Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
awal
Naii masih sibuk dengan dagangannya. Mbak Fhitry sudah pulang sedari tadi. Tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti tepat didepan kiosnya. Ia tak begitu memerhatikannya, sebab biasanya mereka ingin membeli gorengan.
Sesosok wanita turun dari dalam mobil. Ia menggunakan pakaian mewah dan tentunya ia adalah wanita kaya raya yang mana dapat dilihat penampilannya yang terkesan glamor.
wanita itu berjalan menuju ke etalase tempat Naii menyusun gorengan yang baru saja selesai digorengnya dan ia menyambut ramah calon pembelinya.
"Mau beli apa, Bu?" tanya Naii dengan bibir tersenyum ramah.
"Eh, ini mamanya Ahnaf, ya?" wanita itu menatap Naii dengan penuh teliti. Ia terlihat sangat senang dapat bertemu kembali.
"Iya," jawab Naii. Ia mencoba menelisik wajah wanita cantik dihadapannya, "Oh, iya, ibu yang saat itu bertemu saya dipasar--kan?" Naii mencoba meyakinkan ingatannya.
Wanita tersenyum sumringah. "Iya, pagi tadi kita ketemunya, bukan waktu itu," sang wanita memperjelas ucapan Naii, "Kebetulan sekali kita ketemu disini, ternyata disini kios kamu,"
Naii menganggukkan kepalanya. "Ya, ini kios sekaligus tempat saya tinggal," balas Naii.
Wanita itu terlihat terkejut. Ia melihat kondisi kios yang sangat sempit dan ini juga menjadi tempat tinggal Naii bersama satu orang puterinya, sungguh hal yang sangat memprihatinkan.
Ia mendenguskan nafas beratnya. Sungguh ia sangat begitu mengagumi sosok Naii yang terus berjuang tanpa lelah dan tidak berputus asa.
"Emm.... Saya ingin besok pagi dibuat pesanan nasi uduk 50 porsi, dan juga kue 50 porsi, apa bisa?" tanya wanita itu.
Naii membolakan matanya. Ia merasa jika apa yang didengarnya adalah sesuatu yang tidak mungkin nyata.
"I-ini, beneran, Bu?" tanyanya memastikan.
"Iya, bener. Besok jam 7 pagi sopir saya yang akan jemput, dan ini akan berlaku selama setahun," wanita itu menegaskan. "Berapa jumlah pesanan saya?" wanita itu bertanya, sembari membuka tas kecil dengan tali berbentuk rantai dan ia sandangkan dipundaknya.
Semuanya empat ratus lima puluh ribu saja, dan saya kasih diskon 50 ribu," jawab Naii ragu. Ia takut jika harga yang ia berikan terlalu mahal.
Wanita itu meraih lembaran uang didalam dompetnya dan memberikannya kepada Naii. "Ini dua juta lima ratus untuk lima hari, dan selanjutnya sopir saya yang akan bayar," wanita itu menyodorkan uang tersebut dengan senyuman yang begitu manis.
Naii meraih uang tersebut dengan penuh debaran tangan gemetar seolah terkena tremor, hatinya begitu syahdu. "Makasih, mbak, makasih banyak," ucapnya lirih. matanya mulai berair, sudah lama sekali ia tak pernah memegang uang sebanyak itu, dan terakhir kalinya saat delapan tahun yang lalu, ketika ia terakhir bekerja disebuah perusahaan sebelum ia menikah dengan Hardi.
"Ya, sudah. Bungkuskan saya kue itu," tunjuknya pada kaca etalase, "Semuanya," ucapnya lagi.
Naii mengangguk cepat. Tangannya dengan cekatan menggunkan penjepit dan memasukkan semua kue dan gorengan yang tersisa ke dalam kantong kresek.
"Ini, Buk. Tak perlu dibayar lagi, anggap bonusnya," jawab Naii dengan ikhlas.
Wanita tersenyum sumringah. Saat bersamaan Aliyah datang menghampiri sang ibu dengan wajah kusutnya karena baru bangun tidur.
"Ini untuk adik yang cantik," dengan cepat wanita itu menyelipkan uang seratus ribu rupiah kepada sang bocah perempuan yang mana kondisi nyawanya belum kumpul, dan ia hanya menatap bengong pada wanita kaya itu.
Dengan langkah tergesa-gesa ia berjalan menuju mobil sebelum Naii sempat mengatakan sesuatu dan mobilnya bergerak pergi.
