Ketika Regita pindah ke rumah baru, ia tak pernah menyangka akan tertarik pada Aksa, kakak tirinya yang penuh pesona dan memikat dalam caranya sendiri. Namun, Aksa tak hanya sekadar sosok pelindung—dia punya niat tersembunyi yang membuat Regita bertanya-tanya. Di tengah permainan rasa dan batas yang kian kabur, hadir Kevien, teman sekelas yang lembut dan perhatian, menawarkan pelarian dari gejolak hatinya.
Dengan godaan yang tak bisa dihindari dan perasaan yang tak terduga, Regita terjebak dalam pilihan sulit. Ikuti kisah penuh ketegangan ini—saat batas-batas dilewati dan hati dipertaruhkan, mana yang akan ia pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan Selviani Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PESONA AKSA
“Hai, Re, kenalin aku Amelia,” kata seorang gadis berambut pendek sambil menyodorkan tangannya dengan ramah.
Regita menatap tangan Amelia sejenak sebelum akhirnya menjabatnya. “Salam kenal,” ujarnya pelan, masih merasa canggung. Amelia tersenyum lebar, senyum kotaknya menambah kesan hangat pada wajahnya.
“Kudengar kau mengenal Pak Aksa, ya?” tanya Amelia tiba-tiba dengan nada antusias.
Mendengar nama Aksa, Regita sedikit tertegun. Ia tak menyangka bahwa nama Aksa langsung muncul dalam percakapan hari pertamanya. Bagaimanapun, sebagai guru magang di sekolah ini, Aksa memang cukup dikenal di kalangan siswa. Pribadinya yang tampan, ramah dan cerdas membuatnya mudah disukai banyak orang, terutama karena ia hanya terpaut beberapa tahun dari usia mereka, sehingga suasana setiap pelajaran yang dibawanya terasa santai tapi tetap serius.
“Iya… aku kenal dia,” jawab Regita sambil tersenyum tipis, berusaha menjawab sekenanya.
“Oh, serius?” Amelia tampak semakin penasaran. “Pak Aksa itu guru magang favorit di sini, tahu? Banyak banget yang ngefans sama dia, soalnya wajahnya tampan dan ditambah gayanya asyik banget! Kamu teman lamanya atau…?”
Regita ragu-ragu menjawab pertanyaan Amelia. Menyebut Aksa sebagai kakak tirinya mungkin akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan yang tidak ingin dia jawab sekarang. Setelah berpikir sejenak, akhirnya ia menjawab dengan singkat, “Kami cukup dekat.”
Amelia terlihat semakin bersemangat mendengar jawaban Regita. “Wah, beruntung banget, dong! Kalau nanti ada acara sekolah, aku boleh, kan, minta kenalan lebih jauh sama Pak Aksa?” pintanya dengan nada setengah bercanda namun penuh harap.
Regita tersenyum, merasa hangat dengan sikap Amelia yang terbuka. “Boleh, kalau ada kesempatan,” katanya, berusaha ramah meski agak gugup.
Amelia tertawa kecil dan menepuk pundak Regita. “Mulai sekarang kamu jangan sungkan ya, kalau butuh bantuan atau teman ngobrol, aku selalu ada!”
Kehangatan Amelia membuat Regita sedikit lebih nyaman. Meski masih ada keraguan dalam hatinya soal kehadiran Aksa sebagai guru magang, ia berharap bahwa hari-hari di sekolah barunya akan menjadi lebih mudah dengan teman seperti Amelia di sisinya.
Saat bel istirahat berbunyi, suasana kelas menjadi riuh dengan suara siswa-siswa yang bersiap keluar. Amelia langsung bangkit dari tempat duduknya dan, tanpa basa-basi, menarik tangan Regita dengan antusias.
“Ayo cepat, Git!” serunya, tak menyembunyikan kegembiraannya.
Regita, yang masih bingung, hanya bisa mengikuti. "Kita mau ke mana?” tanyanya dengan ekspresi penasaran.
Amelia mendengus kecil, lalu tersenyum jahil. “Nanti kau juga akan tahu. Ayo, cepat! Kalau tidak, kita bisa kehabisan tempat paling depan!”
Regita hanya bisa tertawa kecil, mencoba mengikuti langkah cepat Amelia yang tampak bersemangat menuju lapangan sekolah. Saat mereka sampai di sana, barulah Regita menyadari maksud Amelia. Di lapangan, tampak sekelompok siswa yang berkumpul, menyaksikan pertandingan basket yang sedang berlangsung. Di tengah-tengah lapangan, terlihat Aksa dengan pakaian olahraga, memimpin pertandingan sambil bermain bersama murid-murid dan beberapa guru magang lainnya.
Senyuman Aksa yang karismatik dan caranya memimpin permainan membuat banyak siswa terpana. Dapat Regita lihat jika hampir separuh orang-orang di sana adalah perempuan.
