Arumi harus menelan kekecewaan setelah mendapati kabar yang disampaikan oleh Narendra, sepupu jauh calon suaminya, bahwa Vino tidak dapat melangsungkan pernikahan dengannya tanpa alasan yang jelas.
Dimas, sang ayah yang tidak ingin menanggung malu atas batalnya pernikahan putrinya, meminta Narendra, selaku keluarga dari pihak Vino untuk bertanggung jawab dengan menikahi Arumi setelah memastikan pria itu tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun.
Arumi dan Narendra tentu menolak, tetapi Dimas tetap pada pendiriannya untuk menikahkan keduanya hingga pernikahan yang tidak diinginkan pun terjadi.
Akankah kisah rumah tangga tanpa cinta antara Arumi dan Narendra berakhir bahagia atau justru sebaliknya?
Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada calon suami Arumi hingga membatalkan pernikahan secara sepihak?
Penasaran kisah selanjutnya?
yuk, ikuti terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18
Arumi sedang berada di kantin setelah bergantian istirahat dengan teman-temannya. Ia pikir dengan berada di keramaian, ia akan melupakan kejadian tadi dan hatinya akan kembali tenang. Namun, siapa sangka, jika dirinya tetap mengingat hal itu dan semakin membuat hatinya tidak karuan.
Arumi memandang bekal makan siangnya dengan nanar. Ia sama sekali tidak berselera makan setelah mendapati bahwa perusahaan tempat ia bekerja adalah milik keluarga suaminya. Wanita itu tampak melamun, menatap kosong ke arah nasi yang sudah dingin itu.
“Kamu bodoh sekali, Rum! Bisa-bisanya baru sadar setelah bertemu secara langsung!” runtuknya pelan.
“Siapa yang bodoh?” celetuk seseorang di belakang Arumi.
Arumi langsung menoleh, mendapati temannya datang dengan semangkuk bakso yang masih mengepul. “Eh, Lan. Bukan siapa-siapa, kok,” jawab Arumi sembari menggeser duduknya untuk temannya, Alan.
“Aku perhatiin dari tadi kamu ketuk-ketuk kepala terus, kenapa, sakit?” Tangan pria itu terulur ke arah kening Arumi. Namun, Arumi segera menghindarinya.
“Enggak, aku nggak apa-apa. Tumben baru istirahat?”
“Hm, tadi ada sedikit kerjaan jadinya terlambat istirahat … kalau kamu ada masalah, jangan sungkan buat cerita ke aku, Rum. Aku akan selalu menjadi pendengar yang baik buat kamu. Aku tahu, kok, pasti ini sangat sulit buat kamu hadapi sendiri,” ujar Alan.
Arumi tampak kebingungan. Ia mulai mencerna kata-kata Alan, tetapi ia tidak kunjung paham.
“Maksudnya?”
“Aku tahu kalau kemarin kamu batal menikah sama Vino!”
Deg!
Arumi begitu terkejut ketika salah satu temannya mengetahui gagalnya pernikahan antara dirinya dengan Vino, padahal ia belum menceritakan kegagalan itu pada siapa pun.
“Tahu dari mana?”
“Gita … Dia bilang kalau calon suamimu tiba-tiba batalin pernikahan kalian padahal kamu sudah mempersiapkan semuanya. Aku turut prihatin, ya, Rum. Andai aku jadi Vino, aku nggak akan nyia-nyiain wanita secantik dan sebaik kamu,” pungkasnya.
Alan adalah salah satu teman OB Arumi yang paling dekat dengannya selain Gita. Jadi, tidak menutup kemungkinan ia akan turut sedih mendengar kisah asmaranya yang langsung kandas. Namun, bukan itu yang menjadi titik fokus Arumi, melainkan pernyataan Alan yang berandai menjadi Vino, lah yang menjadi fokusnya saat ini.
Arumi tidak percaya, temannya yang terlihat cuek ketika bersamanya, saat ini begitu peduli.
Dia benar-benar Alan,‘kan, batin Arumi yang merasa asing dengan perhatian Alan.
“Aku nggak masalah, kok, Lan. Justru aku senang karena batal menikah dengan dia.” Arumi tampak membuang napas pelan kemudian mengulas senyum tipis.
“Kenapa bisa begitu?”
