Malam itu petir mengaum keras di langit, suara gemuruhnya bergema. Angin mengamuk, langit menangis, meneteskan air dengan deras. Alam seolah memberi pertanda, akan datang suatu bencana yang mengancam sebuah keluarga.
Clara seorang ibu beranak satu menjadi korban ghibah dan fitnah. Sampai mati pun Clara akan ingat pelaku yang sudah melecehkannya.
Akankah kebenaran akan terungkap?
Siapa dalang di balik tragedi berdarah ini?
Ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Ella
Ella adalah anak tunggal dari pasangan suami istri Ulya dan Ellie. Ella sekeluarga dulu tinggal di kota A. Ella dijauhi teman-temannya karena mamahnya yang suka gosipin dan julidin tetangga. Banyak yang menjadi korban Ellie dan tidak sedikit dari mereka yang sakit hati karena lidahnya Ellie yang tajamnya seperti pedang. Bisa dibilang 3 tahun masa sekolah SMP dan SMA, Ella tidak mempunyai teman.
Ella mengadu ke Papahnya, Ella ingin pindah kota. Dan kebetulan saat itu Papahnya Ella dipindah tugaskan ke kota D. Ella memulai kehidupan barunya di kota D. Ella masuk di Universitas yang sama dengan Dilara di kota D.
Ella sering menyendiri. Ella sama sekali tidak dikenali teman satu kelasnya. Dan salah satu dari teman sekelasnya merasa kasihan dan mengajak Ella bergabung dalam kegiatan mereka. Ella juga masuk ke dalam grup bestie mereka.
Ella mulai mendapatkan teman. Ella demi mendapatkan simpati dari teman-temannya sering berbohong. Contohnya di saat temannya bilang suka makan di suatu tempat, Ella pasti bilang pernah ke sana dan semua makanannya enak. Padahal Ella sama sekali tidak tahu tempat yang di maksud temannya.
Ella dikenal supel oleh teman-temannya. Banyak yang suka karena Ella suka bercanda. Tapi Ella licik. Ella mulai memecah persahabatan di antara mereka semua. Ella menyingkirkan satu persatu orang yang tidak dia suka. Dia mengadu domba temannya dan mereka yang mudah dihasut oleh Ella langsung percaya tanpa mencaritahu kebenaran ceritanya.
Grup bestie yang semula beranggotakan 20 orang, sedikit demi sedikit mulai menjauh. Karena beberapa dari mereka merasakan perubahan setelah kehadiran Ella. Setiap kali mereka kumpul, Ella selalu saja mengejek orang dengan kekurangan fisik orang lain. Mengata-ngatain orang jelek, juling, gendut dan masih banyak lagi yang lain, dan sebagian dari mereka ikut tertawa bersamanya.
Ella juga sering menjatuhkan orang lain. Dia menganggap orang lain akan tunduk dan patuh pada setiap perkataannya. Dan benar saja. Ada saja teman-temannya yang suka padanya di saat dia menggosipkan dan memfitnah orang lain. Dan dia juga sering membalikkan fakta seolah dialah yang sering di dzolimi orang lain.
Ella juga sering memanfaatkan temannya. Dia suka meminta sesuatu kepada temannya. Dan setiap kali dia diminta sesuatu oleh temannya selalu saja menghindar. Menghilang di saat dibutuhkan. Muncul di saat ada maunya.
Dan hari ini, Ella mulai menandai Dilara sebagai orang yang akan dia singkirkan. Ella masih dendam, karena Dilara lah dia semakin jauh dari Dira dan diteror berbagai macam setan sewaktu kunjungan di Desa Damai. Padahal semua itu memang kesalahannya. Tapi Ella tetap menyalahkan Dilara.
Dilara masuk ke dalam kelas. Ella menghampirinya. Dan Ella duduk di sebelah Dilara.
"Dila, lu harus bantu in gue biar deket sama Dira. Kalo nggak, awas az lu. Lu gak akan tenang di kampus ini! Ingat ya gara-gara lu gue dikurung di kamar mandi." Ella mulai menakut nakuti Dilara.
Ella mulai menyebarkan fitnah tentang Dilara ke teman satu kelasnya. Kini semua memandang sinis ke arah Dilara. Dilara hanya diam. Dilara merasa saat ini semua orang sedang membencinya. Sama seperti dulu sewaktu warga desa membenci keluarganya. Dilara kembali merasakan pusing di area kepalanya.
Bu Mila Dosen Bahasa Indonesia masuk ke dalam kelas mereka. Bu Mila meminta Dilara untuk mengumpulkan tugas dari teman-temannya. Dilara berdiri, satu persatu tugas dari temannya diambil. Dan ketika Dilara di depan meja Bu Mila, Dilara merasakan pandangannya berputar-putar. Dilara jatuh pingsan tidak sadarkan diri.
