuk segera mengambil apa yang diperlukan.
"Huft, gini deh rasanya hidup di kota tapi daerahnya di pedesaan. Untung gue suka penelusuran. Walau lagi takut dikit buat masalah kali ini," gumam Ratu malas.
Satu jam kemudian Ratu masih berada di samping Panca. Ronda malam kali ini pemuda berpencar membentuk tiga kelompok. Masing-masing anggota ada lima orang. Dengan nama kelompoknya ada yang Pancaratu, Reyin, dan Bistan.
"Orangnya sering bolak-balik ke mana, Bang." tanya Panca pada pemuda yang lebih dewasa darinya.
"Di sekitar sini, Pan. Orangnya kadang waras dan kadang kayak orang kerasukan gitu. Kemarin hampir godain perempuan yang ditinggal suaminya kerja di luar kota. Kasihan, nyaris diapa-apain." jawab Bang Vino, pemuda itu.
Di sisi lain Ratu menggeplak lengan tangan Panca cukup keras. Membuat laki-laki itu meringis heran.
"Kenapa mukul?"
"Jaketnya pake gak?! Buat apa sih dibawa doang?" ketus Ratu memasang wajah galak.
Yang digeplak justru hanya pasrah diomeli layaknya seperti anak kecil oleh ibunya.
"Mas Panca pakai jaketnya bisa kan?"
Tiga pemuda laki-laki di depan mereka ikut menasehati. "Dipakai jaketnya, Pan. Itu Ratu juga hati-hati, jangan melamun. Udah malem kita lagi cari orang yang cukup berbahaya." tutur salah satu pemuda.
"Iyaa, Aurelia Ratu Maharani. Kamu yakin gak mau pulang aja? Udah jam sembilan loh, takutnya kamu ngantuk." balas Panca dengan senyuman manisnya.
Perlahan Ratu tak mampu menahan rasa salah tingkahnya. Ia pun kembali memukul lengan Panca.
"Ngeselin juga ya ini orang, tapi aku mah biasa aja. Nanti kalau kenapa-kenapa jangan libatkan aku." Baru Ratu menyebutkan, tiba-tiba keadaan dibuat tegang saat mereka sedang berjalan menyusuri jalan setapak menuju alas
Panca secara mendadak seolah tertarik oleh sesuatu yang mengakibatkan dirinya terpental ke belakang. Para pemuda pun sontak menoleh dengan raut wajah tak tenang.
"Panca, Pan, kamu kenapa? Kok bisa kepental?" tanya Bang Iky.
Laki-laki yang disebut namanya itu melambaikan satu tangannya menandakan tidak apa-apa.
"Aku gak papa, cuma ada yang nyerang barusan. Kayaknya ada hubungannya sama sepi nya komplek kita." jawab Panca seadanya.
"Ada luka gak?" Panca menggeleng.
...ΩΩΩΩ...
Berbeda dengan kelompok Reyin atau Reyza Ninda tersebut tampak kompak dan saling menjaga.
"Awas hati-hati, Nin. Jalannya lumayan susah, ya." ucap Reyza.
Ninda mengangguk mengerti. "Iya, Rey. Alas segini juga masih jadi tempat yang lumayan horor." sahut Ninda.
"Orangnya ke mana ya?" gumam salah satu pemuda kelompok Reyza.
"Untuk berjaga-jaga tolong beritahu ke yang lainnya, pukul 10 malam ini sudah menjadi waktu ia berkeliling dan keluar dari persembunyiannya." ucap satu pemuda lainnya.
Sambil menghubungi Ratu dan Intan, Ninda berjalan digandeng satu tangannya oleh Reyza. Supaya perempuannya itu tidak ketinggalan.
...******...
Suasana di sekitar rumah Ratu dikabarkan menjadi target. Pukul setengah sebelas malam hari, Ratu ditelpon berkali-kali oleh ibunya.
"Mas Panca! Bunda sama Ayah diganggu! Gimana ini?!" teriak Ratu gelagapan panik.
Panca dengan sigap langsung menarik tangan Ratu untuk kembali ke rumah secepat mungkin bersama kelompoknya.
Mesti dirasa memang mustahil tepat waktu, untungnya di rumah Rizky sudah memegang sesuatu yang bisa melindungi diri serta istrinya.
"Risa, di sini saja. Kamu jangan panik ya? Jangan khawatir, dan bungkam saja." Hanya itu kata-kata dari Rizky kepada istrinya di dalam kamar karena sosok pria asing yang tengah dicari pemuda sedang mengamuk di rumahnya.
