seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Rencana di Balik Pertemuan
Lieka melangkah dengan mantap menuju ruang rapat yang disiapkan khusus untuk pertemuannya dengan Sugi. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai skenario tentang apa yang akan terjadi. Pertemuan ini bukan hanya tentang mantan suaminya, tetapi juga tentang masa depan perusahaannya. Sugi adalah pria licik yang penuh ambisi. Meski mereka sudah lama bercerai, Lieka tahu dia tidak bisa lengah.
Saat pintu terbuka, Sugi sudah menunggu dengan senyuman penuh arti di wajahnya. Dia terlihat berwibawa seperti dulu, dengan setelan jas yang rapi dan sikap santai yang menutupi niat sebenarnya. Di dalam ruangan itu, ketegangan terasa begitu nyata. Lieka duduk di seberang meja, menatap tajam ke arah pria yang pernah menjadi bagian dari hidupnya.
"Apa yang kau inginkan, Sugi?" Lieka langsung memulai tanpa basa-basi.
Sugi tertawa kecil, nada suaranya terdengar seolah dia mengendalikan segalanya. "Lieka, kita tidak harus terburu-buru. Aku hanya ingin berbicara, mengingat masa lalu kita. Dan tentu saja, tentang masa depanmu."
Lieka mengerutkan kening. "Aku tidak punya waktu untuk permainanmu. Katakan saja apa maksudmu."
Sugi menyandarkan tubuhnya ke kursi, sambil mengamati Lieka dengan penuh perhatian. "Aku mendengar kabar bahwa perusahaanmu sedang menghadapi beberapa tantangan besar. Proyek-proyek penting, investor yang gelisah, rumor yang beredar di pasar. Dan tentunya, kabar tentang dirimu dan salah satu karyawanmu... apa namanya? Tanier, ya?"
Lieka merasakan desakan di dalam dadanya, tetapi dia tetap menjaga wajahnya tanpa ekspresi. "Itu bukan urusanmu, Sugi."
"Oh, tapi itu menjadi urusanku ketika menyangkut bisnis. Kau tahu, Lieka, dalam dunia kita, apa yang terjadi dalam kehidupan pribadi bisa dengan cepat menjadi alat untuk menghancurkan segalanya." Sugi menyeringai, memperlihatkan giginya yang putih berkilau. "Aku hanya ingin memastikan bahwa kau tidak tersandung karena... keputusan emosional."
Lieka memicingkan matanya, marah bercampur waspada. "Aku tidak perlu ceramah darimu. Apa sebenarnya yang kau inginkan?"
Sugi berdiri, berjalan perlahan mengelilingi meja, mendekati Lieka. "Aku ingin menawarkan bantuan, Lieka. Aku punya koneksi yang bisa membantumu keluar dari masalah ini. Tapi tentu saja, tidak ada yang gratis di dunia ini."
Lieka tahu betul apa yang dimaksud Sugi. Ini adalah jebakan. Bantuan yang dia tawarkan pasti memiliki syarat yang akan mengikat Lieka pada kekuasaan Sugi lagi. Tapi, di balik itu, Lieka juga sadar bahwa ancaman ini nyata. Jika rumor tentang dia dan Tanier terus berkembang, masa depan perusahaannya bisa terancam.
Dia menatap Sugi dengan tegas. "Aku tidak butuh bantuanmu. Dan aku juga tidak takut pada ancamanmu."
Sugi hanya tersenyum, lalu membungkuk sedikit, wajahnya mendekat ke wajah Lieka. "Ingat, Lieka, kau mungkin CEO yang hebat, tapi kau masih manusia. Dan manusia punya kelemahan. Jangan biarkan egomu menghancurkanmu."
Dengan itu, Sugi berbalik dan berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Lieka dengan pikirannya yang penuh beban. Dia tahu, pertempuran ini belum berakhir. Sugi tidak akan mundur begitu saja, dan ancaman dari masa lalu akan terus menghantui langkah-langkahnya.
***
Saat malam menjelang, Lieka duduk di kantornya, menatap keluar jendela yang memperlihatkan pemandangan kota. Pikirannya kembali ke Tanier. Dia memegang ponselnya, ragu-ragu apakah harus menghubunginya. Ada perasaan nyaman yang dirasakannya saat bersama Tanier, sesuatu yang membuatnya ingin terus bersama pria itu.
Namun, di saat yang sama, dia tahu bahwa perasaan itu bisa menjadi bumerang. Dunia mereka berbeda, dan hubungan mereka bisa menghancurkan semuanya—baik kariernya maupun kehidupan Tanier. Lieka menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. Dia harus memutuskan apa yang penting baginya—cinta atau bisnis.