Amelia menatap ke arah Aksa dengan mata berbinar, tampak takjub. “Nah, lihat kan? Aku bilang juga apa, Pak Aksa itu keren banget!” bisiknya pada Regita.
Regita hanya bisa mengangguk pelan sambil menatap Aksa dari kejauhan. Melihat sosok kakak tirinya yang tampak penuh semangat dan akrab dengan para siswa, ia merasa sedikit aneh. Di rumah, Aksa bersikap lebih tenang dan misterius, namun di lapangan ini, dia terlihat begitu hidup dan berbeda. Rasanya Regita sedikit cemburu melihat kedekatan Aksa dengan yang lain. Ia pikir perlakuan spesial Aksa benar-benar untuknya.
“Pak Aksa itu nggak cuma pintar dan karismatik, tapi juga jago olahraga,” gumam Amelia dengan kagum. “Rasanya setiap guru magang nggak pernah ada yang sekeren dia!”
Regita tersenyum kecil mendengar celoteh Amelia, tetapi diam-diam ada perasaan aneh yang mengganjal di hatinya. Aksa yang dikenal dan dikagumi banyak orang ini terasa seperti orang yang berbeda dari sosok yang selama ini ia kenal di rumah. Namun, ia tahu bahwa popularitas Aksa di sekolah adalah hal yang wajar, terutama mengingat kepribadiannya yang mudah membuat orang lain terkesan.
Mereka berdua menyaksikan pertandingan itu hingga akhirnya Aksa menyadari kehadiran mereka. Tatapan Aksa dan Regita bertemu sejenak, dan Regita bisa melihat sekilas senyum tipis di wajah Aksa yang sulit ditebak artinya, seolah menyimpan sesuatu yang tak bisa dibaca siapa pun.
“Kau lihat dia tersenyum padaku?” celoteh dua orang di depan Regita. Mereka melompat kecil sembari memukul udara.
“Mana mungkin, dia tersenyum padaku!” balas cewek disebelahnya.
Suasana di lapangan seketika berubah ketika Aksa tersenyum kembali ke arah Regita dan berjalan mendekatinya.
“Dia ke sini,” kata cewek tadi lagi.
“Bagaimana ini?” Yang lain ikut menimpali.
Bisikan mulai terdengar di antara para siswa yang memperhatikan interaksi mereka. Tatapan kagum dan penasaran terlihat jelas di wajah mereka, terutama saat Aksa, tanpa ragu, sedikit menarik ujung kausnya untuk menyeka keringat di dahinya, sehingga sekilas otot perutnya yang terlihat terlatih pun tampak jelas di bawah sinar matahari.
“Mana minuman untukku?” tanyanya pada Regita dengan nada santai, seperti sudah mengenalnya dekat. Regita hanya bisa menatap bingung sambil menggenggam botol air minum yang ia pegang. Ia tak menyangka Aksa akan bersikap senyaman ini di depan umum.
Dua cewek di depan Regita tak bisa berkata apa-apa setelah Aksa melewati mereka begitu saja.
Namun, Amelia yang berdiri di sebelah Regita tiba-tiba berubah pucat. Wajahnya memerah seketika, dan detik berikutnya, hidungnya mulai mengeluarkan darah tipis. Tanpa bisa mengendalikan diri, Amelia menggumamkan kekaguman, “Ya ampun, Pak Aksa… terlalu keren…” Sebelum Regita sempat bereaksi, Amelia tampak goyah dan hampir jatuh pingsan.
Regita langsung panik, memegang bahu Amelia agar tetap berdiri. “Amelia! Kamu nggak apa-apa?” tanyanya dengan cemas, sementara beberapa teman di sekitar mereka mulai tertawa kecil melihat tingkah Amelia yang jelas-jelas terpesona dengan pesona Aksa.
Aksa hanya tersenyum kecil, lalu mengambil botol air minum dari tangan Regita sambil menatap Amelia yang tampak lemah. “Kamu baik-baik saja, Amelia?” tanyanya dengan nada bercanda, meski ada sedikit perhatian dalam suaranya. Amelia hanya bisa mengangguk lemah, tersipu malu karena aksi spontan yang memperlihatkan kekagumannya.
Aksa kemudian meneguk air minum sambil melirik sekilas pada Regita. Tanpa kata-kata lebih lanjut, ia melanjutkan permainan, meninggalkan Regita yang masih bingung dan Amelia yang berusaha keras menenangkan dirinya dari efek "kejutan" akibat kehadiran Aksa.
“Sial, bagaimana bisa dia begitu tampan?” umpat Regita dalam hati seraya menggigit bibir bawahnya.
walau bikin deg deg an 😂
cinta terlarang ituuu...masih 1 ibu loch 🙈
semoga endingnya happy ya Thor 😁