Semua yang ada di dalam kelas kaget. Teman Dilara yang bernama Zehan mengangkat tubuh Dilara dan membawanya ke ruangan UKK. Di sana Dilara mendapatkan perawatan.
"Salman, gue tadi liat Dilara digendong anak cowok ke ruangan UKK," kata teman Salman.
"Dilara? Sakit?" Dira yang mendengar berita itu langsung menuju UKK. Salman menitipkan Dilara kepada Dira karena saat ini Salman sibuk mengerjakan tugasnya.
Dira melihat di ruangan UKK, Dilara terbaring lemah di atas tempat tidur. Dan cowok yang ada di sebelah Dilara, tidak melepaskan genggaman tangannya pada Dilara. Dia terlihat khawatir. Dira merasa tersaingi. Dira mendekat.
"Permisi, apa yang terjadi pada Dila?" Dira mengambil kursi plastik yang ada di sana dan duduk di sebelah sisi kanan Dilara.
"Tiba-tiba saja Dila pingsan. Kata Dokter Dilara harus banyak istirahat, sakit di kepalanya kambuh," jawab Zehan.
Dira teringat kata-kata Dokter beberapa tahun yang lalu. Dilara akan sakit kepala jika dia mengingat sesuatu yang membuatnya trauma.
"Maaf, lu siapa?" tanya Dira.
"Gue Zehan, teman sekelas Dilara." Jawabnya.
"Zehan? Teman SMA Dila?"
"Iya, apa kita saling kenal?" Zehan mencoba mengingat Dira.
"Dila pernah cerita," jawab Dira.
"Kalo boleh tau cerita apa? Cerita dulu pernah ditembak gue?" Zehan tersenyum malu.
"Apa sudah ada jawaban dari Dila?" Dira mencari informasi.
"Belum, tapi gue akan terus berusaha mendapatkannya. Dan lu siapanya Dila?" Zehan juga penuh selidik.
"Gue saingan lu," jawab Dira mantap.
"Hmmmm," Dilara membuka mata bangun sambil memegang kepalanya.
"Dila," Dira refleks membantu Dilara bangun dan duduk di sebelahnya.
"Kak Dira, Zehan?"
"Kamu tadi pingsan, aku yang bawa ke sini," ujar Zehan.
"Terima kasih Zehan," ucap Dilara.
TOK!
TOK!
Bunyi ketukan pintu terdengar. Zehan, Dilara dan Dira menoleh ke arah pintu. Mata Dilara membelalak terbuka lebar ketika melihat seorang pria berdiri di depan pintu UKK.
"Pah," Zehan berdiri melangkah menuju pintu.
"Hmmm, Zehan. Papah sudah minta izin untuk kamu. Mamah masuk rumah sakit,"
"Mamah? Zehan nyusul pake motor."
"Rumah sakit biasa, ruangannya sudah Papah kirim," Papah Zehan pamit kepada Dilara dan Dira.
Dilara turun dari tempat tidur dengan sedikit berlari menghampiri Zehan.
"Zehan, boleh aku ikut?" pinta Dilara.
"Kamu? Ikut? Tapi bagaimana denganmu?" Zehan memperhatikan Dilara.
"Aku juga ikut, Dilara pergi bersamaku," Dira menarik Dilara dan membawanya ke parkiran kampus.
Dira memasangkan helm ke kepala Dilara. Dira dengan sigap mengulurkan tangannya agar Dilara tidak kesulitan naik ke atas motornya. Dira mengikuti Zehan yang lebih dulu jalan di depan mereka. Pas di persimpangan jalan, Dilara meminta Dira untuk mengikuti mobil Papahnya Zehan. Dira sempat bertanya bukannya mereka mau ke rumah sakit. Tapi Dilara tetap bersikeras mengikuti Papahnya Zehan.
Dira akhirnya menuruti keinginan Dilara. Dira membelokkan motornya ke arah kanan jalan. Dari jauh masih terlihat mobil Pajero hitam melaju santai di jalan. Dira tetap menjaga jarak agar tidak terlihat. Mobil Papah Zehan berhenti di sebuah rumah makan. Dira dan Dilara juga masuk ke dalam rumah makan dan mencari tempat duduk yang dekat dengan mereka agar bisa mencuri dengar obrolan mereka.
"Roy, meninggal. Siapa dalangnya?"
"Terdapat luka cambukan dan juga ...." terdengar suara Papah Zehan.
"Apa jangan-jangan?"
CRAAANG!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...