Tepat saat dia akan meletakkan ponselnya, sebuah pesan masuk dari Tanier.
_"Apakah kau baik-baik saja? Aku bisa merasakan sesuatu terjadi. Jika kau butuh bantuan, aku ada di sini."_
Lieka membaca pesan Tanier berulang kali, merasakan campuran emosi yang rumit. Di satu sisi, dia merasa tenang karena Tanier selalu ada untuknya, tapi di sisi lain, perasaannya campur aduk karena masalah Sugi yang terus membayangi. Tanpa berpikir panjang, dia mengetik balasan.
_"Aku baik-baik saja. Tapi ada sesuatu yang harus kubicarakan denganmu. Kita perlu bertemu."_
Tak butuh waktu lama sebelum ponselnya bergetar lagi. "Di mana? Aku akan segera datang."
Lieka menatap keluar jendela, merenung sejenak, lalu memutuskan. "Di apartemenku, malam ini," balasnya singkat.
Setelah itu, Lieka segera mengumpulkan semua dokumen yang sedang dikerjakannya dan meninggalkan kantor. Dia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya sebelum bertemu Tanier. Perjalanan pulang ke apartemennya diiringi oleh cahaya kota yang semakin redup, sementara pikirannya terus berputar mengenai pertemuannya dengan Sugi.
***
Beberapa jam kemudian, Tanier tiba di apartemen Lieka. Wajahnya tampak khawatir, namun ia mencoba menutupi kekhawatirannya dengan senyum khasnya yang ceria.
“Lieka, apa yang terjadi? Kau terdengar serius,” ucapnya ketika masuk ke dalam apartemen, matanya tertuju pada Lieka yang sedang duduk di sofa, mengenakan pakaian santai namun tetap terlihat anggun.
Lieka memandang Tanier sejenak sebelum menjawab. “Sugi kembali. Dia mencoba mencampuri urusan perusahaan dan… mungkin hidup kita juga.”
Tanier mengerutkan kening. “Apa yang dia inginkan?”
Lieka mendesah, meraih gelas anggur di atas meja dan menyesapnya perlahan. “Dia mengancamku. Dia tahu tentang kita… dan dia ingin memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan pribadinya.”
Tanier mendekat, duduk di sebelah Lieka dan menggenggam tangannya. “Kita bisa hadapi ini bersama. Aku tidak akan membiarkan dia merusak apa yang kita miliki.”
Sentuhan Tanier membuat Lieka merasa sedikit lega. Namun, dia tahu ini lebih dari sekadar masalah pribadi. Sugi adalah seseorang yang licik dan penuh tipu daya. "Aku hanya takut... takut jika ini berlanjut, kita akan kehilangan segalanya."
Tanier menatapnya dengan penuh keyakinan. “Kau adalah wanita yang kuat, Lieka. Dan bersama, kita bisa melewati ini. Tidak ada yang bisa menghentikan kita, termasuk Sugi.”
Lieka terdiam sejenak, matanya menatap dalam-dalam ke arah Tanier. Ada sesuatu dalam cara Tanier berbicara yang membuatnya merasa tenang, meskipun situasi di depannya begitu rumit. Tanpa sadar, dia mendekatkan tubuhnya pada Tanier, merasakan kehangatan yang selalu membuatnya nyaman.
"Tanier, aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi untuk saat ini... aku hanya ingin berada di sini, bersamamu."
Tanier tersenyum lembut dan tanpa banyak kata, dia memeluk Lieka erat, memberikan rasa aman yang begitu dibutuhkan wanita itu. Dalam keheningan malam, mereka menemukan kekuatan dalam kebersamaan, seolah dunia di luar sana tak lagi penting.
***
Saat malam semakin larut, Lieka dan Tanier masih terjebak dalam percakapan yang hangat. Namun, ketegangan yang awalnya mereka rasakan perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih intim. Tanier, dengan segala kelembutannya, terus memberikan dukungan dan perhatian, sementara Lieka, yang biasanya keras dan galak, menemukan dirinya semakin tenggelam dalam perasaan terhadap pria ini.
Tanier mendekat, bibirnya perlahan menyentuh leher Lieka, membuat desah kecil keluar dari bibirnya. Lieka memejamkan mata, menikmati momen itu, sejenak melupakan semua masalah yang menghantuinya.
Kamar itu dipenuhi dengan keintiman yang mendalam, seolah hanya ada mereka berdua di dunia ini. Setiap sentuhan yang diberikan Tanier membuat Lieka merasa lebih dekat dengannya, dan dia tahu, di balik semua kekacauan yang mereka hadapi, perasaan mereka satu sama lain adalah hal yang paling nyata.