Hiya, kalian di mana?!
Di mana kalian?!
Aku tidak akan menyakiti jika kalian bisa diajak—
Brakkk!
Kedatangan Reyza dan Panca ke rumah terjadi dengan mendobrak pintu rumah yang dikunci.
"Oh, jadi kau pelakunya!?" teriak Reyza murka.
"Reyza jangan kepancing!" pekik Ratu khawatir.
Panca tentu tak tinggal diam. Ia bahkan sampai berani menyeret pria gila itu ke luar rumah. Usai keadaan dirasa cukup aman, Rizky dengan istrinya keluar dari kamar.
"Apa tujuanmu meneror semua warga sini, Hah!? Apa menurutmu ini lucu? Cuih, mainnya teror gak berani menampakkan dirinya aslinya mah serem." kata Panca karena sudah terbuka mata batinnya.
Ia melihat banyak sekali sosok yang mengerikan. Namun, untuk saat ini ia harus menyelamatkan warga.
"Anda pikir begitu mudah membohongi kita semua?! Tidak segampang itu!" teriak Reyza turut emosi.
Selang beberapa menit kemudian para pemuda berkumpul berakhir menangkap pria asing yang mengaku kerasukan, padahal motifnya adalah mencuri.
Pukul 12 malam Panca dikabarkan oleh orang tua nya jika dalam beberapa bulan ia akan menjalani masa Praktik Kerja Lapangan di sebuah desa.
Kabar tersebut sampai ke telinga Ratu hingga membuatnya sedih. Tetapi, Reyza berusaha menghibur kakaknya.
"Kan masih punya nomornya Mas Panca, bisa telpon dan video call. Jangan sedih terus ya, Kak. Atau kalau bisa aku juga bakal cosplay jadi Mas Panca deh," ujar Reyza iseng.
Ratu tanpa canggung mencubit pinggang Reyza.
"Argh, sakit, Kak!"
"Bodo!"
"Ih, sumpah, sakit bangett!"
"Ah, palingan kamu drama. Kakak udah hafal kebiasaan kamu!' ketus Ratu.
"Kak ... Beneran Reyza sakit, arghh ...,"
Sontak Ratu mendadak panik, Reyza tiba-tiba pingsan di kasurnya.
"Reyza! Ih, kamu kenapa? Adek mah, jangan bikin kakak takut, ih! Bunda sama Ayah udah tidur loh, Reyzaa ih!"
"Hehehe, panik ya? Makanya jangan suka jail sama adik sendiri. Kena akibatnya sendiri kan? Eja selalu sayang sama kakak. Jangan pernah pergi dari kehidupan Eja, ya?" Ucapan sang adik membuat air mata Ratu menetes.
"Tuh kan, liat nih, aku jadi nangis gegara kamu. Udah tahu kakaknya cengeng, masih aja dibikin nangis."
"Bukan nangis ini mah, lebih tepatnya terharu, hehe."
...ΩΩΩΩ...
Beberapa bulan kemudian Ratu sudah lama tak bertemu dengan Panca karena lelaki itu sedang menjalani masa PKL di sebuah desa terpencil.
Saat ini Ratu tengah menikmati waktu libur sekolah, dengan rencana yang sudah matang, ia bersama Tim Pencari Jejak berencana untuk menonton sebuah tontonan kuda lumping di desa lumayan jauh dari lokasi rumahnya.
Setelah sampai dan menonton hingga selesai janturan, Ratu sontak melihat Panca yang ternyata hadir serta ikut janturan. Tak hanya itu, ia juga memperhatikan Panca kesurupan kemudian makan sesajen.
Di akhir tontonan Reyza bersama Ratu dan tiga temannya akan segera pulang. Tetapi, baru hendak berjalan turun dari tanjakan jalan menuju tanah lapang lokasi tontonan tersebut, Ratu tiba-tiba menghampiri Panca baru saja berganti kostum menjadi hoodie miliknya.
"Ohh, jadi kamu ikut ini?" tanya Ratu langsung mengubah ekspresi wajahnya jadi sedikit datar.
Panca seketika memegang tangan Ratu.
"Aku minta maaf, ya?"
Namun, Ratu tetap mengalihkan wajahnya tak menerima.
Setelah menepis tangan Panca, lelaki yang katanya akan dijodohkan dengannya ketika nanti sudah dewasa pun mengangguk.