“Ya, ada, lah … intinya sekarang aku baik dan aku senang, Lan. Kamu nggak perlu khawatirkan soal itu. Lebih baik kamu perhatiin lagi, tuh, kode dari Gita. Udah dikode dari lama, tapi nggak pernah peka, juga!” cibir Arumi.
Sejak awal Arumi bekerja di sana, Gita dan Alan, lah yang menerimanya dengan senang hati sebab keduanya sama-sama orang baru. Sejak saat itu ketiga orang itu menjadi berteman, tidak jarang mereka akan menghabiskan waktu istirahat untuk berkumpul sebelum nantinya mereka kembali bekerja.
Alan memang tidak datang di pernikahan Arumi karena ia tidak bisa tiba-tiba meminta cuti. Ketika libur, ia yang awalnya ingin mendatangi Arumi untuk mengucapkan selamat atas pernikahannya pun urung setelah mendapatkan kabar dari Gita bahwa Arumi gagal menikah. Alan dan Gita, mereka sama-sama ingin memberikan Arumi ruang untuk menenangkan diri.
Saat itu, Gita yang semula hendak mendatangi Arumi pun urung dan memilih pulang setelah melihat keadaan di rumah Arumi begitu kacau. Berita mengenai batalnya pernikahan Arumi telah menyebar dan Arumi saat itu langsung tidak sadarkan diri. Gita yang sadar akan situasi memilih kembali ke rumah alih-alih mendatangi Arumi, itulah yang Alan tahu dari Gita.
“Kenapa jadi aku? Gita suka sama cowok lain, ya, dia mana ada ngodein aku, nggak ada, Arumi!”
“Kamunya aja yang nggak peka, Alan!”
“Sok tau, kamu! Selera Gita itu tinggi, Rum. Kalau aku mah apa atuh, cuma remahan rengginang,”
“Dih, dikasih tahu tetep aja bebal. Ntar kalau si Gita digaet pria lain baru tau rasa kamu, Lan!”
Arumi yang semula murung, kini menjadi lebih ceria dengan adanya Alan. Tawa lepas yang sedari lama hilang, kini tiba-tiba saja muncul. Pria itu mampu menerbitkan lengkungan tawa di bibir Arumi membuat sepasang mata menatap tajam ke arah keduanya.
“Kita ngapain ke sini, Tuan?” Satria tampak celingukan, memindai tempat di mana mata Narendra menatap. Di sana, di sudut ruangan terlihat office girl yang tadi sempat duduk di kursi kerja atasannya.
Narendra jarang sekali makan di kantin kantor, pria itu biasanya makan di ruangannya atau bersama kliennya setelah rapat siang bersama.
“Ayo, kita balik!” Narendra berseru tanpa memedulikan pertanyaan dari Satria.
Narendra berjalan cepat kembali ke ruangannya.
Awalnya Narendra ingin memastikan keadaan Arumi. Ia khawatir Arumi masih syok dan kehilangan fokus dalam bekerja setelah mendapati fakta yang ada, sehingga pria itu mencari tahu keberadaan Arumi melalui CCTV yang terhubung pada komputernya.
Ia sudah menemukan keberadaan Arumi dan menyusul wanita itu ke sana. Namun, setelah tiba di sana, langkah pria itu langsung terhenti ketika seorang pria dengan seragam yang sama dengan Arumi mendatangi wanita itu kemudian duduk di sebelahnya.
Hal yang membuat Narendra kesal adalah ketika Arumi dengan leluasa tertawa dengan pria itu, sementara ia yang suaminya sendiri tidak pernah melihat tawa dari Arumi.
“Pesankan makan siang sekarang, Sat!” titah Narendra begitu tiba di ruangannya.
“Kita tidak jadi makan di kantin, Tuan?”
Narendra melirik tajam ke arah Satria. “Kamu tidak dengar apa yang saya katakan?! “
“B-bukan begitu, Tuan. Baiklah, saya pesankan makan siang sebentar.”
Satria segera keluar dari ruangan Narendra setelah mendapatkan lirikan tajam dari Tuannya itu. Pria itu sungguh merasa kebingungan dengan sikap Tuannya yang mendadak mendung dan muram sejak kepergian OG dari ruangannya.
Sebenarnya si Bos ini kenapa, sih, batin Satria.