Naii menatap kepergian mobil wanita itu dengan bengong. kemudian memeriksa pakaian Aliyah, tempat dimana wanita kaya itu menyelipkan uang untuk membayar gorengannya.
Selembar uang seratus ribu tergulung kusut dan asal terselip didalam pakaian Aliyah. Ia menatapnya nanar. Membelikan sebungkus es krim untuk Aliyah, dan mendapatkan balasan yang lebih.
"Alahamdulillah," tak henti-hentinya ia bersyukur dan mengucapkan doa yang tulus kepada Rabb-Nya Sang Pemberi rezeki.
*****
Pagi menjelma. Naii sudah selesai menata pesanan dari sang wanita yang bahkan ia lupa menanyakan namanya.
Mobil penjemput datang, dan mengambil pesanannya.
Setelah semuanya selesai. Naii menutup kiosnya. "Aliyah, bangun, ayo ke tempat kakak, ibu akan membayar uang sisa bulanannya," panggil Naii pada sang bocah yang masih bergelung didalam selimutnya.
Mendengar akan mengunjungi sang kakak, bocah itu bersigap bangun dan pastinya mereka akan naik angkot, itu sangat menyenangkan, apalagi jika ia dapat duduk didepan.
Bocah itu bergegas bangun, dan Naii merapikan tempat tidur yang berantakan.
Kemudian memandikan sang bocah dan memakaikan pakaian rapi. Ia berniat sebelum pergi akan singgah ke pasar untuk membeli beberapa pakaian Anaf, Aliyah dan juga dirinya. Sudah sangat lama sekali ia tak pernah mengganti pakaiannya dan juga anak-anaknya.
Setelah semuanya selesai, tak lupa Naii memoleskan dengan tipis lipstik pemberian dari mbak Fhitry. Setidaknya ia akan lebih terlihat segar.
Keduanya menunggu angkot didepan kios, dan bersyukurnya mendapat bangku depan, sehingga membuat Aliyah kegirangan, ia dapat melihat pemandangan yang indah dengan bebas.
Setelah tiba dipasar, ia berbelanja untuk keperluan Ahnaf, dan sedikit makanan ringan sebagai oleh-oleh, tak lupa lauk pauk dan juga gorengan yang akan dibagikan kepada teman-teman Ahnaf yang berada satu kamar.
Mereka kembali menyambung angkot dan menuju ke pesantren.
Setibanya didepan pesantren, ia menemui security dan melapor untuk menemui Ahnaf dan membayar uang bulanan yang masih tersisa.
"Maaf, Bu. Ini belum jadwal penjengukan, dan juka ada barang titipan dapat dititipkan ke saya, dan nanti saya yang akan menyampaikannya. Jika ingin membayar administrasi, silahkan ikuti koridor disebelah sana," ucap sang security dengan menyilakan tangannya.
Naii merasa nelangsa, ia tidak dapat bertemu dengan sang anak, sebab ada aturan yang harus dipatuhi. Ia menganggukkan kepalanya dan berjalan mengikuti petunjuk sang Security.
"Nanti ada ruangan bercat hijau, dan tulisan ruang administrasi, masuk saja," ucap security itu lagi.
Naii kembali mengangguk dan segera berjalan dengan menggandeng tangan Aliyah.
Ia mencari-cari ruangan yang dimaksud oleh security, dan setelah jauh berjalan, ia berhasil menemukannya.
Ia membaca setiap tulisan yang ada dipintu dan menemukan apa yang dicarinya.
Ia melangkah terburu-buru, dan....
Braaaaak...
Tanpa sengaja tubuhnya bertabrakan dengan seseorang yang mana aroma parfum non alkohol yang sangat soft dan ciri khas orang yang suka akan sunnah menyeruak ke hidungnya.
Ia hampir terjatuh dan berhasil menyeimbangkan tubuhnya dan kembali tegak.
Tanpa sengaja ia menatap sesosok pria yang menggunakan sorban dipunggungnya dengan kaffiah berwarna putih yang menghiasi kepalanya.
Sosok wajah teduh nan tampan, wajah putih berseri dengan aura yang menawan.
Naii dengan cepat mengalihkan pandangannya, ia sangat malu menatap pria itu terlalu lama, dan seolah ia tersihir akan ketampanannya.
"M-maaf," ucap Naii cepat.
"Naii, kamu kamu Zaitun Naii-kan?" tanya sosok itu yang membuat Naii membolakan matanya, bagaimana mungkin pria setampan itu dapat mengenalinya.