"Kalau gak mau yaa udah gak apa-apa, cuma takutnya misalkan hari ini aku pamit kan setidaknya udah minta maaf." kata Panca.
Reyza setuju dengan Panca. Sedangkan Bisma, Intan dan Ninda hanya menyimak saja.
Disela-sela tengah bergeming, tiba-tiba ada anak gadis kecil yang menghampiri Panca.
"Kak, yang ikut makan itu ya, tadi?" tanya gadis itu.
Panca tersadar kemudian tersenyum.
"Iya, Dek. Kok kamu ke sini? Keluarga kamu mana?"
Gadis tersebut menunjuk ke belakang.
"Ada kok di sana, ternyata Mas Apan baik ya ke semua orang. Cuma pas lagi makan-makan itu yang serem, tapi aslinya enggak loh. Malah manis juga orangnya, boleh peluk gak, Mamas?"
"Oh, iya boleh, Dek." Dengan sedikit canggung karena memeluk anak orang, Panca menatap wajah Ratu yang seolah berubah.
Seorang ibu-ibu berjalan sedikit gugup ketika melihat anaknya dengan sembarangan memeluk Panca sebagai penari jaranan.
"Aduh, Mas, maaf ya kalau si Airin ini ngerepotin. Dia ini emang suka kesenian kuda lumping, Mas. Mana setiap penari didatangi semua sama dia. Centil memang anak saya, Mas, Mbak. Maaf ya, sekali lagi." tutur si ibu itu.
Lagi-lagi Panca mengangguk maklum.
"Gak masalah, Bu. Awalnya tadi saya agak sedikit terkejut, tapi gak papa. Anak sekecil Airin juga udah hebat, pinter ngomong." jawab Panca sopan.
"Umur 7 tahun begini emang lagi seneng-senengnya ketemu sama apa yang dia suka. Kalau begitu saya pamit langsung ya, Mas, Mbak, soalnya udah mau petang."
Panca dan Reyza merapatkan kedua tangannya.
"Nggih, Bu."
...*****...
Sekitar pukul 10 malam hari Ratu tiba-tiba dikejutkan oleh kabar buruk dari keluarga Tante Mia dan Om Mirza. Selain keduanya yang bergegas pergi membawa mobil, Ratu juga bingung dengan gerak-gerik adiknya terburu-buru.
"Kamu mau ke mana Reyza? Udah malem mau keluyuran?" tanya Ratu.
Reyza tampak begitu gugup. Bahkan lelaki itu tak biasanya membawa jaket dan selimut.
"Aku berat buat ngomongnya ke kakak,"
"Katakan apa yang terjadi, Rey?"
Reyza berdiri di teras depan sambil menata beberapa kain seperti selimut, baju, celana serta jaket ke dalam tas mode dijinjing.
"Mas Panca kecelakaan, Kak."
Jantung Ratu seolah berhenti berdetak saat mendengar kalimat menyakitkan itu. Ia bahkan tak sadar jika air matanya langsung mengalir deras. Hatinya seketika terasa sesak dan sakit.
"Ya Allah, kenapa Mas Panca bisa kecelakaan? Dia kecelakaan di mana dan sekarang dia gimana?"
Saking kelimpungannya, Reyza akhirnya mengajak Ratu untuk ikut.
"Mobil rombongan sama Bisma udah di depan gang sana. Ayo kalau kakak mau ikut, soalnya kabarnya katanya cukup parah." jelas Reyza.
Tanpa lama mereka semua berangkat ke lokasi kejadian, tepatnya tak jauh dari rumah kost dekat tempat PKL.
"Mas Panca kenapa bisa kayak gitu, sih?" Di tengah perjalanan Ratu terus meminta penjelasan.
"Teman satu tempat PKL-nya yang kasih kabar, Rat. Kata temennya tuh dia mau pulang ke kota sebentar mumpung dua hari besok libur belajarnya, tujuannya mau minta maaf ke cewek yang namanya Ratu." ujar Bisma yang mendapat informasi lebih dulu.
"Terus dua jam kemudian temennya ditelpon sama warga pakai Hp-nya Mas Panca. Katanya temennya kecelakaan di tikungan sama mobil." sahut Reyza melanjutkan.
"Ini bukannya gue gimana ya, tapi lo tahu sendiri kan, Rat. Tadi sore tuh dia bilang kalau semisalnya dia mau pamit jadi gak perlu minta maaf lagi ke lo. Mungkin itu udah pertanda gak sih?" kata Ninda menduga.
"Kalau kata gue juga omongannya tadi sore udah kayak ngelantur, Rat. Biasanya kalau orang ngomongnya ngelantur itu udah gak jauh dari hari—"
Belum sempat Intan menyelesaikan ucapannya, Ratu berteriak.
"Udah cukup! Kalian kenapa mikirnya negatif terus sih?! Kalian berharap dia gak ada?! Plis, ayolah, kita harus berpikir jernih. Jangan menduga hal-hal yang belum tentu, nanti jatuhnya kita suudzon. Jangan kayak gitu, plis. Gue jadi ngerasa bersalah banget." tegas Ratu sambil menangis.
Suasana mendadak hening, perjalanan menuju desa Patian pun diiringi oleh keadaan penuh ketegangan.
...ΩΩΩΩΩ...
Sesampainya di salah satu rumah warga yang menjadi saksi kejadian kecelakaan itu, Ratu paling lebih dulu turun dari mobil.
Mia dan Mirza sudah mengelilingi Panca, Ratu yang melihat langsung terduduk lemas di teras depan milik warga sebagai saksi.
Kerumunan di ruang tamu seketika menyebar. Memberi tempat untuk Panca keluar dari kerumunan tersebut.
"Eh, ini Ratu kenapa, Rey? Kok nangis terduduk lemas gini?" Suara itu adalah suara Panca.
Ratu terdiam ketika telinganya mendengar suara yang ia kenal. Kepalanya mendongak, mendapati sosok laki-laki yang tengah ia khawatirkan.
"Hah? Mas Panca? Mas gak papa?"
Panca berjongkok di hadapan Ratu.
"Memangnya aku kenapa?" tanya Panca balik.
"Bukannya kecelakaan?"
"Iya bener sih, tapi gak parah banget lah. Aku nolongin anak kecil yang nyaris disrempet mobil di tikungan, jadi aku langsung pasang posisi buat ngelindungi dia. Sekarang anaknya masih trauma, sedihnya lagi dia ternyata udah gak punya keluarga." jelas Panca membuat Ratu memukul dadanya kesal.
"Mas Panca ngeselin! Bikin aku panik tau gak! Gak mau lagi liat atau dengar kabar soal Mas Panca lagi!" dengus kesal Ratu ngambek sampai berlari masuk ke mobil.
Reyza dan Bisma terkekeh. "Palingan ke mobil itu nangis, Mas. Kebiasaan kalau khawatir banget gitu akhirnya malah nangis." kata Reyza geleng-geleng kepala.
Sedangkan Intan dengan Ninda saling menatap satu sama lain. "Mas Panca kok bisa berusaha baik-baik aja sih?" heran Ninda.
Tak sengaja Ratu mendengar obrolan mereka dari mobil.
"Kalau aku bicarakan aslinya, nanti aku yang jahat. Masa terus-terusan bikin anak orang nangis," jawab Panca.
Intan menoleh memperhatikan kerumunan yang masih dilakukan oleh Mirza dan Mia.
"Lah, di dalam itu kenapa pada ngumpul jadi lingkaran gitu?"
"Ibu aku gak kuat nahan tangisannya. Karena beliau lihat video rekaman cctv yang di jalan. Jadi, keliatan kronologinya kayak apa."
Bisma mengernyit sembari menelisik bagian tubuh Panca yang terluka parah.
"Parahnya di bagian mana aja, Mas?"
"Di telinga sih tadi berdarah lumayan banyak, tapi udah langsung dibantu pertolongan pertama sama warga yang punya rumah ini. Terus tangan kiri lecet sama lutut juga. Udah sih itu aja, kalau dahi paling nyium aspal dikit."
Ratu masih berusaha memendam rasa ingin memeluk tubuh Panca.
"Terus yang mobil itu gimana, Mas?" tanya Reyza lagi.
"Mohon maaf ya, yang di mobil meninggal semua dua pria."
Karena tak tahan lagi, Ratu sontak berlari keluar dari mobil langsung memeluk Panca. Laki-laki yang sedikit terkesiap itu maklum.
"Mas, takut ..." Tangis pecah Ratu membasahi baju Panca saat kecelakaan.
"Gak papa, Ratu. Udah ya, aku gak papa. Ini musibah, gak ada di kalender. Semuanya udah takdir, alhamdulillah aku masih diberi kesempatan untuk hidup." kata-kata Pancasakti membuat semuanya tersadar bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara.